webnovel

Unbelievable

Entah sudah berapa kali Awan mondar-mandir ke kamar mandi sejak tadi. Belum ada 30 menit dari toilet, dia kembali lagi menyambangi tempat itu.

"Kamu kenapa sih kok dari tadi bolak-balik ke kamar mandi terus?", tanya Pak Yosua yang capek sendiri ketika melihat Awan yang sedari tadi sering mondar-mandir ke kamar mandi.

"Saya cukup deg-degan dan tegang Pak. Terlebih lagi cuaca yang dingin membuat saya menjadi lebih ingin pergi ke kamar mandi", sahut Awan.

Pak Yosua sudah menduga hal tersebut sedari tadi. Sebenarnya hal ini wajar saja karena memang hari ini adalah hari yang penting dan pasti bersejarah bagi mereka. Tepat pada jam 09.00 pagi waktu Inggris, mereka akan mulai pertemuan pertama dengan para perwakilan dari Oxford University untuk kegiatan penelitian.

"Kalau kamu masih tegang dan gugup, saya sudah menyiapkan teh hangat dan kamu tinggal menyeduhnya saja. Di kulkas juga ada madu kalau kurang suka teh tawar", ucap Pak Yosua memberikan nasehat.

"Memangnya bisa membantu ya, Pak?", tanya Awan nampak masih sedikit ragu.

"Untuk membuktikannya, kamu harus mencobanya sendiri", sahut Pak Yosua.

Awan kemudian pergi ke mini dapur untuk membuat teh hangat yang ditawarkan oleh Pak Yosua. Memang tidak akan langsung menjadi tenang, namun setidaknya teh mampu untuk membuat pikiran lebih rileks.

"Gimana?", tanya Pak Yosua.

"Lebih baik dari tadi", sahut Awan sembari meneguk air teh yang ada di mulutnya.

"Memang tidak mudah untuk mengontrol perasaan kita saat diperhadapkan dengan hal-hal besar yang akan kita hadapi. Apalagi di situasi seperti ini, tentu siapapun akan merasa takut dan khawatir, bahkan bagi seseorang yang sudah berumur 30 an seperti saya. Tetapi percayalah, bahwa semua akan baik-baik saja, meskipun tentu saja tetap akan ada hal-hal yang terjadi di luar rencana", ucap dosen muda itu memberikan nasehat kepada muridnya supaya bisa lebih tenang.

"Bagaimana caranya kita menghadapi hal yang terjadi di luar rencana kita?"

Pak Yosua menyandarkan tubuhnya di kursi sembari menarik nafas sejenak. "Gimana ya? Setiap orang sebenarnya berbeda-beda cara menyikapi hal tersebut, tergantung pada kondisi psikis dan sekitarnya. Setiap kali saya menghadapi hal itu, tentu reaksi pertama adalah terkejut, entah itu marah atau sennag. Kalau yang terjadi ternyata hal yang menyenangkan, tentu saya akan merasa jauh lebih bahagia, tetapi jika tidak menyenangkan maka saya akan marah dan sedih. Namun yang terpenting adalah reaksi setelahnya, Wan

Kalau kamu terlalu fokus pada reaksi awal, maka akan sangat sulit bagi kita untyk melangkah maju. Entah kita terjebak pada rasa bahagia ataupun sedih, itu sama-sama bebahaya bagi kehidupan kita sendiri. Tetapi ada satu cara bagi kita untuk tidak terlalu sedih saat terjadi hal yang tidak diinginkan"

"Memangnya ada caranya?", tanya Awan penasaran.

Pak Yosua mengangguk. "Jangan berekspektasi terlalu tinggi. Banyak orang bilang bermimpilah setinggi mungkin, tetapi kalau menurut saya bermimpilah setinggi jendela kamar. Kenapa? Supaya kita bisa menempelkan mimpi itu dan mengingatnya terus menerus. Kalau kamu tidak berekspektasi terlalu tinggi, maka ketika impian itu bisa terlaksana, kita bisa merasa sangat bahagia. Namun ketika hal itu tidak sesuai dengan ekspektasi, maka kita tidak akan merasa terlalu sakit hati. Hal itu dikarenakan kita sudah mengantisipasi kemungkinan paling buruk di awal. Ya sama seperti kita punya asuransi, kalau kita sakit bisa berobat dengan lebih tenang meskipun sakit itu bukan hal yang menyenangkan".

Cukup lama mereka berdua mengobrol di ruang tamu hotel sampai bu Tina mengetuk pintu barulah mereka selesai mengobrol.

"Terimakasih ya Pak Yosua, sudah mau membantu dan mengerti apa yang saya alami, bahkan sampai hal yang mungkin belum tentu akan saya ceritakan kepada orang lain. Bapak dulu belajar psikolgi juga ya?", ucap Awan seraya menyelipkan candaan.

Pak Yosua tersenyum, "hahaha saya jujur ga pernah belajar psikolgi secara langsung, tetapi memang sedari dulu saya sudah tertarik belajar tentang karakter seseorang. Mungkin karena hal itu saya bisa membaca apa yang sedang dialami oleh seseorang meskipun saya sebenarnya tidak ingin ikut campur secara langsung apalagi jika itu bukan orang terdekat saya atau orang yang tidak saya kenal"

Pasukan dari Indonesia itu kemudian langsung bergegas pergi ke Oxford University. Pertemuannya akan diadakan malam nanti, jadi mereka harus bergegas sejak pagi hari supaya mempunyai waktu istirahat yang cukup, terlebih lagi cuaca di Inggris memang dikenal sering berubah-ubah.

"Agenda hari ini apa saja ya Bu Tina? Saya hanya ingat hari ini akan presentasi dan selebihnya tidak terlalu ingat karena belum membaca ulang rundownnya", tanya Awan.

"Hari ini agendanya kita membahas apa saja yang akan dilakukan dalam beberapa waktu ke depan. Kemudian setelah presentasi, selebihnya akan diisi dengan perkenalan supaya lebih mudah dalam melakukan penelitian", ucap Bu Tina menjelaskan agenda hari itu kepada Awan.

Mereka bertiga memilih naik kereta daripada taksi untuk menuju ke Oxford. Karena jasa taksi jauh lebih mahal dibandingkan kereta. Jadi meskipun harus berjalan sedikit lebih dibandingkan naik taksi, tetapi dana yang dihemat bisa jauh lebih banyak. Bahkan tarif taksi di Inggris berada di urutan ke delapan dalam kategori biaya taksi termahal di dunia, yaitu berkisar 158,3 ribu Rupiah untuk jarak 5 km saja. Jika naik taksi, tidak terhitung berapa biaya yang akan dikeluarkan. Karena jarak dari London ke Oxford adalah sekitar 90 km jauhnya.

Setelah sekitar 5 jam perjalanan lamanya, mereka akhirnya sampai di Oxford. Mereka kemudian menuju ke tempat yang sudah disiapkan oleh panitia. Mereka menginap di Mercure Oxford Eastgate Hotel. Jarak dari Hotel menuju ke Oxford University tidak terlalu jauh, yaitu hanya 400 m saja.

Puas mengisi energi dengan tidur dan makan malam, Awan, Pak Yosua dan Bu Tina kemudian langsung bergegas menuju ke salah satu kampus terbaik di dunia itu. Mereka memakai pakaian selayaknya bagaimana ada pertemuan resmi.

"Baru kali ini saya berpenampilan rapi semenjak menjadi anak Teknik Sipil", ujar Awan bercanda sembari seolah merapihkan jas yang dia pakai.

Bu Tina ikut tertawa, "kamu benar sekali, Wan. Sedikit aneh memang untuk tampil seperti ini setelah sekian lama hanya memakai kaos atau kemeja santai saat pergi ke kampus"

Aura klasik langsung terasa ketika mereka sampai di depan pintu gerbang Universitas Oxford. Bangunan megah yang dibangun sejak ratusan tahun lalu itu masih berdiri dengan kokoh. Bangunan yang nampak di internet ternyata tidak sesuai karena kenyataannya area Oxford University begitu luas, bahkan bisa dibilang lebih dari satu komplek perumahan di Indonesia.

"Akhirnya gue sampai juga di sini dan bisa berdiri di sini. Dahulu ini hanya mimpi belaka yang hanya berkunjung saja rasanya sangat mustahil. Tetapi sekarang, gue di sini, siap mencetak sejarah", ucap Awan yang tidak hentinya merasa tidak percaya dengan semua yang dia alami saat ini.