"A miracle, for us ...."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
Butuh beberapa menit hingga Apo sadar. Kemudian menarik tuas washer kloset. Dia duduk jongkok sebentar di tempat. Masih pusing. Lalu menatap ke sekeliling kamar mandi. "Ugh, kenapa beda?" pikirnya. "Ini benar-benar masih di rumah Phi, kan?"
"Astaga, Sayang ... apa kau baik-baik saja?" tanya Sanee, yang keberadaannya baru di-notice Apo. Wanita itu membantunya duduk di atas kloset. Meremas bahu. Lalu mengambilkan tisu di sebelah cermin.
Ya, kamar mandi itu memang baru direnovasi. Bentuknya tidak lagi sama seperti dulu. Sementara Apo malah makin bingung. Dia mencoba mencerna situasi, tapi Sanee maklum karena 15 hari itu tak sebentar.
"Minum dulu, ya? Oma ambilkan air putih ...." kata Sanee. Tapi Apo malah lari ke wastafel untuk muntah yang kedua kali.
BRAKHHH!
"SAYANG--?!"
"HOEEEEEEEEKK!"
Oke, itu sudah tak wajar. Sanee peka yang dibutuhkan Apo merupakan kabar pasti. Jadi, dia langsung keluar untuk menemui Bible. Sang koas pun melotot karena omongan Paing tak main-main. Sebab Apo memang sedang hamil muda.
"Astaga ... bagaimana ini?" panik Sanee. "Apa kau sudah memperkirakannya?"
Informasi itu didapat Bible setelah menyerahkan dua test-pack. Isinya sama positif, tapi ternyata Apo hanya mengangguk pelan. "Aku setuju kok waktu Phi minta padaku, tidak apa-apa," katanya. Rupanya sang Omega ingat momen Paing berbisik sebelum knotting, dan dia tak berpikir lagi untuk mengiyakan. Hal yang membuat ekspresinya jadi sangat tenang. Lalu meletakkan dua test-pack itu di atas nakas. "Tinggal menunggu Phi pulang saja, Ma. Dia pasti senang karena ini kesepakatan kami berdua."
DEG
"Oh ...." desah Sanee. Sungguh jawaban yang tak aku kira, Pikirnya. Sebab janin itu diajak serta menginjak api. Walaupun ini di luar akal sehatnya--maksud Sanee--ya ampun ... apa golongan muda begini semua? Mereka benar-benar berani mengambil resiko.
"Daripada itu, Oma. Boleh aku tahu hasil penyisiran kapan hari? Soalnya aku tidak ikut bantu-bantu," kata Apo. Yang langsung mengkhawatirkan Paing serta penangkapan Amaara, padahal dia belum cuci muka dan rautnya kucel sekali. Omega itu memilih duduk di ranjang. Terus menyimak. Tampak sangat waras, walau pemikirannya jadi agak gila. "Oh, baguslah kalau sudah berhasil ditangkap."
Bible pun mengangguk mengiyakan. "Dan sekarang dia dalam lindungan Jeffsatur," katanya. "Aku juga menyuruh Phi Nodt agar mereka kerja sama, kok. Pihak kepolisian sepertinya sudah dapat info termasuk hasil penelitian. Jadi, memang benar kalau Anda tak terlalu cemas lagi."
Apo pun mengangguk pelan. "Aku tahu." Namun, dia tetap sakit hati mendengar Paing luka-luka. Saat mandi saja masih kepikiran bagaimana rupa mate-nya. Karena Bible bilang jahitan paru-paru Paing sempat dibenahi ulang. Ah, Alpha itu pasti kesulitan saat ini. Apalagi tulang rusuknya retak beberapa karena friksi tembakan. Belum lagi Bible bilang Amaara menggunakan banyak pisau.
Sumpah, Amaara. Aku akan menggamparmu sendiri jika macam-macam di lain hari, batin Apo sambil mencuci muka di cermin baru. Dia tidak bingung lagi usai menyegarkan diri. Malahan biasa menyentuh perut ratanya perlahan-lahan. (*)
(*) Seperti yang dijelaskan di book 1, kehamilan Omega itu separuhnya wanita Beta/normal. Cuma 4,5 bulan saat mereka 9 bulan. Jadi, 2 Minggu Apo sama dengan 1 bulan.
"Hei, Bocah. Kau harus sekuat kami jika mau menghadapi ini," kata Apo, seolah janin itu sudah mampu mendengarnya. "Pa takkan membiarkanmu kenapa-napa. Apalagi Daddy-mu berjuang di luar sana, paham? Jadi, ayo saja asal kita semua bersama-sama."
Kata-kata yang begitu kuat karena tanpa keraguan. Sangat tegas. Bahkan Apo merasa tidak perlu menghubungi Paing lagi setelah diberitahu kapan sang mate pulang. "Oh, besok lusa, Oma?" kata Apo di meja makan. "Umn, tidak apa-apa. Asal Phi pulang dengan selamat."
Thanawat bahkan tidak menasihati lagi karena paham bonding itu seperti Apa. Seperti dia dan Sanee yang mengerti tindakan satu sama lain, maka Paing dan Omega-nya pasti masuk dalam fase itu. Mereka sudah paham apa yang sedang dilakukan sekarang. Tak masalah. Bahkan meski ketegangan konflik ini semakin menjadi.
"Iya, tapi kau juga jangan memaksakan diri," kata Sanee. "Istirahat kalau butuh istirahat, ya Sayang? Kita harus saling bantu mulai sekarang."
Apo pun mengangguk dan mengunjungi Miri keesokan pagi. Dia tak peduli dengan suasana kantor. Berita kisruh penyerangan Amaara yang membawa efek dua mata pisau. Pertama kebaikan, karena dunia tahu Paing punya saingan bisnis yang sinting. Kedua keburukan, karena itu dikait-kaitkan dengan hubungan mereka berdua.
PERSETAN!
Apo tak peduli akan sehancur apa nanti, toh ini memang sedang ricuh-ricuhnya. Dia akan berdiri di garda depan demi mempercayai kata "selesai" Paing Takhon. Yang artinya sekarang mereka masih dalam masa harus bertahan saja.
"Apo, aku sudah sampai di bandara. Kau ada di mana sekarang?" tanya Paing lewat telepon. Alpha itu tiba-tiba menghubungi suatu sore. Pukul 4, dan Apo baru selesai mandi serta ganti baju.
"Halo, Phi? Aku di rumah. Apa perlu kujemput? Kalau iya, aku akan berangkat sekarang ...." kata Apo setelah meletakkan hairdryer-nya.
Namun, Paing melarang karena hanya ingin memastikan apa Apo baik-baik saja. Dia menawari hadiah jika Apo mau menerima. Karena Paing bilang sang Omega tidak memakai kalung terlalu lama. "Padahal Phi lihat kau cocok memakainya waktu kita bertemu di RS pertama kali ...."
"Hmm, iyakah?" Apo saja tidak perhatian dengan momen-momen itu.
"Tapi kalau tidak juga tak masalah. Nanti kukirimkan saja ke Yuzu. Dia pasti suka dengan desainnya--"
DEG
"Tidak, ya. Aku mau," sela Apo dengan raut bersungut-sungut. "Lagipula Phi juga akan kuberi hadiah. So, awas saja kalau nanti tidak jadi. Aku akan terbang ke USA hanya untuk mengambil balik kalungnya. Tak peduli kalau Yuzu malah marah padaku."
"Ha ha ha ha ha ha," tawa Paing dari seberang sana. Rupanya Alpha itu senang diposesifi. Bisa terhibur hanya karena tingkah lucunya, walau Apo malah makin menjadi.
Omega itu mengomel-ngomel karena Paing langsung pergi dalam kondisi kacau. Sangat aktif, tapi tidak lagi setelah telepon berakhir.
"Hmm, Bible bilang kotak ini harus aku buka?" gumam Apo saat me-notice bingkisan hitam putih di atas nakas. Dia memang sempat mengabaikan karena hanya fokus merawat diri. Dan ekspresinya datar saja saat mengambil kalung itu dari dalam. "Ha ha ha ...." tawanya karena rasanya entah kenapa kebetulan sekali.
"Bagaimana, suka?"
"Menurutmu?"
"Menurutku, kalau suka pasti takkan kau lepaskan dengan mudah. Atau digantikan sampai aku sendiri yang membelikan baru."
"Recht."
Apo bahkan geleng-geleng karena kalung itu mendadak tampak konyol sekali. Dia pun beranjak sambil membawa paket tersebut. Menginjak tuas tempat sampah di pojok kamar. Lalu melempar semuanya ke dalam sana.
BRAKH!
"Maaf saja, Mile ...." gumam Apo dengan tatapan mata dinginnya. "Sudah cukup kau merusakku hingga hari ini. Menghinaku. Menjatuhkanku ... ha ha--jadi, tunggu saja hingga perusahaanku kembali mengalahkanmu suatu hari." Dia tampak tak menyesal mengatakan itu semua. Lalu berbalik begitu saja. "Akan kubuktikan bahwa aku bisa bahagia, dan itu bukan karena mengemis pada orang sepertimu."