Oleh: Manggala Kaukseya
Waraney, kebanyakan dari kami mungkin tak terlahir atas pernikahan antara ibu dan ayah, namun bukan berarti kami tak lebih terhormat ketimbang mereka yang menjadi garis utama dari keluarganya. Tiap darah yang kami tumpahkan, baik dari lawan atau dari tubuh kami, menetes demi kasih sayang Kalpataru.
***
Ah singa… benar-benar sebuah mahakarya. Hewan yang merajai singgahsananya, menggambarkan kebanggaan dengan rambut lebatnya yang terkibas-kibas dibawa angin. Bahkan kaum wanita mereka memuja keindahannya.
Tak ada binatang yang lebih pantas untuk menggambarkan rasa hormat dan bangga yang diberikan pada kami, sekumpulan tuama (laki-laki terhormat) yang menggenggam pusaka dari api, sebuah senjata yang meneriakkan keindahan di tiap tebasannya. Ah... mendengar namanya saja siapapun sudah bisa merasakan kecantikannya, Santi.
***
"Semuanya sudah siap, kak~"
"Adikku terkasih, mulai langkah ini sejarah akan mengingat keluarga kita sebagai yang terbaik, bahkan Tuan Agung Amartya kuyakin akan bangga mendengar kisah kita."
"Tentu saja, tak ada satupun yang mampu menghalangi impian kakak, dan mimpi itu… kini juga jadi mimpiku juga."
"Biarlah setangkai tawa'ang ini menjadi saksi pertama kita, dengan janji suci sebagai jubah yang menyelimutinya."
"Bersama, selamanya."
"Bersama, selamanya."