webnovel

Saatnya Memulai

Oxford masih diselimuti udara yang dingin meskipun sudah memauki summer, terlebih lagi bagi orang Indonesia seperti Awan, Pak Yosua dan Bu Tina. Di tengah cuaca yang dingin itu, mereka bersama dengan para peneliti dari Oxford University memulai penelitian untuk pembuatan beton ringan dari bahan bekas yang banyak terdapat di Inggris. Sampah atau limbah yang paling banyak ada di Inggris tidak jauh berbeda dari negara-negara lainnya, yaitu plastik, makanan, dan kaca. Meskipun jumlahnya tidak sebanyak negara-negara seperti India, China, dan bahkan Indonesia, namun limbah-limbah tadi juga menjadi permasalahan serius bagi pemerintah Inggris. Oleh karena itu, para peneliti terus melakukan uji coba untuk mengolah limbah-limbah tadi.

"Terima kasih atas waktu yang kalian berikan untuk mau ikut bekerja sama dengan kami dalam penelitian ini", ucap Gordon selaku salah satu peneliti daro Oxford University kepada pihak dari Indonesia.

Gordon di sini bukanlah seorang chef yang sering muncul di televisi dalam acara memasak. Gordon yang itu adalah Gordon Ramsey, kalau yang ini adalah Alexander Gordon. Dia merupakan dosen Structure Engineering di Oxford University saat ini. Dalam kegiatan itu dia sebagai dosen pendamping sama seperti Pak Yosua dan Bu Tina. Selain dirinya, salah satu dosen pendamping dari Oxford University adalah Mrs. Hailee. Dia juga menjabat posisi yang sama seperti Mr. Gordon, dan merupakan salah satu dosen jurusan Civil Engineering di kampus tersebut.

"Justru kamilah yang merasa sangat terhormat atas kesempatan ini. Kami yang hanyalah berasal dari universitas baru di Indonesia merasa sangat senang, antusias, gugup, sekaligus terhormat saat pertama kali mendengar tawaran penelitian ini. Rasanya seperti mimpi bisa melakukan hal ini bersama dengan tenaga pendidik dari salah satu universitas ternama dan terbaik di dunia", sahut Pak Yosua yang merendahkan hati.

Mrs. Hailee tersenyum lalu menimpali kalimat Pak Yosua, "kalian terlalu merendah, padahal punya kemampuan yang hebat. Kami tidak memandang seberapa lama universitas kalian berdiri, tetapi dari track record tenaga pendidiknya serta kualifikasi mahasiswanya. Memang betul bahwa kami ada koneksi yang membantu menghubungkan kami dengan kalian, namun jika kalian tidak sesuai dengan standar yang telah kami tetapkan, maka kami juga tidak akan mengundang dan mengajak kalian dalam penelitian ini. Jadi jangan merasa gugup atau tidak percaya diri, karena ini adalah kerja kolektif"

"Jujur saja kami memang merasa gugup, tetapi kami akan berusaha mengerahkan sebaik mungkin kemampuan yang kami miliki serta akan bekerja sama dengan kalian semua. Tetapi jujur pada awalnya ini semua seperti mimpi. Bahkan kami hanya berani memimpikan bekerja sama dengan universitas lainnya di Indonesia dan tidak pernah ada di bayangan kami untuk bisa bekerja sama dengan universitas dari luar negeri, bahkan dari negara tetangga kami yaitu Singapore", sahut Bu Tina mengungkapkan perasaannya.

Baru kali ini orang dari luar negara di Eropa bisa diajak berbasa-basi. Ini juga termasuk strategi yang dilakukan supaya suasana bisa menjadi lebih cair dan tidak ada sekat lagi di antara mereka. Namun apa yang diucapkan oleh kedua dosen dari Indonesia itu adalah kenyataan. Bagi sebuah universitas yang baru saja berdiri tentu ekspektasi yang dibuat tidak setinggi itu, meskipun keinginan itu ada, namun biasanya yang realistis untuk dicapai terlebih dahulu. Biasanya mereka akan berusaha memperkenalkan kampus mereka kepada lembaga pendidikan lainnya di negara mereka supaya bisa lebih dikenal di negara sendiri. Mereka sadar bahwa di negara sendiri saja masih banyak yang belum tahu tentang mereka, apalagi dari universitas atau lembaga pendidikan lainnya di luar negeri.

"Lihatlah mereka, saling merendah dan saling berbasa-basi. Padahal kita sudah siap dari tadi dan seakan dilupakan", ucap Robert kepada Awan.

Robert merupakan mahasiswa dari Oxford University yang terpilih untuk mengambil bagian dari kegiatan itu. Dia dikenal ramah, mampu bekerja sama, dan yang paling penting adalah pintar. Justru yang paling sering mengajak ngobrol terlebih dahulu adalah Robert dibandingkan Awan. Padahal orang dari negara barat dikenal cuek dan menyapa terlebih dahulu. Tetapi sepertinya hal itu tidak berlaku bagi mahasiswa Oxford itu.

Awan merespon candaan dari teman barunya itu, "kamu benar, baru kali ini aku juga melihat orang dari kalangan kalian bisa berbasa-basi. Maaf kata dan bukannya bermaksud menyinggung, tetapi kalian memang sudah dicap orang yang cuek oleh masyarakat Asia, khususnya masyarakat Asia Tenggara. Jadi melihat situasi ini adalah sebuah hal yang sangat langka dan belum perah aku dapatkan sebelumnya."

Robert mengangguk mengerti perasaan teman barunya itu. Dia kemudian merespon perkataan Awan.

"Aku sudah tahu hal itu dan bisa memahami mengapa dari tadi aku perhatikan kamu tersenyum sendiri melihat kejadian ini. Memang hal yang sangat langka terjadi, tetapi mereka berdua adalah dosen yang lucu, dan sangat bersahabat dengan para mahasiswanya. Meskipun teman kami sekelas cukup banyak, tetapi mereka berdua adalah salah dua dosen yang masih mau menyempatkan diri untuk berdiskusi dan menjawab pertanyaan dari kami semua."

"Jadi mereka di kelas sering mengajar sambil bercanda? Maksudku adalah mereka tetap bisa melucu saat mengajar?", tanya Awan lagi kepada temannya itu.

Robert mengangguk, "ketika mereka mengajar, kelas terasa menyenangkan dan tidak membosankan karena sepanjang kelas kami memiliki porsi tertawa yang banyak. Namun hal itu bukan berarti mereka hanya melucu dan tidak mengajar, tetapi cara mereka mengajar benar-benar unik. Itulah mengapa mereka menjadi dosen favorit bagi mahasiswa Civil Engineering di universitas kami."

Awan mengangguk paham, "jadi begitu ternyata. Akhirnya aku mengerti mengapa mereka terasa berbeda dari orang-orang bule yang biasanya aku temui."

"Kalau kedua dosenmu itu?", sekarang giliran Robert yang penasaran.

Awan mencoba memikirkan kata apa yang tepat dan bagaimana mendeskripsikan kedua dosennya itu.

"Mereka sebenarnya di kelas jarang melakukan inisiatif untuk melucu, tetapi yang kami suka adalah bagaimana mereka sabar saat menjelaskan dan mau menerima masukkan, pertanyaan serta curhatan para mahasiswanya. Sebenarnya kami cukup susah kalau mau melemparkan jokes kepada mereka, karena terkadang mereka itu serius. Barulah ketika kami bilang itu bercanda, mereka mengerti", sahut Awan berusaha menjelaskan sebaik mungkin.

"Kalau selalu dibawa serius sangat membosankan dong?", tanya Roberts.

"Sebenarnya tidak membosankan juga. Entah mengapa rasanya sangat nyaman saat mereka mengajar dan apa yang mereka ajarkan bisa kami pahami dengan mudah. Beruntungnya adalah mereka mau untuk ikut dengan gaya bahasa serta candaan kami yang kadang mereka juga belum tentu mengerti. Tetapi mungkin karena sifat kebapakan serta keibuan yang mereka miliki membuat mahasiswanya merasa nyaman dan aman", sahut Awan lagi untuk kedua kalinya. Dia berusaha menjelaskan dengan kata yang tepat.

Mereka kemudian berjalan menuju ke ruang lab khusus Civil Engineering yang tidak jauh dari mereka berdiri sekarang. Sebelumnya mereka bertemu terlebih dahulu dengan Ketua Program Studi Civil Engineering Oxford University untuk berkenalan sekaligus meminta restu kalau di Indonesia. Setelah mendapat sambutan hangat dari pimpinan program studi, mereka langsung menuju ke markas utama.

"Kalau begitu kamu cukup dekat dengan mereka berdua?", tanya Robert dalam perjalanan menuju lab kepada Awan.

Awan mengangguk, "bisa dibilang seperti itu. Mereka berdua sudah seperti ibu dan ayah bagiku, karena setiap ada permasalahan di kampus aku sering sekali cerita dengan mereka. Meskipun mereka tidak selalu memberikan solusi secara langsung, tetapi mereka tetap mau mendengarkan cerita dariku yang mungkin menurut mereka itu konyol"

"That is good, bro. You have a good lecturer", sahut Robert sembari menepuk pundak temannya itu.

"What about You?", tanya Awan kepada Robert gantian.