webnovel

Mematahkan Ekspektasi

Di dalam kamarnya, Awan masih memikirikan bagaimana cara yang tepat untuk menghubungi Eunike. Apa kata yang tepat untuk membuka pembicaraan setelah kira-kira 2 tahun tidak ketemu dan jarang mengobrol? Haruskah dirinya langsung menelepon dan memberitahukan tujuannya untuk mengajak gadis itu ikut bergabung dalam proyek film pendek yang dibuatnya? Ataukah dia harus berbasa-basi terlebih dahulu sebelum dia masuk ke inti pembicaraan?

Jika dia melakukan basa-basi, ada rasa takut di hati Awan bahwa Eunike akan berpikiran Ia sok kenal dan sok dekat, atau paling parah akan berpikiran aneh. Tetapi jika Ia langsung masuk ke inti pembicaraan, dirinya takut bahwa gadis itu akan mengira dirinya tidak sopan karena bukannya menanyakan kabar terlebih dahulu tetapi justru langsung masuk ke inti pembicaraan.

Cukup lama pria itu terdiam menatap langit-langit kamar yang gelap karena lampu sudah dimatikan. Sudah jam 03.00 lebih, jadi wajar saja jika teman sekamarnya sudah tidur terlelap meskipun besok tidak ada jadwal kuliah pagi. Tidak juga menemukan cara, akhirnya dia mencoba untuk mencari informasi melalui internet. Jari tangannya asyik menscroll layar hingga menemukan jawaban yang tepat. Meskipun sudah hampir 5 menit dia berkutat dengan layar handphone dan bacaan yang panjang, lelaki tersebut tetap tidak menemukan apa yang dicari. Karena sudah sangat mengantuk ditambah semangatnya yang sudah mulai surut, akhirnya tidak ada pilihan lain yang bisa diambil selain mengistirahatkan badan.

"Gimana, lo udah coba ngomong belum ke Eunike?", tanya Albert sembari membawa segelas kopi panas di tangannya.

Awan menggeleng kepala dengan lemas.

Albert menghela nafas sejenak. Dia tahu bahwa temannya itu masih belum menghubungi wanita yang ingin ditemui, dan pasti ada masalah yang sedang dialami.

"Kenapa kok belum? Lo pasti bingung ya apa yang akan dibicarakan dan bagaimana membuka pembicaraan setelah lama tidak saling berkomunikasi lewat panggilan suara maupun video call?"

"Gue males jawab pertanyaan itu sih, karena apa yang lo tebak mayoritas benar"

"Kali ini gue gak mau kasih banyak solusi, karena ingin lihat seberapa cakap lo berkomunikasi dengan perempuan. Tapi jangan juga terlalu lugas dan sangat jelas kalau lo ingin ketemuan. Tanya aja gimana kabarnya dulu, habis itu perlahan lo masuk ke inti pembicaraan", sahut Albert mencoba memberikan solusi untuk sahabatnya yang sedang kebingungan.

Awan terdiam sejenak dan terlihat masih mencoba untuk merenungkan saran yang diberikan oleh Albert.

"Gue hanya kasih saran sih, tapi lo sendiri yang harus memutuskan mau memakainya atau tidak. Paling gak, gue sih berharap saran ini bisa lebih ngebuka pikiran lo yang sedang mampet dan kebingungan", sahut Albert yang kemudian pergi ke depan untuk menikmati secangkir kopi sembari memandangi hutan beton di hadapannya.

Setelah berpikir cukup lama sembari menyusun kata-kata yang tepat, akhirnya Awan memberanikan diri untuk menghubungi Eunike. Meskipun awalnya dia tampak ragu-ragu apakah akan menekan tombol bersimbol gagang telepon atau tidak. Setelah terjadi peperangan antara hati dan otak, akhirnya dia menghubungi Eunike terlebih dahulu.

Dibalut rasa deg-degan yang luar biasa, lelaki itu setia menunggu wanita itu menjawab panggilannya.

"Halo, ini Awan ya?", sahut wanita itu dari seberang telepon.

Albert tertawa kecil ketika melihat temannya akhirnya berani untuk menghubungi wanita yang disukai. Dia yang lelah melihat Awan yang tidak juga segera menjawab, akhirnya memberikan sebuah kode supaya dia segera untuk menjawab pertanyaan dari Eunike.

"Eh iya, ini aku Ke", sahut Awan sedikit kaku dan terbata-bata.

"Ohh Awan. Ada apa Wan, tumben banget nih kamu nelpon? Biasanya juga hanya chat", sahut Eunike lagi.

"Mampus, gue harus jawab apa ini?", ucap Awan di dalam hati.

Lelaki itu menarik nafas sejenak untuk menenangkan diri. "Emm iya Nik, soalnya ada yang ingin aku sampaikan. Sebelumnya kamu apa kabar? Di sana situasi sudah baik-baik aja kan?"

"Iya, Puji Tuhan sudah jauh lebih baik. Kabarku juga baik kok. Kamu sendiri apa kabar?", tanya Eunike balik.

"Kabarku juga baik. Situasi di sini juga sudah baik-baik saja. Padahal sebelumnya aku kira virus ini gak akan mereda", jawab Awan.

"Syukurlah kalau gitu"

Sangat terlihat jelas bahwa Awan sudah tidak tegang lagi dan mulai menikmati obrolan. Padahal tadinya dia terlihat sangat gugup dan selalu berpikiran bahwa tidak akan mampu mengobrol dengan tenang.

"Oh iya, sebelumnya juga akum au nanya nih, kamu lagi sibuk tidak? Kalau masih sibuk, mending nanti saja", tanya Awan memastikan supaya tidak mengganggu Eunike jika memang sedang ada pekerjaan atau kesibukkan yang lain.

"Emm gak ada kok. Kerjaanku sudah banyak yang beres, karena aku pingin liburan di liburan kali ini. Sudah lama aku tidak menjalani liburan, jadi aku berusaha untuk menyelesaikan semua tanggung jawab yang sudah perusahaan berikan. Memangnya kenapa? Kayanya penting dan panjang nih kalau kamu udah nanya begitu. Apalagi kamu yang tidak pernah menelepon tiba-tiba menelepon", jawab Eunike sembari meledek.

"Hehehe, iya deh maaf kalau lama gak nelpon. Karena kamu ada waktu senggang, jadi mending aku langsung saja ke intinya"

Setelah menarik nafas sejenak, Awan mulai memberitahukan alasannya untuk menelepon Eunike, "Jadi aku ingin mengajak kamu untuk terlibat dalam pembuatan film pendekku yang kebetulan juga akan syuting di Yogyakarta"

"Mengajak aku syuting? Kenapa?", tanya Eunike penasaran.

"Iya Nik. Sebenarnya aku juga sudah melakukan diskusi dengan temanku Albert untuk hal ini. Kebetulan drama Natal kita dua tahun lalu masih ada di Youtube. Jadi karena kami memang ingin menampilkan orang-orang yang masih belum dikenal banyak oleh publik, untuk itu kami mencoba untuk mencari-cari. Setelah mencoba untuk mencari-cari, aku jadi teringat tentang satu orang yang masih belum dianalisis, yaitu kamu. Akhirnya aku nunjukkin ke Albert video pentas drama kita, dan setelah melakukan diskusi, akhirnya kamulah yang terpilih", sahut Awan mencoba untuk menjelaskan dengan tenang dan sebisa mungkin tidak terlihat niatnya untuk bertemu.

"Ohh jadi gitu. Kira-kira filmnya nanti tentang apa?", tanya Eunike kembali.

"Aku masih belum bisa cerita terlalu banyak, yang jelas tentang percintaan remaja. Tetapi nanti kalau semuanya sudah siap, aku akan memberitahu dirimu. Intinya sebelum kami pergi ke Yogyakarta, kami akan memberikannya. Supaya kamu bisa belajar terlebih dahulu dan memahami karakternya"

"Ohh oke. Terus itu syutingnya kapan kira-kira?", tanya gadis itu lagi sembari mengunyah makanan yang terdengar dari seberang telepon.

Awan kemudian mencoba untuk melihat kalender akademiknya, supaya bisa menyesuaikan. "Kira-kira satu bulan lagi. Kebetulan juga kami ada libur satu bulanan. Mumpung ada waktu libur, jadi kami mencoba memanfaatkannya untuk mengambil gambar di luar Jakarta"

"Baiklah kalau begitu. Aku juga ada libur kemungkinan sekitar satu minggu pada pertengahan atau akhir bulan. Jadi ambil waktu di antara tanggal-tanggal itu saja", sahut Eunike memberitahu.

"Baiklah Bu", sahut Awan sembari tertawa.

Albert yang masih duduk di luar tersenyum-senyum sendiri mendengar percakapan sahabatnya itu.

"Dasar pembohong. Katanya tadi gugup, tapi sekarang teleponan sambil keatawa-ketiwi", gumam Albert sambil tertawa.