webnovel

Arman Sang Penakluk

Bagaimana rasanya menyaksikan kematian gurumu di depan matamu? Itulah yang dirasakan Arman, seorang pemuda ras manusia yang hidup di keluarga sederhana. Suatu saat dirinya berguru pada seorang tetua, untuk menaklukan Kingdom lain dan menyatukan dunia! Namun...gurunya dibunuh? Kampung halamannya diserang? Arman yg berhasil bertahan hidup, kini hanya memiliki 1 tujuan. Membalaskan dendam gurunya! Dibantu oleh beberapa sahabatnya dari berbagai Ras serta kakaknya ridho, ia mencari kelompok badik merah yang dipimpin oleh seorang pejabat pemerintahan... Dapatkah Arman membalaskan kematian gurunya dan menjadi sang penakluk dunia penuh misteri ini? Siapakah dalang dibalik pembunuhan gurunya? Akankah Arman memilih balas dendam atau melupakannya? Petualangan penuh balas dendam, persahabatan antar Ras dan makna hidup... Baca hanya di "Arman Sang Penakluk" Saya akan selalu berusaha tiap hari untuk mengupdate ceritanya. Jangan lupa untuk selalu mendukung karya-karya lokal di webnovel. nb : mohon maaf jika dalam penulisan masih terdapat kekurangan, secara baru belajar dalam penulisan novel

Si_Koplak · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
402 Chs

Bab 243 - Gadis Kuil Part 2

Raisa memegangi lengan Ridho yang bebas dan meremas dadanya. Payudara menggairahkan Raisa terasa begitu lembut, yang membuat Ridho merasa bahwa ini benar-benar situasi yang sulit baginya, dalam berbagai cara.

"Nyonya Raisa, nyonya Tasya, tolong berhenti sebentar saja. Aku pikir Ridho di sini agak bingung dengan sikap kalian berdua. Aku harap kalian berdua bisa berhenti bertengkar untuk saat ini dan tolong jelaskan kepadanya, apa artinya menjadi pahlawan dari kuil tertentu."

Mendengar apa yang dikatakan Ahmad, kedua gadis itu saling melotot, sebelum melepaskan lengan Ridho. Keduanya sekali lagi saling memandang dan berbicara.

"Bagaimana kalau aku menjelaskan situasinya, tentu saja orang barbar sepertimu tidak akan bisa menjelaskannya dengan baik."

"Heh, aku yakin kamu tidak akan bisa menjelaskannya sama sekali karena otakmu sebesar dada kamu, praktis tidak ada."

Ahmad melihat kedua gadis itu terus bertarung, menghela nafas saat dia sekali lagi turun tangan.