webnovel

Safe Flight

"Kuberandai engkau di sini, mengobati rindu ruai"

"Dalam sunyi kusendiri meratapi perasaan yang tak jua didengar"

"Tak kenapa bila rasa ini tumbuh sendirinya"

"Tak berdaya diri bila di antara"

"Walau itu hanya bayang-bayangmu"

"Senyumanmu yang indah bagaikan candu"

"Ingin terus ku lihat dari jauh"

"Kini kusadari semua hanya mimpiku yang berhayal akan bisa bersamamu"

Tulisan di atas adalah sebagian dari lirik lagu berjudul "Halu" karya Feby Putri NC. Sebuah lagu yang punya makna mendalam dan luas. Lagu ini juga yang sedang didengarkan oleh Awan dini hari itu. Di kursi tua di teras balkon itu, dia duduk dengan earphone yang terpasang di kedua telinganya. Pikirannya kacau, hatinya bimbang, ingin rasanya dia berteriak marah, tetapi di sisi lain ada rasa bahagia karena sudah ada satu tangga yang membantunya untuk meraih impian masa kecilnya.

Di tengah situasi yang campur aduk, tidak ada hal lain yang bisa menenangkan pikirannya selain mendengarkan musik dan menyendiri. Udara yang mulai dingin diiringi angin yang berhembus tidak membuat lelaki itu kembali beranjak. Dia hanya terdiam berhias sunyi yang melanda. Sesekali dia menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Dia ingin bersamaan dengan hembusan nafas panjangnya, terbuang juga beragam pikiran kacaunya.

Di dalam diam itu, dia sedang mencoba untuk menggali lebih dalam lagi kira-kira mana yang harus dia turuti dan jalani esok hari. Dia harus segera memutuskan tetapi juga tidak ingin terlalu terburu-buru dan justru berakhir dengan penyesalan. Tetapi jika dia terlalu lama, itu akan membuat Albert kebingungan.

Suara kendaraan bermotor sudah mulai ramai terdengar, diiringi sinar surya yang merekah menembus celah pepohonan dan jendela. Albert sudah sibuk dengan dirinya karena sebentar lagi akan berangkat ke bandara, begitu juga dengan Awan.

"Ayo Wan, udah mepet nih waktunya. Kita bangun agak sedikit terlambat, semoga saja masih bisa sampai tepat waktu", seru Albert kepada Awan yang juga sedang menata berganti pakaian.

"Iya-iya, lo mending tunggu di bawah dulu aja", sahut Awan sembari mengenakan celana panjang yang memang bawahnya ukurannya kecil.

Setelah semua siap, Awan menyusul Albert ke lantai 1 dengan lari menyusuri satu per satu anak tangga. Rasa takut terpleset sudah tidak ada lagi di pikirannya. Berbeda dengan saat pertama kali dia datang, yang masih takut-takut untuk lari melewati tangga. Tetapi sesuai pepatah, bisa karena biasa. Karena mereka berdua sudah seringkali bangun kesiangan, membuat mereka terpaksa berlari dari lantai atas.

"Mobilnya udah sampai?", tanya Awan dengan nafas terengah-engah.

"Kalau dari aplikasi harusnya sebentar lagi sampai", sahut Albert dengan raut muka tegang.

Dengan perasaan deg-degan dan ketegangan yang merasuki tubuh, mereka menunggu di depan halaman kosan. Halaman itu cukup luas untuk kendaraan masuk, termasuk mobil pribadi.

Lima menit berselang, akhirnya datanglah sebuah mobil berwarna perak.

"Dengan mas Albert ya?", tanya sopir itu dari dalam mobil dnegan kaca terbuka.

"Iya Pak, saya Albert", sahut Albert meyakinkan sopir taksi online.

Setelah memasukkan semua barang keperluan, mereka berangkat. Karena tahu bahwa sepertinya harus segera sampai di tujuan, sopir taksi online itu langsung berusaha mengebut dan menyelinap seperti ular di tengah lalu lintas yang sedang. Kalau pagi hari jam segitu memang harus pintar-pintar memilih jalan supaya bisa berjalan cepat.

Kira-kira tiga puluh menit perjalanan, akhirnya mereka sampai juga di Bandara Soekarno-Hatta. Mereka kemudian bergegas mengeluarkan barang bawaan dari dalam bagasi mobil.

"Terimakasih ya Pak", seru Albert dan Awan kepada sopir taksi online tersebut.

"Iya sama-sama Mas. Semoga penerbangannya lancar dan sampai di tujuan dengan selamat", sahut sopir taksi online itu sembari memberikan doa.

Awan dan Albert tersenyum, "Iya Pak, hati-hati juga di jalan pulang".

Kedua pemuda itu kemudian berjalan dengan cepat memasuki kendaraan. Setelah melakukan proses pengecekan dan lain-lain, mereka menunggu di ruang tunggu. Mereka berdua menghela nafas lega karena tidak telat.

"Jangan lupa sarapan", ucap Awan kepada Albert sembari memberikan satu bungkus roti yang ukurannya cukup besar.

"Thanks", sahut Albert.

Salah satu kunci supaya perjalanan nyaman adalah, jangan biarkan perutmu lapar. Begitulah moto hidup mereka berdua. Maklum saja, sedari kecil mereka memang sudah terbiasa untuk sarapan. Kalau tidak ada nasipun, mereka akan tetap mengisi perut dengan roti.

"Selamat pagi, kepada para penumpang penerbangan nomor 46 tujuan Bandara Internasional Yogyakarta mohon melakukan boarding dari gerbang C1, dan mohon persiapkan pas naik Anda dan pastikan Anda membawa semua barang bawaan Anda. Terima kasih", suara petugas yang memberitahu pengumuman keberangkatan.

Albert dan Awan kemudian melihat tiket untuk memastikan. Ternyata itu adalah nomor penerbangan mereka.

"Gue berangkat dulu ya, Awan", ucap Albert sembari menepuk pundak sahabatnya itu.

"Hati-hati dan jangan lupa berdoa. Jangan lupa juga untuk mengabari kalau sudah sampai. Maaf ya karena gue gak bisa ikut. Titip salam untuk Eunike. Sampaikan permintaan maafku juga", sahut Awan.

"Iya nanti gue kabarin kalau sudah sampai dan juga akan gue sampaikan salam lo ke dia. Lo sendiri harus fokus sama penelitian ini, dan jangan sampai keputusan dan kesempatan ini lo sia-siakan. Gapai apa yang menjadi tujuanmu", jawab Albert yang juga memberikan semangat kepada sahabatnya itu supaya tidak sedih.

Setelah berpamitan, Albert kemudian langsung masuk ke dalam pesawat dan Awan kembali pulang dengan perasaan kecewa karena tidak bisa ikut.

Karena waktu sudah mepet juga, Awan kemudian langsung memesan ojek online yang menuju ke kampus. Karena sekarang hanya dia sendiri, jadi lebih hemat jika menaiki ojek online, lebih hemat dan lebih cepat.

Sesampainya di kampus, dia langsung berjalan dengan cepat supaya tidak telat. Setelah melewati beberapa lantai dengan lift, sampailah dia di ruangan Ketua Prodi Teknik Sipil.

"Selamat pagi Pak, ini saya Awan", seru pria itu sembari mengetuk pintu.

"Silakan masuk Wan", sahut Ketua Prodi.

"Silakan duduk"

"Baik Pak", sahut Awan menganggukan kepala.

"Mau teh atau kopi?", ucap Ketua Prodi itu menawari minuman.

"Kopi saja Pak, saya kurang tidur", sahut Awan langsung menentukan pilihan.

Ketua Prodi Teknik Sipil itu bernama Pak Totok. Beliau adalah orang yang lucu dan sangat ramah sehingga hal inilah yang membuatnya bisa berbicara tidak terlalu kaku dengan para muridnya.

"Maaf ya kalau tadi malam mengganggu waktu tidurmu. Tadi pagi saya baru baca pesan dari Pak Yosef, katanya karena lupa, beliau menghubungi kamu jam-jam segitu", ujar Pak Totok seraya menyerahkan kopi kepada Awan.

Awan menerima kopi itu dan kemudian menghirup aromanya. Memang aroma kopi saat pagi hari sangat nikmat.

"Tidak apa-apa Pak, saya juga belum tidur tadi malam waktu Pak Yosef menelepon", sahut lelaki itu sembari sesekali menyeruput kopi.

"Okelah kalau begitu, jadi kita langsung ke intinya saja ya", ucap Pak Totok.

Kini perasaan sedih itu sudah perlahan menghilang. Sekarang yang ada adalah perasaan antusias untuk mengetahui lebih lanjut mengenai proyek penelitian ini. Karena dari tatanan mejanya, sepertinya Pak Totok sangat serius untuk membicarakan hal ini.

Entah apakah ini adalah pilihan yang terbaik, tetapi apapun itu Awan sudah siap menghadapi konsekuensinya. Dia sudah bertaruh selama ini dan salah satunya demi bisa masuk ke Oxford University. Meskipun situasi dan saatnya kurang tepat, tetapi dia yakin ini juga sudah jalan yang ditentukan oleh sang Illahi.