webnovel

Chapter 14

Setelah menunggu sekitar tiga puluh menit, akhirnya terlihat mobil dengan lambang dan bendera klan Shamus memasuki halaman kediaman keluarga Shamus. Seluruh pelayan sudah berbaris di depan rumah untuk menyambut kedatangan sang pemilik rumah yang sudah lama meninggalkan kediaman klan Shamus.

"Selamat datang kembali, tuan dan nyonya besar!" ucap seluruh pelayan bersamaan saat terlihat pasangan turun dari mobil.

"Lama tidak bertemu, semuanya!" ucap Adela yang mengembangkan senyuman cerianya. Senyuman Adela terlihat semakin ceria saat ia melihat putra yang sudah lama tidak ia lihat dan langsung berlari dan memeluk putra kesayangannya itu. "Ibu sangat merindukanmu, Aric!"

Aric tersenyum lembut lalu membalas pelukan ibunya. "Aku juga, ibu. Selamat datang kembali. Ayah juga," ucap Aric saat melihat Jayden yang berjalan mendekati anak dan istrinya.

Jayden menganggukkan kepala lalu mengelus kepala putranya dengan lembut. Setelah Adela melepaskan pelukannya, pasangan itu akhirnya menyadari kehadiran Alecia yang sedang bersembunyi di belakang Aric dengan memeluk kaki putra mereka.

Adela langsung berlutut di hadapan Alecia sambil tersenyum ceria. "Kamu pasti Alecia."

Alecia menanganggukkan kepala. Sikap Alecia yang sedang bersembunyi di belakang Aric dengan mata merah yang terlihat besar itu membuat Adela sangat tersentuh dengan gadis di hadapannya ini. 'Bagaimana bisa ada anak semanis ini!'

"Cia, kau tidak perlu takut. Mereka orang tua kak Aric, dan orang tuamu mulai sekarang," ucap Aric.

"Benar, sayang. Kamu tidak perlu takut, aku Adela Halu Shamus. Panggil saja mama," ucap Adela sambil mengelus kepala Alecia dengan lembut.

Jayden yang sedari tadi terdiam akhirnya berlutut di depan gadis kecil yang menatapnya dengan wajah pucat. Ia tersenyum lembut kepada putri bungsunya itu. "Aku Jayden Aland Shamus. Selamat datang di keluarga Shamus, Alecia Zoain Shamus."

Alecia yang mendapatkan sambutan hangat dari kedua orang tua barunya itu tidak bisa menahan air matanya. "Uwaaahhh…"

Alecia tidak pernah menyangkah jika orang tua Aric akan memberikan sambutan hangat kepadanya. Adela yang melihat Alecia menangis langsung memeluk putri kecilnya itu untuk menenangkannya. "Semua sudah baik-baik saja. Kamu sudah berjuang untuk tetap bertahan. Sekarang, tidak akan ada yang berani melukaimu."

Adela mengangkat Alecia yang masih menangis dalam pelukannya. Jayden mengelus kepala Alecia untuk membantu menenangkannya. "Tenang saja, sekarang tidak akan ada yang berani melukaimu."

Aric yang melihat itu merasa senang. Karena sekarang tidak akan ada yang berani melukainya. Melihat Alecia dalam pelukan ibunya, membuat Aric merasa senang dengan Alecia. Karena gadis kecil ini seharusnya mendapatkan kasih sayang seperti ini. Bukan menjadi bahan penghinaan.

"Oh, Takeo dan Belyn juga ada di sini. Maaf karena bibi baru menyadari kalian," ucap Adela sambil tetap mengelus punggung Alecia untuk menenangkannya.

"Ah, tidak masalah bibi. Kebetulan kami juga akan pulang," ucap Takeo.

"Eh? Kenapa tidak ikut makan siang bersama kami?" tanya Adela.

"Mungkin lain kali, bibi. Saya ada panggilan mendadak dari lapangan dan Belyn dipanggil orang tua kami," ucap Takeo.

"Begitu … kalau begitu biar Jade mengantarkan kalian," ucap Jayden.

"Baik, tuan."

"Terima kasih, paman dan bibi. Kami pulang dulu," ucap Takeo sambil menggandeng tangan Belyn lalu berjalan mengikuti Jade.

Adela, Aric dan Jayden berjalan masuk ke rumah dengan Alecia yang masih tersendu-sendu dalam pelukan Adela.

Kini keluarga Shamus tengah duduk di meja makan untuk makan siang bersama. Jayden sebagai kepala keluarga duduk di kursi yang ada di ujung meja makan, tempat yang biasa di tempati Aric. Sedangkan Adela duduk di sebelah kanan Jayden, Aric duduk di sebelah kiri dan Alecia duduk di sebelah Adela.

"Astaga … kamu menangis keras sekali," ucap Adela sambil memberishkan sisa air mata di wajah Alecia dan tertawa kecil.

"Bagaimana Aric, kau sudah menemukan pengawal dan guru privat untuk Alecia?" tanya Jayden yang memulai pembicaraan sambil menunggu makanan mereka tiba.

"Untuk pengawal, aku sudah minta bantuan Morgan untuk memilih pasukan terbaik kita. Kalau untuk guru privat…" Aric terlihat ragu untuk mengatakannya.

Jayden yang melihat sikap putranya itu menatap Aric dengan ekspresi bingung. "Apa ada masalah?"

"Hah … sudah aku duga pasti karena masalah 'itu', benar bukan Aric?" tanya Adela.

Kini tatapan Jayden tertuju kepada istrinya. "Apa maksudmu?"

"Kau ini bagaimana … tentu saja tidak akan ada yang menolak kesempatan sebagai guru privat klan Shamus. Tapi, masalahnya pasti yang melamar lebih banyak wanita, bukan? Aku yakin sembilan puluh persen melamar untuk melihat langsung wajah putraku yang tampan dan jangan sekali terlihat di publik. Tentu saja, aku tidak akan setuju dengan guru yang hanya memiliki niatan buru seperti itu," ucap Adela kesal.

Melihat istirnya yang terlihat kesal itu, membuat Jayden menjadi semakin bingung. "Bukankah itu akan lebih baik? Dengan begitu, Aric juga bisa mencari pasangan."

"Kau ini … hah … aku tidak masalah Aric berkencan dengan siapapun. Tapi, bukan dengan wanita yang memiliki akal busuk. Apa kau lupa dengan keadaanmu yang dulu?" tanya Adela.

Mendengar hal itu, Jayden langsung terdiam dan hanya bisa mengembuskan napas pelan. "Kenapa pembicaraannya tiba-tiba berubah menjadi mempermasalah pasanganku? Aku masih belum memikirkan hal itu," ucap Aric.

"Tenang saja, sayang. Jika itu memang keinginanmu, kami tidak akan memaksa," ucap Adela sambil tersenyum ceria. "Dan untuk masalah guru privat Alecia. Kenapa tidak kamu sendiri yang mengajari Alecia langsung?"

"Apa kak Aric akan mengajarkan Cia langsung?" tanya Alecia dengan semangat.

Melihat Alecia yang terlihat bersemangat, Aric hanya bisa terdiam. Ia ingin sekali langsung menganggukkan kepala dan mengajari Alecia secara langsung. Namun, ia masih ada banyak pekerjaan yang harus ia urus. Terutama keadaan monster yang bermutasi. Sehingga ia harus mulai mempersiapkan pasukannya.

Jayden yang mengerti kebingungan Aric mengeluas kepala putranya lembut. "Kau baru saja kembali dari pelatihan lima tahun. Agap saja mengajari Alecia menjadi bagian dari waktu istirahatmu. Ayah akan tinggal di selama beberapa bulan sebelum kembali ke markas. Jadi, kau bisa lebih tenang."

"Hah … baiklah," ucap Aric.

"Kau dengar itu, Alecia? Kak Aric akan menjadi guru privatmu," ucap Adela.

"Benarkah? Cia akan belajar dengan giat!" ucap Alecia.

"Baiklah, kita akan mulai kelas besok siang," ucap Aric dan langsung di jawab dengan anggukkan penuh semangat dari Alecia.

Setelah itu, makanan mereka akhirnya tiba dan mereka langsung menyantap makan siang mereka dengan suasana yang ceria. Aric yang merasakan suasana ceria di ruang makan berubah dan sangat berbeda dari biasanya membuat Aric tidak bisa berhenti tersenyum menatap adik perempuannya.

***

Setelah selesai makan siang, Adela mengajak Alecia untuk berbelanja berbagai pakaian bersama Aric. Awalnya Aric menolak, karena ia merasa jika demamnya kembali naik. Namun, karena mendapatkan puppy eyes dari adik kesayangannya. Sehingga Aric tidak bisa menolak dan mengikuti ibu dan adiknya.

Sedangkan Jayden sedang berdiskusi bersama Morgan mengenai pengawal untuk Alecia. Karena, tubuh Aric yang terasa lemas, sehingga selama di toko pakaian, ia hanya diam dan memperhatikan ibunya memilihkan pakaian untuk adiknya. Sebelum berbelanja, Aric mengubah warna rambut dan matanya menggunakan alat buatannya untuk menghindari keributan karena warna mata dan rambutnya yang begitu mencolok.

Aric mengubah warna rambut dan matanya menjadi hitam dan matanya menjadi merah seperti mata Alecia. Alecia yang melihat penampilan Aric menjadi sangat takjub, karena ini pertama kalinya ia melihat penampilan Aric yang berbeda. Meskipun penampilan Aric terlihat berbeda, namun pria itu masih terlihat mencolok dengan tinggi dan wajah tampannya.

Sehingga, ia menjadi pusat perhatian setiap kali berjalan memasuki toko. "Ibu … ini sudah toko ke sembilan. Mau berapa toko lagi?" tanya Aric yang mulai kelelahan mengikuti ibu dan adiknya.

"Oh ayolah, Aric. Ini masih sedikit, kita masih harus membeli banyak barang untuk Alecia," ucap Adela.

Aric hanya bisa mengembuskan napas pelan saat melihat Alecia yang keluar dari ruang ganti dengan senyuman ceria dan tidak terlihat kelelahan sama sekali. "Hah … setidaknya, mereka senang," gumam Aric.

Karena Adela dan Alecia akan mencoba beberapa pakaian lagi, dan kemungkinan mereka akan keluar dari toko itu sekitar dua sampai tiga jam lagi, Aric memutuskan untuk menutup matanya, dan berharap rasa pusing di kepJadeya akan menghilang saat ia bangun.

Namun, baru beberapa menit ia menutup matanya, tiba-tiba alarm tanda kemunculan monster berbunyi di distrik Emporia. Seketika Aric langsung membuka matanya dengan perasaan kesal dan mengutuk monster yang mengganggu waktu istirahatnya. "Hah … ibu, tolong jaga Alecia. Aku akan memeriksa keadaan."

Adela menganggukkan kepala. "Baiklah, hati-hati."

Setelah itu, Aric berjalan meninggalkan toko pakaian dan langsung disambut oleh beberapa pelayan yang mereka bawa. "Kalian berdua, lindungi ibu dan Alecia. Kau laporkan ke markas."

"Baik, tuan muda!"

Sekali lagi, Aric mengembuskan napas pelan lalu mengeluarkan masker hitam polos untuk menutupi wajahnya. Beruntung hari ini ia mengubah warna rambut dan matanya. Sehingga, ia hanya membutuhkan masker untuk menutupi setengah wajahnya. Aric memeriksa lokasi kemunculan monster melalui jam tangannya dan berdecak kesal.

"Kenapa selalu ada monster yang muncul di dekatku?"

Aric langsung berlari menuju lokasi monster yang tidak begitu jauh dari lokasinya. Ia hanya berharap jika para Weirless yang bekerjasama dengan pasukan pertahanan itu akan datang lebih cepat kali ini, terutama setelah mendapatkan alat pendeteksi pergerakan monster dari markas.

Setelah tiba di lokasi kemunculan monster, Aric merasa sedikit lega saat melihat tiga Weirless yang sudah bertarung. Namun, ia juga cukup terkejut dengan monster yang kali ini muncul. Monster ular yang bahkan lebih besar dari gedung lima lantai sedang bertarung dengan tiga Weirless.

"Hah … sepertinya aku perlu membiasakan diri dengan mutasi monster-monster ini," ucap Aric.

Monster yang sedang di lawan tiga Weirless itu juga termasuk dalam monster mutasi. Itulah kenapa Aric harus mulai membiasakan diri jika muncul monster mutasi lain…

Belum selesai Aric membiasakan pikirannya memperhatikan pertarungan ketiga Weirless itu. Tiba-tiba tanah di sekitarnya bergetar dan muncul satu lagi monster yang sama dengan monster yang di lawan ketiga Weirless itu. 'Sial! Hah … kepalaku semakin pusing.'

Bersambung…

Terima kasih telah mengikuti cerita ini

Sampai jumpa lagi

Like it ? Add to library!

DementiviaKcreators' thoughts