webnovel

Sebuah Rencana Perjalanan

Jam sudah menunjukkan pukul 02.00 am, namun mata ini masih belum juga ingin terpejam. Pikiran dipenuhi dengan beragam hal yang tidak bisa diucapkan oleh lisan. Perasaan sepi menanungi diri meskipun di ruangan itu dia tidak sedang sendiri. Sudah terlalu lama dia berdiam tanpa arti.

"Ceklek", suara pintu kosan terbuka.

"Lo mau kemana Wan?", tanya Albert yang sedang bermain mobile legends di atas kasur kesayangannya.

"Gua hanya keluar sebentar untuk mencari udara segar", sahut Awan sambil membawa handphone dan earphone yang ada di tangannya.

Ada satu tempat yang cukup untuk menjadi lokasi dirinya merenung dan menyendiri jika sudah banyak pikiran yang menyerang, yaitu balkon kosan. Tidak banyak anak-anak yang berkeliaran di luar kamar jika sudah jam segitu, apalagi untuk bercanda dan nongkrong di balkon. Kalau sampai hal itu terjadi, siap-siap saja ada suara peringatan dari pemilik kosan.

Ruangan yang tadinya sedikit ramai dengan suara Albert yang sedang bermain mobile legends dengan teman onlinenya, kali ini berubah menjadi tempat yang sunyi dan tenang. Tidak ada suara apa-apa yang terdengar selain beberapa kendaraan yang masih lewat. Ini adalah sebuah tempat yang sangat tepat untuk berdiam diri dan menjauh dari keramaian.

Meskipun sepi dan sendirian, tetapi Awan sangat suka dengan suasana tersebut. "Lebih enak untuk berbicara dengan diri sendiri dan juga dengan Tuhan", katanya ketika ditanya mengapa suka ke balkon.

Lelaki itu hanya memandangi langit tanpa suara. Cukup lama dia memandangi langit. Entah dia sedang memikirkan sesuatu atau hanya mencari bintang yang memang tidak terlihat. Maklum saja, namanya juga kota Jakarta, mana ada bintang di malam hari yang bisa terlihat dengan jelas. Selain polusi karena asap, polusi cahaya juga menghalangi pandangan untuk melihat susunan bintang. Tetapi itu cukup tergantikan dengan susunan lampu kota yang terlihat indah dari atas.

"Aku sungguh tidak tahu apa yang sedang engkau rencanakan untukku, Tuhan. Sudah lama ini terjadi, tetapi masih tetap saja tidak berubah keadaannya", ucap Awan kepada Tuhannya sembari memandangi kota yang terlihat di hadapannya.

Dia kemudian duduk di sebuah kursi yang ada di balkon tersebut. Terlihat lelaki itu mengangguk-ngangguk seakan menikmati musik yang sedang dia dengarkan.

"Baaa"

"Astaga", seru Awan yang sangat kaget.

Ternyata Albert yang datang menghampiri. Dia terlihat sangat puas tergambar dari ketawanya yang tidak berhenti, tentu saja tanpa suara.

"Anjir lo bert, ngagetin gua aja", ucap Awan yang terlihat sedikit kesal.

Albert masih berusaha untuk meredakan ketawanya.

"Lagian lo terlihat banyak pikiran, jadi daripada kesambet makhluk halus, mendingan gua kagetin aja sekalian", sahutnya mengelak.

Awan menarik nafas supaya kembali tenang. "Lo ngapain sih ikutan kesini juga?"

"Harusnya gue sih yang tanya duluan. Kenapa lo bengong di sini dari tadi? Ada masalah ya?"

Awan menggeleng.

"Ayolah, lo gak bisa nutupin hal itu dari gue. Inget Wan, kita udah berkawan sejak SD sampai sekarang kita udah semester 5 kuliah. Jadi gue tahu karakter lo dan sifat lo", sahut Albert yang tetap kekeh dengan pendapatnya.

Awan memang tidak bisa mengelak dari Albert, terutama jika dia ada masalah. Sudah pasti sahabatnya itu akan tahu apa yang dia rasakan.

"Iya deh si paling mengerti gue. Terimakasih lo karena segitu kenalnya lo sama gue. Lo gak tiba-tiba jadi suka sama gue dan kemudian diam-diam mengamati gue kan?"

Albert terkejut ketika mendengar pertanyaan yang spontan keluar dari mulut Awan. Dia yang sedang minum air tiba-tib atersedak akibat pertanyaan bodoh itu.

"Hah, gimana-gimana? Gue mau memastikan aja apa yang lo katakan barusan. Lo bilang gue tiba-tiba suka sama lo dan ngamatin lo diam-diam? Buset dah, siapa juga yang kaya gitu. Udah kaya kagak ada cewek aja di luaran sana", sahut Albert mengklarifikasi.

"Gini lo Wan, kalau lo emang masih suka sama dia, ya udah lah kejar dia. Ngapain dibiarin? Udah 2 tahunan loh ini, dan lo masih suka aja sama dia", seru Albert sembari menepuk-nepuk pundak temannya.

Ingin rasanya Awan bertanya balik kepada Albert, kenapa dia juga bisa tahu apa yang sedang dipikirkannya malam itu. Tapi kalau dia bertanya lagi, pasti sahabatnya itu akan kembali menyombongkan diri lagi dan lagi.

"Tapi dia kan jauh di Jogja Bert", sahut Awan dengan nada lesu.

Albert sedikit merasa iba melihat kawannya itu, dia kemudian mencoba untuk memberikan solusi. "Kenapa lo gak yang kesana untuk nyamperin dia aja? Anggap aja sekalian bertemu dengan teman-teman yang lain. Udah lama lo kita udah gak bertemu dengan mereka sejak kita pindah ke tempat ini"

'Terus gimana caranya gue bisa ketemu dengannya?"

Lelaki itu menghela nafas, "Ya lo ajak ketemuan lah. Kalau misalnya lo berharap kebetulan atau keajaiban, ya coba aja lo jalan-jalan ke Malioboro atau kemana sambil berharap Tuhan mempertemukan kalian. Tapi kalau udah lebih dari 3 hari ga ada perkembangan, sebaiknya lo ajak ketemuan aja dia."

"Emangnya dia mau tiba-tiba gue ajak dia ketemuan?", tanya Awan ragu.

Albert diam sejenak, dia berpikir apa yang ditanyakan oleh temannya itu ada benarnya. Mana ada orang yang gak merasa aneh untuk diajak ketemuan ketika sudah lama tidak bertemu dan tidak ada komunikasi yang intens.

"Ahh gue punya ide", seru Albert seakan membawa harapan baru.

Awan langsung excited ketika mendengar ucapan dari temannya itu. "Ide apaan Bert?"

Albert kemudian beranjak mendekati Awan sembari merangkul bahu temannya itu. Dia kemudian membisikkan idenya.

"Jadi gini, kita kan sekarang ada channel Youtube yang memang isi kontennya ada short movie. Kenapa lo gak coba ajak dia aja ketemuan untuk membahas tentang syuting short movie? Jadi mulai dari sekarang lo coba ajak dia via Whatsapp. Tapi lo harus pastikan dia mau. Baru deh setelah selesai syuting, lo bisa ajak dia jalan-jalan berdua aja".

Awan tampak mendengarkan dengan sungguh-sungguh penjelasan yang disampaikan oleh Albert. Nampaknya nasehat yang diberikan oleh temannya itu sangat masuk akal dan sangat membantu.

"Gimana ide gue? Bagus kan?", tanya Albert dengan muka sombongnya.

"Thank you Bert", sahut Awan sembari tersenyum.

"Dari raut wajah lo aja gue udah tahu kalau lo senang dengan ide yang gue berikan. Emang ya, lo itu sangat tidak bisa untuk menutupi atau menyembunyikan apa yang sedang lo rasakan", sahut Albert.

Awan hanya tertawa mendengar ledekan sahabatnya.

"Ya udah gih, mending sekarang lo pikirin tuh gimana caranya untuk mengajak dia supaya mau ikut terlibat dalam pembuatan film kita. Tenang, kali ini gua bakalan yang mengambil porsi lebih besar dalam pembuatan skenarionya. Lo cukup fokus sama tugas lo aja. Gue pergi ke dalam sekarang", ucap Albert sembari menepuk pundak Awan lagi dan dia kemudian melangkah pergi ke dalam kamar lagi.