webnovel

Bab 24 Nilai Tertinggi Prodi Saintek (Part 2)

'Dia barusan bilang apa?! Apakah Esther baru saja mengatakan kalau nilai Clara lebih baik dari nilai putraku?'

Wajah Lina berubah menjadi masam dan dia bertanya dengan sedikit kesal, "Apakah kamu yakin guru Clara mengatakan dia bisa kuliah di jurusan kedokteran Universitas Nasional?"

"Ya, gurunya bilang begitu."

"Guru Clara tidak mengatakan secara langsung!" Bagas menyela dari samping.

"Apa Clara yang bilang begitu?" Lina tertawa terbahak-bahak, "Kamu jangan terburu-buru, perkataan Clara belum tentu benar."

"Aku percaya pada perkataan Rara dan aku yakin dia tidak mungkin berbohong." Esther bersikeras mempercayai perkataan putrinya.

"Berapa nilai Clara? Aku akan membantumu menilainya." tanya Lina dengan nada merendahkan.

"Delapan ratus tiga puluh." Jawab Esther dengan jujur.

"Berapa?" Lina mengira dia salah dengar.

"Delapan ratus tiga puluh." Esther takut salah mengerti, sehingga dia melihat nilai yang ada di transkrip ujian putrinya, "Ya, nilainya delapan ratus tiga puluh."

Lina segera berdiri dan berteriak, "Tidak mungkin! Kamu pasti salah membaca!!"

Putra dan putrinya juga telah menempuh ujian UMPTN, jadi Lina tahu jumlah skor tertinggi yang dapat diperoleh oleh para peserta ujian. Total nilai yang dapat diperoleh oleh para peserta ujian adalah 900 poin, jadi angka 830 termasuk sangat tinggi.

"Benar, Kak. Rara mendapat nilai 830." Esther melihat nilai Clara sekali lagi sebelum berkata, "Kak, aku masih bisa membaca meski hanya lulusan SMA."

"Lina."

Terdengar suara seorang pria dari arah pintu masuk dan Lina secara otomatis menoleh.

"Apakah kamu tahu berapa nilai tertinggi yang diraih oleh salah satu siswa dari provinsi kita tahun ini?" Dimas yang baru saja pulang tampak sedang mengganti sepatu sambil bergosip dengan istrinya.

Pada hari hasil ujian UMPTN diumumkan, berbagai rumor dan gosip tersebar di seluruh penjuru kota. Para staf di rumah sakit juga heboh membicarakan topik ini. Wajar saja karena mereka adalah kaum intelektual yang menaruh perhatian lebih pada berita mengenai hasil UMPTN. Jika hari ini Lina masuk kerja, dia pasti akan sibuk bergosip mengenai topik menghebohkan ini.

"Ada apa? Kenapa kamu sangat bersemangat?" Lina bertanya pada suaminya dengan wajah penasaran.

"830! Aku mendengar berita bahwa juara UMPTN adalah seorang siswa dari kota kita. Ya, Tuhan! Aku benar-benar tidak menyangka." Dimas menepuk kepalanya dan terlihat kaget seperti orang lain, "Apakah kamu tahu kalau juara UMPTN berasal dari kota kita? Biasanya juara UMPTN berasal dari kota besar."

830 poin? Mata Lina melebar karena terkejut.

"Siapa yang kamu telepon?" Dimas menepuk bahu istrinya dan bertanya, "Bukankah anak sepupumu bersekolah di SMA Santa Theresia? Coba tanya siapa yang menjadi juara UMPTN."

"Rara ...." Lina tidak melanjutkan perkataannya.

"Berapa nilainya?" Dimas bertanya.

"830." Lina buru-buru menambahkan dengan suara pelan, "Mungkin sepupuku salah membaca nilainya?"

"Bukankan nilai juara UMPTN adalah 830?" Dimas tertegun ketika menyadari sesuatu, "Anak sepupumu adalah juara UMPTN?"

"Tidak, mana mungkin?!" Lina berteriak.

"Barusan Kakak bilang apa?" Esther bertanya dengan cemas ketika mendengar suara kakak sepupunya sedikit aneh.

Bagas mendekatkan telinganya ke penerima telepon dan mendengarkan pembicaraan istrinya.

Tiba-tiba Yudha berkata, "Kakak sedang mengemasi barang-barang di kamar. Ayah, Ibu, Kak Clara sedang mengemasi pakaiannya."