webnovel

Impian Anak Kecil

"Semua manusia berhak untuk bermimpi dan mempunyai rencana dalam hidupnya, terlepas dari besar atau tidaknya. Tetapi siapa sebenarnya yang menentukan apakah impian itu besar atau tidak? Setiap orang punya takarannya masing-masing. Bisa saja apa yang menurut kita kecil, bisa jadi bagi orang lain bernilai sangat besar.

Dalam setiap rencana pasti akan selalu ada hambatan dan tantangan supaya rencana itu tidak bisa terlaksana. Bahkan tidak jarang rencana yang sudah kita buat dengan seksama, bisa tertunda atau bahkan tidak terlaksana dikarenakan beberapa hal yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Kalau sudah begitu, pasti akan ada orang yang berbicara demikian, "mengapa tidak membuat rencana b, c, dan seterusnya?"

Inilah kehidupan, tidak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Namun, yang terpenting adalah respon dari setiap manusia dalam menyikapi hal tersebut. Mampukah dia untuk menghadapi hal tersebut atau tidak."

Awan terdiam sejenak ketika membaca sebuah kalimat tersebut di akun Twitter nya. Sepertinya alam semesta memang tahu apa yang sedang laki-laki etrsebut rasakan. Dia mencoba membaca lagi tulisan tersebut dengan seksama sembari mencoba mengerti maksud dari tulisan itu. Ditemani oleh langit Jakarta yang sudah mulai berubah menjadi jingga dan ditemani segelas kopi, Awan memandangi seluruh area di sekitarnya.

Lelaki itu mencoba untuk merenungi kembali apa maksud dari semua ini. Dia mencoba menggali-gali lagi ke dalam hati dan pikirannya untuk menemukan jawaban. Di tengah proses kontemplasinya, dia teringat akan satu momen di masa kecilnya.

****

Ruang kelas diiringi suara gaduh para murid. Di tengah keriuhan itu, Awan hanya duduk di pojokan, berdiam diri. Dirinya tengah asyik membaca buku tentang daftar universitas terbaik di dunia beserta sejarah dan prestasinya. Saat itu Awan masih kelas satu SMP. Sama seperti murid lainnya, dia adalah murid baru. Belum banyak anak-anak seusianya yang dia kenal. Hanya satu atau dua orang saja, itupun masih samar-samar. Bagi anak yang pemalu, memang cukup susah untuk langsung cair di lingkungan baru.

Suara riuh para murid kemudian berubah menjadi sunyi dan suasana menjadi tenang saat salah satu guru memasuki ruang kelas.

"Selamat pagi anak-anak", sapa guru itu sesaat setelah memasuki ruang kelas.

"Selamat pagi Bu", sahut anak-anak kompak.

Guru itu tampak tidak membawa banyak buku seperti guru-guru pada umumnya. Hanya ada satu buku yang dia bawa, dan sepertinya itu juga bukan buku pelajaran.

"Perkenalkan, nama saya adalah Bu Herawati, panggil saja Bu Hera. Saya di sini tidak mengajar, namun saya bekerja di bidang konseling dan pengembangan diri bagi siswa dan siswi di sekolah ini. Sebelum saya menjelaskan lebih jauh tentang apa itu bimbingan konseling dan pengembangan diri, saya ingin berkenalan dengan kalian satu per satu. Saya ingin tahu nama kalian, asal, dan cita-cita. Mengapa saya tidak menanyakan alasan kalian masuk ke sekolah ini? karena bagi saya itu tidak penting. Sudah sangat jelas bagi setiap anak yang datang ke sekolah adalah untuk belajar. Entah itu dalam bidang akademik maupun bukan", ucap guru itu menjelaskan.

Satu per satu murid maju ke depan memperkenalkan diri. Ada yang berasal dari dalam kota, ada juga yang berasal dari luar kota. Banyak juga ragam cita-cita yang ingin di raih oleh anak-anak di dalam kelas itu. Ada yang ingin menjadi artis, dokter, pilot, dan masih banyak lagi. Terasa menyenangkan ketika bisa mendengar banyak anak-anak yang mempunyai cita-cita dalam hidupnya tanpa harus dikekang.

Setelah beberapa murid maju ke depan, tibalah saatnya dimana Awan maju ke depan untuk memperkenalkan diri. Anak laki-laki dengan badan yang cukup gempal itu perlahan mulai memperkenalkan diri. Tampak sekali dari raut wajahnya bahwa dia malu-malu, namun bu Hera yang berdiri di sampingnya mencoba untuk meyakinkannya.

"Halo semua, perkenalkan nama aku Awan. Saya berasal dari Seputih Raman, dan cita-cita saya adalah menjadi engineer hebat di masa depan. Kemudian saya juga punya cita-cita kuliah di luar negeri", ucap Awan memperkenalkan siapa dirinya.

Bu Hera yang berdiri di sampingnya cukup terkejut saat Awan memperkenalkan diri, terutama ketika menyebutkan cita-citanya.

Setelah semua murid selesai memperkenalkan diri, Bu Hera menepati janjinya untuk menyampaikan materi yang sudah dia siapkan. Tampak para murid sangat menikmati kelas tersebut karena Bu Hera menjelaskan dengan sangat baik dan sesuai dengan usia anak-anak kelas satu SMP pada umumnya.

Selesai kelas, Bu Hera menghampiri Awan sambil berkata, "nanti saat istirahat kamu datang ke ruangan saya ya"

"Untuk apa ya Bu?", tanya Awan penasaran.

"Ada yang ingin Ibu bicarakan denganmu"

Bel istirahat berbunyi. Dibaluti rasa penasaran yang membuncah di hati, Awan melangkah menuju ruangannya Bu Hera.

"Permisi Bu", ucap Awan dengan sopan.

"Hey Awan, terimakasih sudah mau datang. Silakan duduk", sahut Bu Hera dengan ramah.

Awan melihat ke sekeliling ruangan, sambil berusaha untuk mencari topik pembicaraan jika nanti suasana berubah menjadi canggung.

"Kamu pasti sedikit takut ya?", tanya Bu Hera langsung ke intinya.

"Jujur saja iya Bu", sahut Awan malu-malu.

Bu Hera tersenyum, setelah meneguk air mineral, beliau kembali berbicara. "Wajar saja kalau kamu takut, karena ruang BK itu identik untuk anak nakal. Padahal itu semua bohong, karena hari ini kamu diundang kemari bukan karena hal itu"

"Jadi?"

Ibu guru itu menghela nafas dan memperbaiki posisi duduknya, kemudian menjelaskan maksudnya. "Ibu terkesan dengan perkenalanmu, terutama saat kamu ingin menjadi engineer dan ingin masuk ke dua universitas top dunia. Kalau boleh tahu, kenapa ya? Tenang saja, Ibu tidak akan menghakimi. Ibu hanya ingin tahu supaya siapa tahu bisa memberikan solusi dan saran untukmu."

Awan kemudian mencoba untuk menjelaskan dengan nada sedikit terbata-bata. Dia menjelaskan kenapa ingin menjadi seorang engineer dan ingin kuliah di luar negeri. "Saya ingin menjadi engineer karena ingin ikut terlibat dalam pembangunan. Saya awalnya hanya membaca-baca salah satu buku yang tidak sengaja saya temukan di perpustakaan saat SD. Buku tersebut menjelaskan tentang jenis-jenis engineer dan dampaknya bagi pembangunan. Dari sana saya terkesan dan memutuskan untuk menjadi seorang engineer, terutama yang bekerja dalam pembangunan gedung-gedung.

Lalu baru kemarin ketika sedang berkunjung ke perpustakaan, saya menemukan buku yang menjelaskan tentang universitas top dunia. Saya sangat terkesan dengan gedung-gedungnya, dan setelah saya lihat ada banyak universitas top dunia yang ada jurusan engineer. Imajinasi saya melayang pada video di tv tentang suasana luar negeri. Itulah alasan saya mempunyai cita-cita tersebut."

Sembari sesekali meneguk air mineral, Bu Hera mendengarkan dengan seksama penjelasan dari Awan. Setelah anak laki-laki itu selesai bercerita, guru itu diam sejenak sembari mencerna cerita dari Awan.

Setelah memahami apa yang diinginkan oleh Awan, Bu Hera kemudian mulai menjelaskan tentang apa itu engineer dan engineering sebenarnya, termasuk bidang-bidangnya. Kemudian beliau mencoba membimbing Awan untuk memilih kampus yang diinginkannya. Cukup lama mereka berdua berbincang mengenai kampus dan ap aitu engineer.

"Baik Bu, saya sudah memutuskan kampus mana yang ingin saya capai ke depannya. Saya ingin kuliah di Oxford University. Saya suka dengan desain gedungnya, sejarahnya, dan profil lulusannya. Memang MIT juga kampus yang bagus, tetapi entah mengapa hati saya ingin pergi kuliah di Oxford University", ucap Awan dengan nada optimis kepada Bu Hera.

Bu guru itu tersenyum senang saat melihat ada anak muridnya yang gigih dan punya cita-cita berbeda dengan yang lainnya.

****

Dering telepon membuyarkan khayalan Awan yang kembali ke masa lalunya. Ternyata Albert yang meneleponnya. Sudah pasti itu adalah masalah kerjaan dan Yogyakarta. Setelah mengobrol dengan Albert, Awan kembali merenung.

"Ternyata ini semua ada hubungannya dengan masa lalu gue. Ternyata Tuhan sepertinya menjawab impian polos dari anak kecil itu sekarang", ucap Awan dengan suara lirih yang hanya bisa terdengar oleh dirinya.

Memang terkadang kita tidak tahu kapan cita-cita akan tercapai. Bisa saja saat kita sudah tidak memikirkannya dan merasa tidak bisa lagi digapai, justru Tuhan memberikan jawaban yang tidak pernah diduga sebelumnya. Terkadang memang rencana Sang Kuasa tidak pernah bisa ditebak oleh umat-Nya. Kita sebagai umat-Nya hanya bisa menjalaninya sembari berusaha mensyukuri apa yang ada.