webnovel

S2-9 DON'T KNOW WHY

"The drifting clouds knew they would away after providing shade."

[ANGELIC DEVIL: The Crown]

Apo seketika terbisu. Dia tidak berkata apapun, karena Paing menatapnya begitu dalam. "...."

"Aku tidak meminta sesuatu darimu, Apo," katanya. "Kau pun tak harus memberi hanya karena ingin membalas. Entah hutang budi atau keluarga kecilmu--memang sudah sepantasnya kau melindungi mereka."

"Tapi, Phi--"

"Aku yang sekarang mencoba di jalan lain," sela Paing sekali lagi. "Bukankah kau dengar soal Bie Hsu? Kenapa tidak mendukungku bersamanya?"

"Ahaha, iya ...."

"Dan apa kau tahu pertemuan kami lancar?" kata Paing lagi. Kali ini dengan senyuman. "Dia bahkan mau menyambung obrolan di lain waktu."

"Oh ...." desah Apo takut-takut. "Tapi, um, Apa Phi baik-baik saja?" tanyanya. Entah kenapa, Apo tak ingin sosok tangguh yang dikenalnya rapuh hanya karena mencintai.

"Yea, of course," kata Paing. "Sebaik yang kau lihat sekarang."

Mereka pun saling berpandangan lama. Paing dengan wajah tenangnya, sementara Apo sembab karena habis menangis. Ini persis beberapa tahun lalu. Tepat sebelum kelulusan S1.

Paing baru pulang nonton dengan teman-temannya. Ramai, tapi saat pulang sang senior duduk menemani Apo. Dia menoleh, tapi hanya diam di taman. Terus menunggu, menatap. Hingga Apo bicara sendiri.

"Kenapa Phi harus ke London?"

Paing malah tertawa karena tingkah kekanakan dia. Tentu saja untuk masa depan yang dituju. Lagipula Oxford memang kampus yang luar biasa. Tapi Apo sulit menerima pandangan realistisnya.

"Tidak percaya. Pasti ada alasan lain, iya kan? Phi akan meninggalkanku di sini ...."

Akhirnya, Paing pun bilang Oxford merupakan impiannya dengan Fay sebelum meninggal. Lelaki itu tetap ingin pergi, walau mantan kekasihnya tak lagi ada.

Hal yang membuat Apo terdiam.

Jujur, Apo sering lupa Paing punya kekasih di negara lain. Bahkan hingga kematiannya berusia satu tahun. Atau hari wisuda yang makin dekat. Mungkin, sang senior hanya ingin menyembuhkan diri. Ibarat  membayar hutang yang dibuat dengan janji. Maka Paing harus tetap menepati.

Akhirnya, Apo pun mengangguk, meski dengan wajah murung. Dia membuat Paing gemas karena seperti bocah, lalu menepuki kepalanya sambil tertawa.

"Dasar ...."

"Aih, Phi. Serius ...."

"Ha ha ha ha ha."

BRUGH!

Apo pun memeluk sang senior sebagai perpisahan. Dia menahan tangis karena itu bukan ciri-ciri Alpha. Tapi jujur sakit sekali. Rasanya susah ketika satu-satunya safe zone yang kau miliki mendadak hilang. Apo berpikir harus bagaimana dia bertahan di sini, jika sosok Paing yang kedua tidak pernah muncul lagi.

Yeah, dan itu memang terjadi. Apo mulai menjauh lagi dari sosialisasi, hanya memandang foto Mile jika dia kesepian--versi bocah gendut--tentu saja.

"Kau kan bisa menghubungiku kalau ada apa-apa, hm? Ini tahun 2000-an. Kau pikir seperti dulu tak ada ponsel?"

"Iya, tapi kan--"

"Just send something, Apo. Nanti pasti kubalas."

"...."

"My God, kau malah cemberut lagi? Kenapa tak ikut denganku saja?"

Namun, Apo sendiri yang ingin tinggal. Dia berhenti menghubungi setelah kali pertama. Sebab rasanya malu sekali--Demi apa Apo mengganggu Paing mengerjakan tugas kelompok waktu itu. Lebih parah yang mengangkat telepon adalah teman kuliah. Jadi, lebih baik ditutup saja.

"Tapi, kenapa aku tidak percaya?" cicit Apo. Omega itu meremas celana pasien bergarisnya. Dia bukan terlampau percaya diri, tapi Paing melepaskan banyak emosi dalam matanya. Mungkin sang Alpha tak menyadari. Hanya saja itu pertanda seseorang yang telah jatuh.

"Memang Phi harus melakukan apa agar membuatmu yakin?" tanya Paing. Namun, sebelum Apo membuka mulut dia, sosok itu mendadak tertawa.  "Pfffft---ha ha ha ha ha. Harusnya kau bercermin dulu sebelum bicara denganku. Bengkak semua, astaga ...."

Apo pun refleks memerah. "Ah! Ya ampun, Phi. Aku sekarang memang jelek sekali!" katanya. Lalu mengucek mata dengan lengan. Omega itu menolak sapu tangan Paing yang kedua, tetapi dengan nada jenaka. "Jangan, jangan. Nanti kalau aku suka balik bisa makin repot--ha ha ha ...."

Mereka pun tertawa bersama seperti dulu. Berbagi lelucon, kehangatan, juga momen-momen berharga.

BRUGH!

"Terima kasih ...." kata Apo, yang tiba-tiba memeluk. Itu membuat Paing sedikit kaget, apalagi sang Omega menyebar feromon semerbak tanda bahagia. "Aku senang kau tidak berubah, Phi. Sangat lega karena waktu awards rasanya jauh sekali."

DEG

"Oh, ya ...." kata Paing dengan tepukan punggung yang segan. "Paling penting kau juga kembalilah ke Apo yang dulu. Be strong."

"Oke ...."

"Cepat sembuh dan hadiri kremasi Pa-mu. Jangan lupa beri perhatian ke bayi-bayimu," kata Paing. "Kau tahu? Aku pernah menggendong salah satunya--and he such as beautiful baby boy. Menggemaskan sampai ingin kugigit."

"Ha ha ha ha ha, really?"

"Ya."

"Sial, Phi. Aku jadi ingin memeluk mereka juga."

"That's great. Just do it when you're home," kata Paing saat pelukan mereka terlepas. "Now you smile in a good way."

"He he he ...."

Setelah itu, suasana pun benar-benar mencair. Paing dan Apo berjalan di koridor dengan obrolan yang lebih luas, sementara para suster tak lagi memburu. Mereka mundur karena sang CEO di sebelah Apo, lalu pura-pura tidak tahu.

"Ya ampun ternyata teman beliau. Kalau tahu aku tak akan begini," keluh seorang suster yang ditepuk-tepuk rekannya.

"Sudah-sudah, jangan pikirkan lagi. Tuan Presdir saja tak tahu."

"Ugh ...."

Keduanya pun buru-buru pergi. Mereka melirik sekilas seorang Alpha di kelokan jalan, mungkin karena sosok itu hanya berdiri dengan aura gelapnya.

"Apo ... mungkin sebaiknya kau tak membuat kesabaranku habis."

Seperti anjuran dokter, dua hari kemudian Apo benar-benar diizinkan pulang. Dia diberi beberapa resep obat. Lalu dipersilahkan untuk bersiap.

"Tuan Natta, ini baju ganti Anda," kata pelayan suruhan Mile. Wanita itu membongkar tasnya, lalu meletakkan sesetel casual outfit. "Saya taruh di sini untuk mandi nanti."

"Oke, terima kasih," kata Apo seusai sarapan. "Aku mau menghabiskan brownies dulu."

"Baik."

Apo pun memandangi foto-foto bayi-nya yang tidur. Dia senang karena Nayu sering memberikan kabar. Apalagi kalau bentuknya video. Ah, rasanya kangen sekali! Apo ingin menciumi pipi mereka. Tak peduli akan menangis!

"Oh, iya, Zee. Bagaimana dengan suamiku? Dia belum bilang akan datang kapan," kata Apo setelah meletakkan ponsel. "Panggilanku belum dijawab. Chat-ku juga belum dibaca. Apakah dia sesibuk itu?"

Zee, sang pelayan pun menggeleng bingung. "Saya sendiri tidak dapat laporan," katanya. "Tapi sepertinya tidak ada jadwal dinas kok. Tadi pagi hanya ke kantor."

"Oh ...."

"Kalau Minggu depan, mungkin baru ke NY," kata Zee. "Anda mau saya telepon kantor? Nanti pasti disampaikan pada beliau."

Apo pun terdiam, lantas menggeleng. "Ah, tidak. Tidak usah. Nanti malah mengganggu," katanya. "Aku pulang dengan sopir rumah saja. Lagipula ini hal sepele. Kami nanti juga bertemu di rumah."

"Baik."

Apo pun tersenyum manis, lalu mandi dan rapi-rapi. Omega itu dijemput mobil dengan beberapa bodyguard, seperti biasa Mile memberinya proteksi. Mereka kaku, meski Apo menyapa. Tapi suasana itulah yang membuat harinya cerah. Udara pagi, keramaian jalan Bangkok, juga pemandangan para ladyboy merumpi--semua itu dirindukan oleh Apo.

"Zee, aku mau belanja sebentar," kata Apo. "Pasti baby senang kalau kubuatkan sesuatu. Mereka kan hampir 3 bulan. Mestinya sudah boleh makan pisang halus."

"Baik, Tuan Natta," sahut Zee yang duduk di sisi sopir. "Habis ini kita belok ke supermarket."

"Sip."

Sepuluh menit kemudian, Apo pun turun ditemani Zee dan seorang bodyguard. Dua yang lain jaga di mobil, sementara mereka keliling-keliling. Zee ke stan kosmetik, sementara Apo menuju rak buah-buahan. Omega itu tampak santai menenteng keranjang sendiri. Dia tidak mau dibawakan bodyguard, karena menurutnya rasa berbelanja jadi tidak ada (lagipula jarang-jarang, kan? Ini kesempatan cukup langka). Toh besok sudah balik ke kantor.

"Hmm, ini bagus. Wanginya masih segar sekali," kata Apo sambil menghirup kemasan anggur. Dia memasukkan dua pieces ke keranjang, lalu mendekati bagian pisang.

BRUGH!

"WOAAAAH! Romsaithong ! Est-ce vous? Cela fait longtemps qu'on ne s'est pas vu! Malchanceux! Tu me manques vraiment!" teriak seorang wanita dalam bahasa Perancis. Tiba-tiba suaranya melengking dari balik rak, bahkan pelukannya yang menabrak sanggup menjatuhkan dua apel. (*)

(*) Bahasa Perancis, artinya: "WOAAAAH! Romsaithong! Apa itu kamu? Lama tidak bertemu! Sial! Aku sungguh merindukanmu!"

DEG

"Romsaithong?"

Apo pun refleks menoleh.

"Oui Leodra. Que faites-vous ici? Un travail ou autre?" sahut suara Alpha yang sangat Apo kenali. Itu Mile. Dan ekspresinya agak berubah ketika bibirnya dikecup sekali. (*)

"Oui ! Oh mon Dieu ! Papa m'a demandé d'ouvrir des agences à plusieurs endroits. D'ailleurs la Thaïlande est assez intéressante. J'aime les modèles nés ici. Unique ! Hormis le mois prochain, le nouveau quota de l'Indonésie. Surtout avec beaucoup de peau douce. Je ne m'attendais pas à rendez-vous ici !" (**)

(*) Bahasa Perancis: "Hai Leodra. Sedang apa kau di sini? Ada pekerjaan atau sesuatu?"

(**) Iya, ya ampun! Papa memintaku buka agensi di beberapa negara. Kebetulan Thailand cukup menarik. Aku suka model-modelnya karena banyak kulit estetik. Unik! Bulan depan baru jatah Indonesia. Tak kusangka bisa bertemu denganmu di sini.

Apo pun menggeser kakinya perlahan. Dia menilik pemandangan di ujung rak sana, dan ternyata tidak salah itu suaminya. Oh, Alpha-nya memang tidak sendiri. Lelaki itu ditemani dua orang berjas hitam, yang kelihatannya kolega kerja. Namun, tak menghindar setelah diperlakukan seperti itu? Apo merasa perlu meneliti si wanita hingga dia menyadari sesuatu.

DEG

"Bukankah itu anak tunggal pemilik agensi--" batin Apo hingga tangannya berkeringat. "Pantas saja jika dia ...."

"Quoi qu'il en soit, bon travail ! Je suis ici pour faire de mon mieux aussi." (*)

(*) Bahasa Perancis: Pokoknya selamat bekerja! Aku juga akan melakukan yang terbaik di sini.

"Ya, ya ... terima kasih," kata Mile. Leodra sepertinya juga kenal dengan kolega kerja Mile, karena bergantian memeluk pria tersebut. 

"Toi aussi, Kanye. Continue ton bon travail dans ton nouvel emploi. Même si je ne savais pas que tu étais assez désespérée pour nous laisser partir." kata Leodra. Lengkap kecupan, tapi di pipi. Oh, sapaan. Itu jelas-jelas hubungan yang jelas, dan berarti mereka cukup dekat selama masih bekerja bersama. (*)

(*) Bahasa Perancis: kau juga, Kanye. Bekerjalah dengan baik. Walau aku tak menyangka kau melepaskan diri dari kami untuk berada di tempat ini.

"Oke, ya. Hati-hati ...." kata Kanye. Dia pun balas melambaikan tangan untuk Leodra, sementara si wanita senyum lalu menemui manajernya.

"Ailee!"

Ya, semua terasa normal. Sangat normal. Namun dada Apo nyeri entah kenapa.