webnovel

Andi - Asisten Rumah Tangga

Jika dibilang menjadi asisten rumah tangga adalah hal yang memalukan

Sini ngomong langsung ke saya

Pekerjaan ini saya cintai walau di usia senja ini

Mata pencaharian inilah yang membuat saya mempunyai uang untuk menikah, memiliki rumah kecil dengan 2 kamar, cukup untuk dua anak ku yang masih kecil-kecil

Majikan saya sangat baik kepada saya, mereka terdiri dari 3 orang, yang kupanggil Eyang, Pak Kusnadi, dan Den Bayu

Ketika lebaran tiba pun saya diperbolehkan mengambil waktu seminggu untuk kembali ke kampung halaman malah saya diberi THR plus ongkos pulang.

Demi menyekar dan memberi sedikit rezeki untuk saudara saya yang kurang mampu.

Akan tetapi semuanya berubah, mereka menjadi sangat dingin kepada saya. Hal ini terjadi setelah mereka bertiga pulang dari tempat yang jauh, menggunakan mobil fortuner favorit mereka.

Seturunnya dari mobil mereka tampak tidak ceria seperti dulu, dan wajahnya pucat pasi. Sebagai ART profesional tentu saya menyapa mereka, tapi tidak mereka balas.

Gerbang yang biasanya saya tutup pun, Pak Kusnadi yang menutupnya mendahului saya.

Bingung bercampur panik, apa salah saya, akankah saya dipecat.

Tanpa bergurau, mereka langsung masuk kamar masing masing tanpa meminum teh yang sudah saya siapkan.

Malam itu saya tidur dengan tidak tenang, bahkan yang biasanya saya whatsapp istri pun, tidak terpikir malam ini.

Kucoba untuk tidur, agar bisa bangun sebelum subuh untuk bersih bersih.

Suara ayam pun menggema tanda pagi telah datang, langsung saya bersiap siap keluar untuk menyapu halaman.

Sebelum itu, saya menyiapkan 2 kopi hitam dan satu teh manis karena majikan saya setelah subuh selalu meminum itu.

Ada waktu sebentar sebelum mulai membersihkan halaman, saya menyempatkan untuk nonton tivi dulu 5 menit seperti biasa, untuk mengikuti kabar terbaru.

"Pemirsa terjadi kecelakaan Fortuner malam tadi, dengan korban meninggal 3 orang"

Aku langsung shock mendengar berita ini, tapi aku bersikap positif dan lanjut untuk membersihkan halaman depan.

Sebelum keluar halaman, ternyata Eyang sudah duduk di kursi kesayangannya yang didepannya sudah ada kopi.

Wajahnya pucat dan sedih, tidak ada kata2 yang terucap.

"Izin nyapu depan rumah, Eyang" bilangku pelan takut membangunkan yang lain

Aku buka pintu menuju ke halaman, sambil sendikit mencuri pandang ke Eyang, wajahnya semakin pucat dengan mata yang melalak seperti akan lari dari lubang matanya.

Saya pun takut karena teringat berita tadi pagi dan bergegas menutup pintu.

Sedikit demi sedikit sapu saya menggesek tanah yang penuh dengan dedaunan, saya kumpulkan di dekat bawah pohon mangga.

Terdengar suara berisik dari dalam rumah, dan tanpa aku sadari Eyang, Pak Kusnadi dan Den Bayu sudah di depan pintu.

Mereka melihatku dengan tatapan yang sama seperti Eyang subuh tadi.

Aku yang takut bercampur cemas pun berkata:

"Eyang, Pak, Den ada apa?" suara ku gemetar hanya bisa berkata itu seadanya.

Pak Kusnadi memecah keheningan, melontarkan kata

"Pak Andi?"

Saya pun menjawab "nggeh" secara otomatis

Wajah mereka makin pucat, tapi Pak Kusnadi maju lebih mendekat

"Pak, bapak belum pulang? Kenapa masih disini?"

Makin bingung saya pun bilang "Ini kan rumah kedua saya pak, kenapa saya disuruh pulang?"

Pak Kusnadi membalas "Pak, bapak lupa apa yang terjadi 3 hari lalu?"

Saya pun mencoba mengingat, 3 hari lalu mereka pergi ke puncak untuk berpesta, dan menyuruh saya untuk pulang dulu ke rumah.

Akan tetapi saya menolak dan tetap ingin tidur disini, "disini mah aman pak, daripada dirumah nanti diomelin istri terus" jawab saya dengan jenaka

Akhirnya mereka pergi pagi hari, saya pun hari itu tetap sibuk membersihkan rumah dari dapur hingga belakang gerbang.

Malam harinya saya sangat lelah hingga ketiduran di ruang tamu, pada saat setengah sadar itu ada bunyi kunci pintu bergerak keatas kebawah seperti kesulitan membuka pintu.

Lalu saya encoba bangun, "ah Pak Kus kok cuma sehari, katanya 2 harian" gumamku

Ketika aku membukakan pintu, pengelihatan ku langsung gelap, dan aku lupa apa yang terjadi hari itu, seingat saya langsung terdengar bunyi fortuner dan saya samperin ke gerbang.

Mendengar itu wajah pak Kus yang tadinya tegang menjadi lebih lembut dengan air mata yang ditahan, seraya berkata

"Pak Andi, Bapak telah wafat 3 hari lalu, bapak ditikam perampok dan tidak ada bantuan dari tetangga" intonasinya sedikit marah

"tapi berkat bapak perampok yang panik itu langsung pergi" lanjutnya

Saya yang tidak percaya mencoba mengingat kembali, dan tetap masih tidak percaya juga.

Fajar menyingsing, cahaya matahari pelan pelan menyinari kaki ku, dan saya lihat ternyata cahaya itu tembus hingga ke tanah

Akhirnya saya menerima kenyataan bahwa saya telah tiada.

Pak Kus kembali berkata "apa ada penyesalan yang tertinggal sehingga bapak belum bisa pulang?"

Saya menarik nafas panjang lalu menghembuskanya agar lebih tenang

"Pak, mungkin satu satunya penyesalan adalah saya belum bilang terimakasih kepada Eyang dan Pak Kus, yang telah menolong saya dalam segi moral maupun finansial"

Aku pun melirik Den Bayu yang mengintip ku sambil berlindung dibalik rok Eyang

"Den Bayu makasih juga ya, sekolah yang rajin ya" bilang ku pelan agar tidak menakuti majikanku yang masih di sekolah dasar itu

Matahari semakin menaik, dan mulai menembus leherku

Saya yang sudah kehabisan kata kata hanyabisa membungkuk kepada mereka sambil menunggu sang surya meleburkan tubuh ini...