webnovel

ATASHA : SPARKLING LOVE

Natasha Aluna, tidak ada yang dia pikirkan selain bagaimana nasib pekerjaannya dan satu lagi, bagaimana kabar Raga pradipta. Masa mudanya berakhir menyedihkan, harapan-harapan yang ia bangun selama hidupnya hancur lebur karena perkara kedua orangtuanya. Bagaimana bisa orang tua meninggalkan banyak musibah saat mereka meninggalkan dunia? Mengapa pula banyak orang tua yang bersikap seakan mereka benar dan anaknya adalah yang paling salah dalam urusan keluarga? Pikiran Natasha hanya tentang bagaimana rasanya dicintai, entah itu oleh keluarga, kekasih, atau bahkan yang paling simple oleh teman. Semua orang hanya menyukai dia dan harta milik orangtuanya, bahkan saat mereka tau bahwa Natasha tidak lagi menjadi orang berada, mereka meninggalkannya sendiri. Harapannya bertemu sosok seperti Raga, penyayang, tampan, baik hati, hangat, dan yang paling penting adalah... pria itu tidak pernah memandang tinggi rendahnya kasta. Aku mencoba tidak menyukainya bahkan saat dia berbaik hati padaku, karena semua orang yang menerima cintaku tidak akan pernah berakhir baik saat saling berhubungan. — Natasha Aluna. Saat melihat Natasha, pikiran pertama ku adalah dia anak yang kesepian. Maka dari itu aku banyak meluangkan waktu untuknya, tidak ada pikiran untuk mencintainya. — Raga Pradipta.

lovemizi · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
247 Chs

Dia sakit, katanya.

SELAMAT MEMBACA!

sekalipun kamu nggak hidup, selamanya aku tetap akan menjadi aku.

***

Jam delapan, Natasha sudah siap dengan pakaiannya. Dia keluar memakai rok dan kaos pendek berwarna senada, Raga bilang dia sudah ada di bawah sejak dua menit lalu.

"Ah, lama ya?" tanya Natasha dengan nada sedikit menyesal, tadi dia harus membereskan tempat tidur dan memasak untuk makan malam sebelum dia pergi sampai tak memperhatikan jam berapa sekarang.

Raga menggeleng, atensi Natasha keras bahwa ada yang tidak beres dengan Raga.

Seperti....

"Kamu sakit?" tanya Natasha,

Raga menggeleng, "Capek aja, dikit." ucapnya,

Natasha balas dengan gelengan yang sama, dia menuntun Raga agar masuk ke dalam gerbang kosannya. Dia menyuruh Raga memarkirkan sepeda kemudian mengajaknya masuk ke kamar kosan dengan tergesa.

"Shift malam kan kamu? Aku udah bilang jangan jemput, aku bisa berangkat sendiri. Ngeyel," ucapnya,

"Kamu harus berangkat, Nat. Minggu ini bukannya kamu gajian?"

Natasha menggelengkan kepalanya, dia tetap kekeh mau mengajak Raga ke dalam kos nya. Menyuruh pria itu istirahat adalah hal yang paling penting.

"Udah sarapan?" tanya Natasha pelan, pria itu menjawab dengan gelengan.

"Aku ke minimarket beli beberapa bahan makanan dulu, gak bagus kalau cuman makan bubur. Aku tau bubur rasanya gak enak kalau cuman nasi doang," ucapnya, Natasha pun pernah sakit dan dia tidak suka dengan bubur.

"Mau kemana?" tanya Raga,

"Aku udah bilang tadi, mau ke minimarket."

Raga bangkit, "Aku temenin," ucapnya,

Natasha menyipitkan matanya, "Gak usah, aku bisa sendiri Raga.

"Tapi kamu gak pernah kemana-mana sendiri, Nat!"

Natasha memutar bolamatanya, "Udah kamu diem aja disini,"

Tanpa berbicara banyak, Natasha mengambil totebag miliknya kemudian berjalan ke luar. Meski tidak pernah kemana-mana, Natasha tau jalan dan dia tidak buta arah. Hanya perlu lurus, paling tidak sepuluh menit sampai ke minimarket dekat dengan taman komplek.

"Lagian kenapa bebal banget," itu yang Natasha gumamkan sepanjang jalan menuju minimarket.

Tidak tau bagaimana ceritanya sampai Raga dan dirinya menjadi sangat dekat dan bahkan Raga tidak pernah mengizinkan Natasha untuk pergi tanpa dirinya. Semacam simpati yang diberikan oleh Raga pada dirinya yang mendadak hidup sebatang kara, bagaimana Raga tau hidupnya? Pemakaman ayahnya, hutan, dan banyak konflik tentang ayahnya sudha tersebar di banyak platform media sosial bahkan tayang di televisi.

"Selamat pagi,"

Natasha mengangguk mendengar sapaan kasir minimarket itu, biasanya jika tidak dia yang menjaga ya bergantian dengan Raga.

Tetapi saat hendak mengambil minyak untuk menghangatkan tubuh Raga, aada seorang gadis yang masuk dan mencari pria itu.

"Ya harusnya dia ada dong disini, kenapa gak ada? Setau aku dia kerja disini," ucapnya dengan nada tinggi melengking,

Natasha menyipit, mencoba mendengar lebih jelas lagi apa yang wanita itu katakan.

"Raga siapa yang Anda maksudkan? Pegawai di minimarket ini hanya ada Dipta dan Wade," jawab kasir itu dengan gestur tubuh santai.

"Dipta?" gumamnya,

Natasha berjalan mendekat ke arah kasir saat sudah mengambil apa yang dia butuhkan. Rasanya dia ingin menanyakan apakah Raga yang ada di rumahnya adalah sosok yang gadis ini cari? Atau hanya sama nama saja, tetapi kenapa nama Raha menjadi Dipta disini?

"Delapan belas ribu," 

"Ah, makasih."

Natasha menengok kan lehernya kaku pada ponsel yang gadis itu pegang, mencoba melihat gambar apa yang ada di ponselnya. Takut-takut memang benar Raga yang di maksud adalah Raga yang sedang bersamanya.

Tidak salah lihat, itu benar Raga.

Natasha memberanikan diri bertanya, "Em, kak — maaf, boleh saya lihat foto Raga yang Anda maksud? Takut saja saya pernah melihatnya," ucap Natasha,

Seperti nya Raga terlihat seperti orang penting saat melihat wajah gadis ini, terlihat khawatir bahkan gelisah.

Tetapi jawaban yang Natasha harapkan tidak dia dapatkan, dia malah mendapat tatapan sini dengan kata-kata tidak menyenangkan.

"Emang kamu siapa, Raga itu orang penting. Mana mungkin kamu yang kayak gini pernah ketemu sama dia!" ucapnya sinis,

Wah, gadis ini benar-benar menyebalkan.

Natasha memperhatikan pakaian yang dia pakai, memang berbeda tetapi tidak menutupi kecantikan murni miliknya.

"Hih, dasar! Tante-tante, bedaknya tebel banget."

Natasha menendang kaleng yang ada di depan pintu keluar minimarket, bergumam dan bahkan dia mengumpati orang lain.

"Baru juga mau aku kasih tau kalau Raga ada di rumahku, tapi malah kayak gitu. Males banget,"

***

Natasha memarkirkan seperti milik Raga, dia lupa tidak memberi alat ukur suhu. Saat menyentuh lengan dan dahi Raga, suhunya lumayan panas.

"Raga, aku pulang!"

Natasha menyalakan lampu, tetapi tidak menemukan Raga di ruang tamu miliknya.

"Apa dia di kamar?"

Natasha bergegas kesana, takut-takut Raga bertambah parah saat dia tinggal.

Tetapi tidak ada, bahkan saat dia mencari di kamar mandi tidak ada jejak kemana Raga pergi.

Notifikasi ponsel masuk.

|Pesan dari Raga

Nat, makasih udah khawatirkan saya.

Sepeda nya saya ambil besok.

"Udah gini doang?"

Jika bukan karena Raga sslalu membantu dirinya dalam hal apapun, Natasha tidak akan mau pergi menaiki sepeda yang bahkan tidak bisa dia kendarai.

"By the way, cewe tadi siapa?" Natasha menyipit, "Tanya Raga aja kali ya, ah tapi nanti aku keliatan kaya ngurusin urusan dia," gumamnya,

"Tapi kalau gak ditanya, penasaran!"

Natasha mengambil ponselnya lagi.

"Bilang aja ngasih tau kalau tadi ada yang nyariin dia,"

Ingat, Natasha hanya memberitahu bukan kepo.

Hampir  sepuluh menit Natasha diam di posisinya, menunggu pesan balasan dari Raga yang tak kunjung sampai.

"Tidur kali dia, istirahat?"

Saat mendapatkan notifikasi, Natasha langsung membuka ponselnya.

"Pantes," jawabnya,

"Lah, aku kenapa?"

"Bagus dong kalau cewe itu udah ketemu Raga...."

Raga mengabari bahwa dia bertemu perempuan tadi karena itu dia kembali dengan cepat, dan Natasha berpikir sepenting apakah kedudukan Raga sampai dirinya yang seperti ini tidak bisa menanyakan pria itu? Dan anehnya bukankah Raga selalu menaiki sepeda? Natasha pikir pria itu tidak memiliki tempat yang penting, karena jika dilihat-lihat, Raga si pekerja paruh waktu, Raga si pesepeda, dan Raga yang sederhana. Apa dia menyamar?

"Mikir apa kamu, menyamar apa coba?"

"Lagian kenapa kamu jadi kesel gini sih!" ucapnya pada diri sendiri.

"Ya, kamu cuma kesel karena cewek songong tadi ngatain bahwa kamu gak terlalu penting sampai bisa tau Raga siapa, dia gak tau aja Raga nempel nempel sama aku, kalau bisa aku mau bilang muka dia kayak tante tante, bedak tebel, baju kurang bahan, mulutnya kayak mercon pasar, wah emang! Ngebayangin mulut dia ngomong tadi aja udah bikin emosi!"

SEE YOU NEXT CHAPTER!