webnovel

17

Randy menjauhkan dirinya dari Luna, lalu ia mengulurkan tangannya dengan sedih. Waktunya sudah tiba, dimana tembok besar nan kokoh menghalangi mereka.

"Luna, maukah kamu berteman denganku?" tanya Randy serius dengan tatapan sendunya.

Luna kembali menangis, air matanya tidak lagi bisa terbendung. Kini, ia hanya bisa berteman dengan pria yang dicintainya itu. Tak ada lagi cinta, tak ada lagi canda, dan tak ada lagi rasa. Luna membalas uluran tangan Randy, dan menjawabnya.

"baiklah, mari kita berteman." balas Luna mengeratkan genggaman tangannya pada Randy.

"terima kasih" ucap Randy dengan senyumnya.

Luna tidak tahan, ia kembali memeluk Randy dengan erat. Seakan ia tidak ingin lepas darinya, begitupun Randy. Mereka meluapkan perasaan mereka disana, Randy pun mengecup kening Luna penuh perasaan.

Selesai dengan perasaan mereka, Randy mengajak Luna kembali ke aparteman. Hari sudah hampir pagi, tidak baik bagi Luna jika terus berada di luar. Merekapun akhirnya kembali ke aparteman pukul 1 malam.

.

.

.

.

.

Hari yang cerah untuk semua, tapi entah kenapa hari ini membuat Luna menekuk wajahnya dalam. Senyum yang ia keluarkan adalah paksaan, sejak tadi wajahnya murung.

Luna sedang di perjalanan menuju butik dimana ia akan melakukan fitting gaun pengantin, bersama Rudy di sampingnya. Namun perasaannya seakan menolak untuk ikut, ia memaksakan apa yang hatinya tidak inginkan.

"ada apa Lun? Kok diam aja?" tanya Rudy heran.

"gak apa-apa" balas Luna singkat dan terkesan ketus.

Rudy mengernyit lalu setelahnya ia paham kenapa Luna bersikap seperti itu, itu karna ia tidak ingin melakukan semua itu.

"apa sebenci itu lo sama gw, sampe gak mau liat gw?" tanya Rudy sinis.

"entahlah, raga gw disini tapi pikiran dan hati gw melayang jauh." jawab Luna dengan kekehannya.

"lo pasti maunya ngelakuin semua ini sama Randy kan?" tanya Rudy terkesan sinis.

Luna tidak menjawab ia hanya diam, dan tidak perduli dengan apa yang Rudy katakan.

"kenapa si Lun? Kenapa lo gak bisa buka hati lo buat gw? Apa sesulit itu menerima gw? Gw kurang apa si di banding Randy?" tanya Rudy beruntun.

Luna berbalik menatap Randy datar, sesaat kemudia ia kembali mengalihkan pandangannya keluar jendela.

"ngebuka hati gak semudah membalikan tangan, lo emang gak kurang apapun. Mungkin takdir yang gak milih lo buat jadi orang yang terukir di hati gw, terkadang untuk membuat semua orang bahagia kita harus mengorbankan senyuman kita sendiri." jelas Luna dengan sendu.

Rudy terdiam, tangannya terkepal erat. Ia benar-benar kesal mendengar jawaban Luna, namun sesaat kemudian tatapan sedihnya muncul.

"apa gak ada kesempatan buat gw Lun?" tanya Rudy lagi penuh harap.

"gw gak tau, yang jelas saat ini hanya Randy yang menguasai perasaan gw." jawab Luna yakin.

Mereka akhirnya sampai di butik pengantin, Luna turun dari mobil dan memasuki butik meninggalkan Rudy di belakangnya.

"ternyata lo emang bukan milik gw Lun, sakit hati gw liat lo malah ngejauh." gumam Rudy sedih.

Rudy menghampiri Luna yang sedang memilih gaunnya, lalu ia juga ikut memilih beberapa setelan jas. Mencari yang sesuai, akhirnya Rudy mendapatkan tuxedo hitam dan jas putih khas pengantin. Lalu ia melirik Luna yang masih sibuk memilih, Rudy memilih menunggu.

Luna bingung harus pilih gaun yang mana, karna di matanya semua sama saja. Sesaat ia mengingat Randy, dan tatapannya berubah sendu.

"kalo aja ini pernikahan kita Ran, gw pasti dengan senang hati mencoba semua gaun ini." gumam Luna dengan sedih.

Akhirnya Luna memilih asal gaun di depannya, dan untuk saja semuanya cocok dengan tubuh Luna yang ramping.

"udah pilihnya?" tanya Rudy.

Luna mengangguk, merekapun pergi meninggalkan butik menuju mansion Rudy.

Rudy dan Luna melangkah bersama memasuki mantion, disana ada Randy yang sedang mempersiapkan halaman belakang sebagai tempat pernikahan dan resepsi nanti.

"kalian udah pulang?" tanya Randy dengan senyumnya.

"iya, udah siap semua dek?" balas Rudy dengan senyumnya.

"80% siap" jawab Randy sedikit sendu.

"ya udah gw mau ke ruangan ayah dulu, ada yang harus di urus." pamit Rudy, lalu meninggalkan Randy dan Luna.

Kecanggungan terjadi antara Randy dan Luna, entah apa yang ada di pikiran mereka. Yang jelas, mereka saling melirik dan menatap sedih.

"tersenyum di saat kau terluka, itu adalah kekuatan sejati." gumam Randy.

"terkadang saat harapan yang kita inginkan berbeda dari kenyataan, yakinkan itu yang terbaik walau nyatanya itu sakit." balas Luna dengan sendu.

Hening, kembali terdiam. Baik Luna ataupun Randy tak tau harus mengatakan apa, masing-masing dari mereka tidak bisa mengungkap apa yang mereka rasakan sebenarnya.

"gw ke kamar dulu" pamit Luna lalu berlalu menuju kamarnya.

Randy di tinggalkan sendiri, ia tersenyum pahit laly menatap langit yang cerah.

"gw tau semua sulit Lun, tapi gw yakin cinta kita gak pernah salah." gumam Randy.

.

.

.

.

Semua telah berkumpul di meja makan, dan menyantap makan malam mereka dengan tenang. Rudy, Randy, ayah mereka dan Luna tentunya mereka menikmati makan malam dengan tenang.

"gimana persiapa pernikahan itu?" tanya ayah Rudy dan Randy, entah pada siapa.

"80% yah, tinggal baju dan makanan." jawab Rudy yakin.

"baguslah, semoga acara ini lancar." harap ayah Rudy dan Randy.

"pasti" balas Rudy percaya diri.

Sedangkan Randy dan Luna hanya terdiam mendengar harapan dua orang itu, enggan untuk menjawabnya. Bahkan kini tatapan keduanya menyendu bersamaan, saling menunduk sedih.

Nafsu makan merekapun hilang entah kemana, kini hanya tatapan kosong saja yang ada. Rudy yang menyadari hal itu langsung memberikan potongan makanan pada Luna, Luna hanya mengucapkan terima kasih sebagai balasannya.

Randy yang merasa tidak nyaman dengan hal itu, memilih untuk menyudahi makan malamnya. Ia meninggalkan meja makan secara tiba-tiba, membuat semua orang menatap padanya.

Luna tau Randy pasti cemburu, tapi ia juga tidak mungkin langsung menghampiri Randy dan memeluknya. 2 hari lagi, ia akan menjadi kakak ipar dari Randy sendiri. Luna harus bisa menahan dirinya, untuk mendekat pada Randy.

Rudy menyadari tatapan sendu Luna pada punggu Randy sebelumnya, hal itu membuatnya semakin tertusuk ribuan duri kenyataan. Rudy melirik tajam ayahnya, yang juga sedang meliriknya.

"maaf, saya sudah kenyang. Terima kasih makanannya, saya ke kamar dulu." pamit Luna tiba-tiba, lalu melangkah cepat masuk ke kamarnya.

Lagi dan lagi, hanya tatapan sedih yang bisa Rudy berikan. Ia tidak bisa melakukan apa-apa lagi, setidaknya 2 hari lagi harapannya terkabul.

Berbeda dengan Luna, ia justru semakin ingin membatalkan pernikahan ini jika saja ancamannya bukan memisahkan Randy darinya.

Luna memasuki kamarnya, ia berbaring di kasur dan menangis tanpa suara. Ia menumpahkan semua emosinya dalam tangisan malam ini, semoga saja besok ia bisa sedikit membebaskan rasa bersalahnya pada Randy karna telah mengkhianati pria itu.