webnovel

Chapter 26~Panic Attack

~Andrea~

Hari ini mama menelphone bahwa mereka tidak bisa pulang dalam waktu dekat karena tim papa membutuhkan waktu lebih lama untuk mendemonstrasikan karya mereka. Jadi selama empat hari kedepan aku akan terjebak bersama kakak. Itu artinya selama papa dan mama tidak ada, kakak akan menjadi liar dan akan melupakanku.

"Kau terlihat lemas sekali ada apa Dre?" Tanya Rafa saat mengerjakan kerja kelompok seni rupa.

"Kedua orangtuaku pergi selama seminggu dan itu artinya kak Andrew akan menjadi lebih liar lagi. Dia benar-benar akan melupakanku dan bermain dengan temannya ataupun pergi kencan dengan wanita lagi! Kemarin saja dia meninggalkanku sendirian di rumah sampai malam....." Seruku dengan sedikit kesal. Entah mengapa perkataanku yang terakhir membuat Rafa menahan nafasnya.

"Mau kutemani jika kak Andrew pergi lagi hari ini?" Tanyanya. Aku diam dan berpikir sejenak.

"Kita bisa pergi ke suatu tempat. Atau jika kau mau, kau bisa ke apatermenku atau ke rumahmu?" Tawarnya.

"Apa yang akan kita lakukan?" Tanyaku sambil memikirkan aktifitas yang akan aku dan teman-teman lakukan.

"Entahlah. Kau mau ke gramedia?" Tanyanya. Gramedia? Tentu saja! Aku pun mengangguk dengan antusias membuatnya tertawa pelan.

"Baiklah sehabis ini kita akan ke gramedia." Serunya.

"Yang lain ikutkan?" Tanyaku. Dia sempat berpikir sejenak dan seperti hendak mengatakan sesuatu tapi aku tidak tahu apa yang menahannya.

"Sebenarnya sih aku hanya ingin berdua. Kalau kau mau mengajak yang lain tentu boleh." Katanya dengan membisikan kalimat pertama.

"Lebih banyak orang lebih seru." Seruku.

"Baiklah. Aku akan bicara kepada anak-anak. Kau sebaiknya meminta ijin kepada kak Andrew." Serunya sambil melanjutkan menggambar. Aku pun menjawabnya dengan menganggukan kepala.

Bel pun berbunyi dan seperti biasa aku menunggu Kyla untuk datang ke dalam kelasku. Sambil menunggu aku menchat kepada kakak dan dia langsung membalas. Dia berkata kalau itu hal yang bagus karena dirinya akan mengerjakan progam yang sedang dia dan teman-temannya buat. Kakak masuk kuliah dengan jurusan IT. Walau kakak berkata akan mengerjakan programnya namun aku tahu sebenarnya dirinya hanya bermain dengan teman-temannya di base camp.

"Drea... Hari ini mamah membekalkanku oleh-oleh dari Prancis. Aku membawa banyak." Seru Kyla datang sambil memamerkan sebuah paper bag berisi banyak makanan.

"Kakakmu sedang berlibur kemari?" Tanyaku. Dia langsung menjawab dengan menggelengkan kepalanya sambil mengambil bekalku dan menarikku keluar.

"Tidak. Kemarin papah sedang melakukan perjalanan bisnis ke Paris." Serunya.

"Sehabis ini kau ada acara?" Tanyaku.

"Tidak, memangnya kau mau mengajakku kemana?" Tanyanya.

"Ke dua orang tuaku sedang tidak ada di rumah. Jadi kakakku mengabaikan pekerjaannya dan menelantarkanku. Rafa mengajakku ke Gramedia. Kau mau ikut?" Tanyaku.

"Tentu saja!" Serunya.

"Kau tahu salah satu majalah yang baru update kali ini? Chaenyeol di sana menjadi salah satu modelnya. Kita harus membelinya!" Serunya membuatku memutar kedua bola mata.

Sepenjang perjalanan ke kantin Kyla terus menerus mengoceh mengenai EXO tanpa hentinya. Aku pun langsung duduk di sebelah Rafa seperti biasa. Kyla pun tetap mengoceh tanpa henti.

"Ada apa dengan dirinya? Kemarin dia marah-marah sekarang sepertinya sedang bahagia." Tanya Rafa kepadaku.

"Hanya masalah perempuan seperti biasa. Hari ini jadikan?" Tanyaku.

"Aldo tidak bisa ikut karena ayah dan ibunya baru saja pulang. Jadi hanya ada kita berlima." Serunya. Aku pun menganggukkan kepalaku.

"Oh ya! Guys aku membawa oleh-oleh dari Paris. Kalian ambillah." Serunya sambil membuka paper bagnya itu. Akhirnya dia berhenti mengoceh. Kasihan Aldo yang dari tadi harus mendengarkan perkataannya, padahal dirinya sama sekali tidak mengerti.

"Woah! Makanan." Seru Tio sambil menyerbu isinya.

"Hei kau! Jangan lupa menyisakan untuk yang lain." Seru Kyla marah.

"Yo, sebaiknya kau jangan mencari gara-gara dengan Kyla sekarang." Kata Alex memperingati. Dirinya pun mendapat lirikan tajam dari Kyla membuat aku dan Rafa tertawa.

"Seuhaobis.. ini koita jadoi... jaluan-jaluan..?" Tanya Tio dengan mulut penuhnya.

"Hei kau! Habiskan dulu makananmu." Protes Alex membuatku tertawa pelan. Tio pun mengunyah makanan yang ada di mulutnya dengan cepat dan segera menelannya.

"Kita jadi jalan-jalan? Puas kau Lex!" Seru Tio ulang.

"Hei, Alex hanya memberitahumu kenapa kamu yang marah." Protes Kyla dan dirinya mendapat cubitan gemas di pipi dari Alex. Alex pun melihat ke arah Tio dengan senyum kemenangan.

"Iya.. Iya maaf." Serunya mengalah.

"Tentu saja jadi.." Jawabku.

"Sayang aku tidak bisa ikut." Keluh Aldo.

"Tidak apa-apa Do. Kita bisa bermain lain hari." Hibur Rafa dan tepat setelah itu bel pun berbunyi. Seperti biasa kami melanjutkan mengobrol sampai jalan menuju kelas cukup sepi.

Kami pun mengikuti mata pelajaran terakhir yaitu fisika. Sebelum selesai Bu Yanti mengumumkan bahwa akan diadakan camping sebentar lagi dan hal itu tidak diwajibkan. Aku tahu jika aku meminta izin kepada papa pasti tidak diperbolehkan. Semoga saja kali ini mama sedang ada dipihakku karena aku betul-betul ingin mengikuti camping seperti ini.

"Kau akan mengikuti camping?" Tanya Rafa saat aku sedang membereskan barang-barangku. Dia sedang bersandar di jendela sambil memperhatikanku membereskan barang-barang.

"Entahlah. Aku ingin sekali ikut. Tapi itu semua tergantung mama." Jawabku sambil memasukan barang-barang yang ada di loker.

"Kau tanyakan saja dulu. Intinya kalau kau ikut aku akan ikut." Serunya sambil membantu memasukan botol minumku dan menutup tasku.

"Sudahkan? Mari kita pergi." Ajaknya sambil mendahuluiku menyusul Alex dan Tio yang menjemput Kyla.

Saat kita keluar hujan mulai turun dengan derasnya. Hari ini aku tidak memakai jaket berhodieku jadi Rafa menggunakan jaketnya untuk melindungi kepalaku dan kepalanya. Kami pun berlari menuju salah satu supermarket terdekat. Karena jarak yang sempit aku dan Rafa sering kali bertabrakan, sehingga jalan kami sedikit tidak karuan dan hal itu membuatku tertawa sepanjang jalan.

"Kalian lari cepat sekali." Seru Kyla saat memasuki supermarket. Aku pun tertawa pelan menanggapinya.

"Itu karena Rafa mendorongku." Seruku jahil sambil memukul lengannya pelan. Namun Rafa tidak menunjukan ekspresi apapun. Aku pun menatapnya bingung sambil mengangkat satu alisku.

"Kau tidak kebasahankan?" Tanyanya cemas membuatku tersenyum.

"Aku tidak apa-apa. Kau terlalu melebih-lebihkannya." Jawabku sambil menyusuri rak-rak makanan.

"Jangan sampai kebasahan." Katanya sambil mengacak-ngacak rambutku. Aku pun berbalik dan menatap tajam ke arahnya sambil membenarkan rambutku yang dirusaknya.

"Rambutku sedang basah." Keluhku.

"Kau menghalangi hujan dengan payah." Ledekku sambil berlari darinya. Dia pun mengejarku dan aku pun berlari sambil tertawa dan sesekali berteriak pelan. Rafa pun menangkapku dengan menjepit leherku dengan lengannya. Entah kenapa laki-laki senang sekali menjepit leher.

"Hei kalian! Jangan mempermalukan kami." Seru Alex sambil menyenderkan tubuhnya di freezer tempat penyimpanan minuman dan memperhatikan Kyla memilih minuman. Selesai Kyla mengambil minuman dan menutup pintunya, Alex mendekat dan memeluk Kyla dari belakang. Dirinya yang bermanja-manja seperti ini kepada Kyla sangat lucu.

"Hujannya sudah berhenti!" Seru Tio sambil mengunyah rotinya dan kembali sibuk dengan handphonenya.

"Kau masih berpacaran dengan Sira?" Tanya Rafa sambil menghampiri dan duduk di sebelah bangkunya. Sementara aku melanjutkan mencari cemilan untuk diriku.

"Tentu saja!" Serunya tanpa menengok ke arah Rafa. Membuat Rafa menggeleng-gelengkan kepala dan melihat ke arahku. Aku pun mengacungkan keripik kentang yang kupilih dan dia mengangkat jempolnya.

Aku segera ke kasir dan membayarnya dan disusul oleh Kyla dan Alex. Alex masih saja bergelayut manja di pundak Kyla dan sepertinya Kyla sama sekali tidak keberatan dengan tingkah lakunya. Untung saja kali ini supermarket sedang sepi. Hanya ada beberapa anak-anak yang menongkrong di luar dan beberapa yang berbelanja dan langsung keluar.

"Ayo kita lanjutkan perjalanan." Seruku sambil berjalan ke arah pintu keluar meninggalkan yang lain. Rafa pun segera menyusul dan mengubah posisiku menjadi di kiri dan dirinya di kanan dekat dengan jalan raya. Tanpa berkata apapun dia langsung mengambil keripikku dan membukanya.

"Hei!" Protesku. Dia pun mengembalikannya di tanganku dan mengambil beberapa keripik dan memakannya. Selama di perjalanan Rafa terus saja menempel denganku dan berjalan disisi kanan. Sepertinya dia hanya mau mengambil keripik kentangku.

Sesampainya di mall aku segera berjalan cepat ke arah Gramedia meninggalkan teman-temanku di belakang. Lagi-lagi Rafa mengejarku dan mengikutiku dari belakang. Aku segera meluncur ke bagian novel sambil melihat-lihat novel terbaru dari koleksi novelku. Setelah puas melihat-lihat ke bagian novel dan komik aku segera mencari teman-temanku.

Aku melihat Rafa sedang membaca salah satu majalah sendirian. Kejahilan pun muncul di otakku. Dengan perlahan aku mendekatinya dan mengagetkannya. Sayangnya rencanaku gagal. Entah mengapa saat aku mengagetkannya dia sama sekali tak bergeming.

"Apa yang kau baca?" Tanyaku sambil berdiri di sebelahnya melihat ke arah majalah yang dibacanya.

"Majalah basket." Jawabnya. Aku menengok ke arahnya dan mendapati dirinya sudah memperhatikanku sejak tadi sambil tersenyum. Aku hanya melihatnya dengan heran sambil kembali melihat-lihat majalahnya.

"Guys! Makan yuk! Aku lapar." Seru Tio sambil menghampiri kami.

"Kau baru saja makan tadi." Protes Rafa.

"Tapi itukan sekitar 1 setengah jam yang lalu." Keluhnya.

"Kita di sini sudah selama itu?" Tanyaku heran dan dijawab dengan anggukan oleh keduanya. Waktu yang berlalu memang tidak terasa.

"Mari kita makan." Seruku karena merasa perutku memang sudah mulai lapar. Aku pun mendahului mereka untuk mencari Kyla dan Alex.

Aku menemukan mereka di bagian majalah tak jauh dari tempat aku dan Rafa bertemu. Kyla sedang menunjukkan majalah fashionnya kepada Alex sementara Alex hanya memperhatikannya seperti seorang stalker. Aku tertawa pelan melihat tingkah lucu mereka berdua.

"Hei kalian!" Seruku membuat mereka berdua menengok ke arahku.

"Ayo makan!" Seru Tio mendahuluiku berbicara.

Kami pun segera menuju kasir untuk membayar buku yang kami beli. Setelah itu kami segera berjalan menuju food court dan memilih makanan yang kami suka. Awalnya kami berencana untuk membeli makanan yang sama hanya saja berakhir dengan pertengkaran karena semua orang mempunyai makanan yang diingininya masing-masing. Lagi-lagi Rafa mengikutiku mengelilingi food court untuk mencari makanan yang kuingini. Hari ini aku sedang ingin memakan makanan yang berkuah. Jadinya aku berencana untuk membeli soto, jika tidak mungkin baso malang.

Saat di jalan, karena terlalu fokus mengamati stan-stan yang ada, aku tidak sengaja hampir menabrak seseorang. Rafa dengan tangkasnya menarikku sehingga aku hampir saja terkena tumpahan air minum yang dibawa oleh perempuan yang kutabrak.

"Hei! Kalau jalan hati-hati." Seru Rafa marah. Perempuan itu segera meminta maaf dengan wajah ketakutannya.

"Bukan kakak yang salah kok. Maafkan aku karena tidak berjalan dengan baik. Dan maafkan juga teman saya." Kataku sambil memukul Rafa untuk meminta maaf. Dia pun menggumamkan permintaan maafnya.

"Kau kenapa sih Raf!" Seruku kesal setelah perempuan itu pergi.

"Maaf." Serunya singkat dan berjalan mendahuluiku. Aku pun menghela nafas panjang melihat tingkah lakunya yang aneh itu.

"Hei, jangan terlalu dipikirkan." Seru Kyla dari belakangku. Aku pun melihat ke depan dan mendapati Alex telah menyusul Rafa.

"Dia bersikap aneh lagi Kyl." Keluhku.

"Aku tadi melihat semuanya dan menurutku dari sudut pandang Rafa memang perempuan itu yang salah. Jadi tidak salah jika dia berspekulasi seperti itu." Tuturnya.

"Tapi tidak seharusnya dia langsung memarahinya seperti itu." Protesku.

"Entahlah Dre. Seharian ini aku melihat Revan sangat protective terhadapmu. Mungkin karena suatu alasan dirinya menjadi cemas."

"Mungkin karena kejadian di theme park itu." Gumamku.

"Hei kau sudah memilih makanan?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan. Aku menggelengkan kepalaku untuk menjawabnya.

"Aku ingin sesuatu yang cheesy, kau?" Tanyanya sambil menarikku ke salah satu stan yang menyediakan berbagai macam ayam.

"Aku ingin yang berkuah." Jawabku.

"Kalau begitu tunggu aku memesannya dan sehabis ini kutemani kau untuk memesan." Serunya.

Setelah selesai memesan, kami berlima mencari tempat duduk. Situasiku dan Rafa saat ini kembali menjadi canggung dan aku membenci hal seperti ini. Kyla pun memutuskan untuk menyuruhku dan Rafa untuk membeli minuman. Dia juga menyuruhku untuk berbicara dengan Rafa agar situasiku tidak menjadi canggung lagi.

"Raf... Kau marah padaku?" Tanyaku setengah berbisik saat kita berjalan menuju Chattime. Dia menghela nafas panjang mendengar perkataanku. Dia pun mengacak-ngacak rambutkku.

"Tentu saja tidak. Aku hanya khawatir." Jawabnya dengan tersenyum.

"Maaf karena aku tadi memarahimu seperti itu." Seruku.

"Hei! Seharusnya aku yang minta maaf di sini." Protesnya.

"Aku berhutang cokelat padamu. Haruskah aku menggantinya dengan Chattime?" Tanyanya dan kujawab dengan anggukan.

Sesampainya di sana aku segera memesan chocholate almond dan membeli pesanan yang lainnya juga. Rafa membawakan minuman kami dan aku pun berjalan mendahuluinya. Karena bosan aku berlari ke depan tidak terlalu jauh dari Rafa dan berjalan mundur. Kakikku pun keseleo karena aku tidak menyadari ada tangga kecil di depanku. Aku benar-benar membenci diriku yang ceroboh ini. Akibat perbuatanku aku jadi menyusahkan Rafa.

Rafa membantuku berjalan dengan memegang pundakku dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang barang belanjaan. Entah mengapa tangan kita menjadi bergandengan seperti ini. Saat aku bilang kakiku sudah tidak apa-apa, Rafa memindahkan tangannya dan menggandeng tanganku selama di perjalanan. Saat sampai di food court, sepertinya Alex menyadarinya namun dia sama sekali tidak berkomentar apapun.

Selesai makan rencananya aku akan meminta kakak untuk menjemputku, hanya saja dia sedang bersama salah satu teman perempuannya dan dia memintaku untuk tidak menganggunya. Jadi aku terpaksa untuk memesan salah satu layanan taksi online.

"Mau kutemani?" Tanya Rafa yang kujawab dengan gelengan kepala.

"Tidak usah. Lagian aku memesan GoJek kok." Jawabku.

"Baiklah." Serunya. Dia pun menemaniku menunggu GoJek yang kupesan. Kyla dan Alex sudah pulang terlebih dahulu. Sementara Tio masih di dalam mall mencari sesuatu untuk pacarnya.

Handphone Rafa lagi-lagi berbunyi saat kita sedang berduaan seperti ini. Aku sempat melihat siapa id si penelphone hanya saja yang tertera di sana nomor tidak dikenal. Aku dan Rafa saling bertatapan muka kebingungan.

"Aku memiliki firasat buruk." Serunya.

"Walaupun begitu kau harus mengangkatnya." Perintahku.

Dia hanya diam dan tidak menjawabku. Sepertinya dia sedang berpikir siapa orang yang menelphonenya. Atau bahkan dia sudah menduga siapa yang menelphonenya. Setelah beberapa kali menelphone dia sama sekali tidak mengangkatnya. Aku sampai ingin sekali merebutnya dan mengangkat atau setidaknya mematikan telephone itu. Aku benar-benar bosan mendengar lagunya yang diulang-ulang.

Entah telephone yang keberapa kalinya akhirnya Rafa mematikan telephone itu. Hanya saja saat dirinya mematikan telephone itu pandangannya tetap lurus ke depan. Saat aku mengikuti arah pandangnya, aku melihat seseorang yang sedang memegang telphone di tangannya. Sepertinya dia adalah sang penelephone misterius itu dan aku merasa seperti pernah melihatnya disuatu tempat.

"Dengan mba Andrea?" Tanya supir GoJek menyadarkanku.

"Oh iya saya." Jawabku sambil beranjak pergi menuju motornya.

Aku berjalan sambil sesekali menengok ke belakang untuk melihat Rafa. Arah pandangannya masih terpaku pada tempat yang sama. Entah mengapa aku dapat melihat dirinya menggenggam tangannya dengan kuat. Sepertinya firasat buruknya benar-benar terjadi untuknya karena dia terlihat sangat marah.

"Rafa duluan ya." Seruku. Namun Rafa masih terpaku pada orang di depannya dan sama sekali tidak mendengarkanku. Bahkan saat motor mulai melaju, aku sempat memanggil namanya dan dirinya sama sekali tidak mendengarkan.

Selama di perjalanan aku terus memikirkan mengenai siapa orang misterius tersebut. Hal itu benar-benar membuatku sangar penasaran. Karena hari sudah malam dan orang tersebut berdiri di tempat gelap aku sama sekali tidak dapat melihat mukanya. Yang aku tahu dia adalah seorang laki-laki yang tinggi. Aku hanya mendapatkan petunjuk itu dari silhouet tubuhnya.

Apakah Rafa punya suatu masalah yang tidak diceritakannya padaku? Apa yang kuharapkan darinya saat diriku sendiri belum menceritakan seluruh bagian dari diriku. Benar-benar seorang pengecut untuk diriku sendiri. Aku harap dapat memberitahukannya sesegera mungkin.

Di tengah perjalanan hujan pun turun dan semakin besar. Kami pun menepi dan untungnya sang supir memiliki jas hujan yang ukurannya lebih besar dari pada tubuhku. Dengan jas hujan yang kebesaran seperti ini kakiku akan sangat terlindungi. Sesampainya di rumah aku segera mengunci pintu, menyalakan seluruh ruangan dan segera pergi ke kamar untuk berganti baju. Rumah sangat sepi dan menyeramkan karena aku berada di rumah sendiri seperti ini.

Selesai berganti baju aku segera turun dengan kursi roda dan membuat minuman hangat untuk diriku. Aku melihat keluar taman dan melihat hujan semakin deras. Hanya ada Doodle yang menemaniku saat ini sehingga aku ingin bersamanya. Aku mencari-cari handphone agar dapat menyalakan lagu namun aku tidak menemukannya sama sekali. Menyebalkannya handphoneku tertinggal di kamarku dan aku terlalu malas untuk mengambilnya. Akhirnya aku menyalakan televisi dan membesarkan suaranya.

Kembali ketempatku yang nyaman semula di depan pintu kaca. Doodle manggonggong karena sepertinya akan ada hujan yang besar. Hal ini membuatku takut jika ada petir yang menyambar dalam keadaan seperti ini. Aku segera menepis pikiran burukku dan tetap meminum tehku sambil melihat keluar pintu kaca. Walau bagaimana pun aku harus mencoba untuk menghilangkan phobia petirku ini. Aku pasti bisa mengatasinya seperti saat aku mengatasi phobiaku untuk menaiki mobil.

Dugaan terburukku menjadi kenyataan. Kilat menyambar dengan hebatnya disusul dengan gemuruh yang berbunyi dengan hebatnya bahkan sampai menggetarkan pintu kacaku. Dengan refleks aku segera menutupi kedua telingaku dan hal itu mengakibatkan gelas yang kupegang hancur berantakan. Aku memaksakan diri menggerakan ban-ban kursi roda dengan tubuh yang bergetar hebat dan ketakutan yang melanda diriku. Aku mencoba memblokir memori-memori lama yang terus menghantuiku setiap kali petir ini menerorku. Aku menggerakan roda-roda ke atas menuju kamar di mana aku meletakan handphoneku. Untung saja aku dapat sampai kamarku dengan selamat walaupun dengan segala hambatan yang ketempuh dengan susah payah karena tubuh bergetarku dan serangan panick attack ku yang menyebabkanku kesulitan untuk bernafas.

Saat sampai di kamar aku mencoba untuk menaikan tubuhku ke atas kasur, sehingga aku bisa bersembunyi di bawah selimut. Namun karena kepanikkan, saat aku mencoba memindahkan tubuhku ke kasur, aku terjatuh. Aku pun merangkak ke ujung tempat tidur dan mengambil handphoneku yang ada di atas meja. Tentu saja dengan kesulitan aku mencoba mengambilnya dan berhasil. Dengan panick attack yang melanda diriku, aku mencoba untuk menghubungi siapa saja yang bisa kuhubungi.