webnovel

『#7』 Jalan keluar Ryu

"Yu...tolongin kita dong…" Arif merengek sambil memohon ke Ryu.

"Gue udah bilang Rif...gue males berurusan masalah ini ke mbak Manda," ucap Ryu berusaha menolak.

"Paling gak lo harus ngelakuin sesuatu lah…" Arif terus mendesak Ryu. "Sebab uang gaji gue gak bakalan cukup buat membayar uang bulanan," ungkap Arif dengan lesu.

Sekadar informasi, mereka di asrama ini bayar setiap bulannya kepada Ibu Manda.

Alasan mereka memilih untuk tinggal di asrama tersebut sangat beragam, namun salah satu alasannya dikarenakan sangat murah daripada asrama maupun kosan yang lain. Ditambah lagi peraturan di asrama ini tidak seperti di asrama sekolah pada umumnya.

"Paling lo takut gak bisa buat karaoke lagi, kalau ibu Manda menaikan bayar asrama," ucap Heri mengejek Arif.

"Yu...Please...hanya lo yang bisa bantuin gue," ucap Arif lagi tidak ingin menyerah. "Oke deh...entar gue beliin lo rokok," Arif berusaha menyogok Ryu.

"Berapa?" tanya Ryu singkat.

"Lima batang," jawab Arif.

"Sebungkus atau gak sama sekali," ucap Ryu memberikan tawaran.

"Wadu...ayolah…Kurangin dikit lagi lah...uang gue gak cukup buat beli sebungkus rokok nih," ucap Arif semakin memelas pada Ryu.

"Eh, kok terdengar kayak lagi nego jual beli obat ya?" tanya Helena sambil memperhatikan memperhatikan Ryu dan Arif tawar-menawar.

"Yaelah...Rif…uang gaji lo gak bakalan habis kali... cuman buat beliin Ryu sebungkus rokok doang," ucap Heri berkomentar sambil duduk di depan meja makan yang dibelikan ayahnya Mirhan.

"Heh…" Arif menghela nafas karena sudah tidak punya pilihan lagi. "Nih…" ucapnya sembari memberikan uang yang setara dengan harga sebungkus rokok yang standar.

"Nah… Gitu dong…" ucap Ryu tersenyum menerima uang rokok dari Arif.

"Petss…" Helena langsung berlagak seperti seorang polisi memakai HT. "lapor kijang satu, disini kijang dua, saat ini telah terjadi transaksi antara Ryu dan Arif, dicurigai mereka sedang melakukan jual beli DVD pak tani…ganti!" Suaranya persis seperti seorang polisi melapor pada rekannya.

"Apaan sih Len?..." tanya Arif merasa seperti tersindir. "Uang rokoknya udah lo pegang kan? Sekarang laksanakan tugas lo," perintah Arif ke Ryu.

"Siap bos…86" ucap Ryu sambil memperagakan sikap hormat.

Rio langsung berjalan ke arah kamar ibu Manda. Dia sudah tau apa yang harus dibicarakan pada ibu Manda. Disaat dia berdebat dengan Arif masalah uang rokok tadi. Sesampainya di depan pintu kamar ibu Manda yang ditempeli stiker Hello Kitty.

Dengan mantap dia mengetuk pintu kamar, "Mba…mba…"

"Ia Yu...tunggu sebentar…" ucap ibu Manda dari dalam kamar.

"Lagi ganti baju ya?" tanya Ryu sambil bercanda.

"Sialan kamu ya?..." ibu Manda menanggapi pertanyaan Ryu, tapi beliau sama sekali tidak terdengar marah. Kemudian pintu kamarnya terbuka. "Ada apa Yu?" tanya ibu Manda yang memakai tanktop dan celana pendek.

"Wah...cantik banget mbak malam ini…" ucap Ryu berpura-pura memuji ibu Manda, "Kayak bidadari yang baru turun dari langit," ucapnya sambil menunjukan wajah menggoda.

"Ah…Kamu lebay…" wajah ibu Manda memerah merona mendengar pujian dari Ryu. "Lo ngomong kayak gini pasti ada maunya nih, iya kan?" tanya ibu Manda sangat mengerti sifat adik sepupunya.

"Iya…" ucap Ryu sambil tersenyum. "Tapi boleh gue masuk?" tanyanya lagi.

"Ya udah...masuk aja…" jawab ibu Manda sambil mempersilahkan Ryu masuk. Dia lalu duduk di atas tempat tidurnya. "Jadi apa yang ingin kamu bicarakan?" tanyanya kemudian.

"Ini soal rencana mbak yang akan menaikkan uang pembayaran asrama," Ryu mulai menjelaskan.

"Terus mau kamu bagaimana?" tanya Ibu Manda.

"Apa gak ada cara lain untuk menekan biaya beban listrik dan beban air?" tanya Ryu dengan serius. "Sebab Arif, Helena, dan Heri merasa terbebani dengan itu," Ryu lalu menjelaskan semuanya.

"Sebenarnya mbak juga gak pengen menaikan pembayaran asrama, tapi kamu kan tau asrama kita tidak dibiayai oleh sekolah, jadi uang untuk membayar beban listrik dan beban air berasal dari uang kalian, ini demi kalian semua," ibu Manda menjelaskan secara terperinci pada Ryu.

Ryu kemudian berpikir sejenak mencari jalan keluar dari masalah ini. Dia kemudian mendapat sebuah cara yang lebih bagus. Dia langsung menghubungi nomor kontak Mirhan. Sangat lama sekali dia baru bisa tersambung pada Mirhan.

Akhirnya teleponnya diangkat oleh Mirhan. "Iya, ada apa Yu?" tanya Mirhan setelah teleponnya terhubung.

"Lo bisa ke kamar mbak Manda?" tanya Ryu to the point.

"Iya, tunggu sebentar ya?" ucap Mirhan lalu mematikan sambungan telepon.

"Sekarang mbak hitung, barang apa saja yang diberikan ayahnya Mirhan yang tidak dibutuhkan, agar bisa kita ganti dengan barang lain," pinta Ryu pada ibu Manda.

"Tunggu sebentar mbak mengambil buku mbak dan pulpen," ucap ibu manda dengan sigap dia mencari sesuatu dari tasnya yang biasanya dibawa ke sekolah. Dia lalu kembali membawa alat tulis dan buku.

Beliau menuliskan daftar benda yang yang sama sekali tidak berguna buat asrama. Kadang beliau menghapus apa yang sudah ditulis. Lalu menambahkan barang yang lain lagi.

"Ini sudah semua?" tanya Ryu setelah menerima buku yang ditulis daftar barang yang tidak berguna.

Saat itu juga Mirhan muncul di depan kamar ibu Manda. Dia bingung melihat Ryu dan ibu Manda duduk bersebelahan. Pikirannya langsung traveling kemana-mana.

"Kalian ngapain sih di dalam kamar berduaan?" tanya Mirhan dengan polosnya, "Oh…mau itu ya?"

"Sialan lu Mir!" Ryu terkejut melihat Mirhan. "Apapun yang lo bayangin sekarang, percaya aja deh semuanya gak seperti apa yang lu pikirin," jawab Ryu seolah terciduk melakukan hal yang tidak-tidak. "Ah...ngapain gue ngejelasin itu sih?..." Ryu kemudian sadar ada yang aneh.

"Iya..Iya...gue percaya deh…" jawab Mirhan sambil tersenyum. "Emangnya lagi ada apa nih?" tanya Mirhan kebingungan.

"Lo tau kan gara-gara barang yang ayah lo beliin untuk asrama ini, itu bikin biaya asrama membengkak?" tanya Ryu to the point pada Mirhan.

"Oh… Soal itu mah gampang, gue bakalan minta ayah buat bayarin listrik dan air di asrama ini," jawab Mirhan dengan santai.

"Tapi…gue punya rencana lain…" ucap Ryu dengan mantap. "Gue pengen menukar semua barang yang ada di daftar ini untuk menambah pendapatan asrama ini," ucap Ryu sambil menyerahkan daftar barang yang ditulis ibu Manda ke Mirhan.

Mirhan kemudian membaca satu-persatu daftar yang ditulis dengan serius. Setelah dia selesai membaca dia langsung bertanya pada Ryu, "Hm... Jadi lo pengen ganti itu semua dengan apa?"

"Gue pengen ayah lo bikin warnet untuk asrama ini," ucapan Ryu membuat ibu Manda terkejut.

"Eh? Apa itu gak berlebihan Yu?" ibu Manda langsung bertanya.

"Nggak kok, gue yakin semua barang itu setara, bahkan lebih untuk membuat sebuah warnet," jawab Ryu menjelaskan pemikirannya.

"Hmm...okay…" Mirhan menanggapi dengan bersemangat. "Kalau gitu gue bakalan telpon ayah gue," ucap Mirhan lalu mengambil handphone dari kantong celananya. "Halo yah...kalau barang-barang yang ayah berikan buat asrama ini diganti dengan warnet untuk asrama ini bisa gak?" tanyanya setelah teleponnya terhubung. "Makasih yah…" ucapnya kemudian.

"Gimana?" tanya Ryu penasaran.

"Heh…" Mirhan kemudian menghela nafas. "malam ini bawahan ayah akan mengambil semua barang yang ada di daftar ini," tambahnya menjelaskan pada Ryu dan ibu Manda.

"Masalah selesai…" ucap Ryu sambil tersenyum puas.

Bersambung…