"The dreamcatcher ...."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
Rencana memang sering tidak bisa terlaksana. Awalnya ingin keluar bersama seperti saat gala, tapi Thanawat dan Sanee kini memilih diam di rumah. Keduanya tidak tahu apa yang terjadi sejak 2 channel TV berubah iklan. Apalagi acaranya terputus begitu saja. Orang-orang pasti penasaran dengan tragedi di baliknya. Sampai-sampai tidak fokus dengan sinema bioskop yang mendadak ditayangkan.
Namun, saat istrinya menangis, Thanawat yang dulu mengamuk justru kini tetap tenang. Alpha itu terus menelpon ke RS Bumrungrad karena tak tahan penasaran. Apakah puteranya mati di tempat atau digeladak lagi ke ruang UGD.
"Tidak, Tuan. Beliau memang luka-luka, tapi langsung melakukan penerbangan ke Switzerland," jelas resepsionis yang sempat dipamiti Dokter Ye.
"Apa? Dasar anak itu benar-benar ...." desah Thanawat refleks mengepalkan tangan. Dia mendengus tapi tidak protes lebih. Kemudian mengangguk sebelum menutup telepon. "Oke, tak masalah. Tapi suruh temui aku kalau sudah pulang nanti. Bilang Pa ingin bicara dengannya."
Seolah menghadapi Thanawat langsung, resepsionis itu pun ikutan mengangguk pelan. "Baik, Tuan Takhon."
Tuuuuuutssssss ....
Sanee pun menemui cluster F setelahnya. Dia digandeng Thanawat untuk menjenguk Apo. Tapi menangis lagi karena triplets di rumah menjerit kencang.
"OEEEEEEEEEEEEEEEE!"
"OEEEEEEEEEEEEEEEE!"
"OEEEEEEEEEEEEEEEE!"
Mereka bahkan susah digendong siapa pun. Maunya turun. Tapi saat dibaringkan ke ranjang jeritannya malah menjadi-jadi.
"OEEEEEEEEEEEEEEEE!"
"OEEEEEEEEEEEEEEEE!"
"OEEEEEEEEEEEEEEEE!"
Entah apa yang sebenarnya mereka mau. Kaylee dan Esdel wajahnya merah sekali. Saling pukul. Sementara Er hanya menendang-nendang sambil menjambaki baju.
"Nenek Miri belum bisa ke sini, Sayang. Ya ampun ... dia itu mengurus kantor Papa-mu," kata Sanee yang sedikit kesal. Dia mencoba segala cara agar Kaylee tidak memukuli dada. Tapi baby itu tetap saja rewel.
Mau ditaruh sebelah Apo, atau tidak. Blau Er bahkan juga ikut-ikutan tak tenang. Dia bersin-bersin di tengah tangisnya. Menampik mainan. Seolah-olah ingin pelukan orang lain yang saat ini tak ada.
"Astaga, hebohnya mereka ini. Pusing aku ...." keluh Thanawat yang tidak bisa menangani Edsel. Dia akhirnya menyerah dan memberikan Edsel pada babysitter. Barulah ikut Sanee duduk di sebelah ranjang Apo. "Hahhh ... kau juga kenapa tidurnya lama sekali ...." katanya jengkel. Tapi langsung ditegur sang istri.
"Eh, Pa jangan begitu ya. Aku dulu juga tidur 2 mingguan setelah kau bonding," kata Sanee dengan pelototan bengis.
Namun, bukan Thanawat jika tak mengomel-ngomel. Alpha itu tetap kesal karena situasi sekarang beda. Sebab Sanee dia bonding saat perusahaan tenang. Masih di bawah. Tidak banyak musuh. Juga hanya berdiri sendiri.
Thanawat tidak dibebani 3 bayi, atau perusahaan lain yang harus diurus seperti Paing. Dia dan Sanee dalam pernikahan yang resmi. Sangat damai. Jadi, kalau pun ditinggal dinas, saat pulang Sanee posisinya sudah bangun sendiri.
"Ya sudah, kemarikan. Biar aku gantikan Paing untuk scenting bocah-bocah ini," kata Thanawat dengan ayunan lengannya. Dia sempat membuat Sanee terkejut. Sebab usianya sekarang terlalu tua. Pasti tenaganya juga hilang banyak hanya karena hal ini.
DEG
"Pa? Serius?"
"Ck, iya ... ya ampun. Bawa cepat," titah Thanawat tidak berubah.
Ekspresi Sanee pun semakin khawatir. "Tapi tiga baby loh Pa, hati-hati kalau Papa nanti yang kenapa-napa ...." katanya sebelum Kaylee direbut.
Thanawat sepertinya lebih tidak tahan kalau triplets terus tantrum.
Jadilah Alpha itu menyelimuti mereka bertiga. Aroma-nya menyebar ke seluruh sudut kamar. Menenangkan. Walau setelah itu langsung lemas ingin tidur.
"Hahh ... hahh ... hahh ...." desah Thanawat sebelum melangkah keluar. Dia dipegangi seorang babysitter yang membantu jalan. Sementara Sanee menidurkan triplets di sebelah Apo.
"Mm! Mn! Pa pa!" oceh Er yang mulai ceria. Di sebelahnya Kaylee dan Edsel malah saling peluk. Walau kadang masih suka tampar-tampar muka juga.
Pakh! Pakh! Pakh! Pakh! Pakh!
"Aaauum nnn!" keluh Edsel yang kesakitan. Dia sampai tengkurap mendadak karena gejolak dendam. Menimpa Kaylee, walau akhirnya terguling lagi ke ranjang.
Brugh!
"Oeeeeeeeee!!" jerit Kaylee karena terkejut. Dia menangis, tapi kini mudah ditenangkan. Beda lagi dengan Apo yang sering meneteskan air mata dari pelupuknya. Tes ... tes ... tes ... tes ... tes ....
Sanee sampai harus mengusapinya dengan tisu beberapa kali. Ikut cemas. Sementara Bible cukup memperhatikan situasi karena separuh tugasnya diambil alih. Dia hanya mengontrol kondisi Apo sewaktu-waktu. Hingga hari berikutnya terus berlalu. Dan tanggalan di atas nakas dicoret habis 15 hari.
"Aku lama-lama bisa ikutan gila," dumal Bible, yang parahnya ketahuan Sanee suatu pagi.
"Kenapa, Sayang?" tanya Sanee yang tengah menepuki bokong Blau Er. Dia menggendong baby itu masuk. Menimangnya. Sementara Bible langsung senyum dengan wajah hambar.
"Ha ha ha, tidak ...." desah Bible sambil mengantungi ponselnya kembali. "Hanya saja, Tuan Takhon sepertinya langsung ke NY, Nyonya. Tidak pulang. Jadi, kemungkinan aku akan di sini lebih lama."
"Oh ...."
"Apalagi Tuan Natta belum ada tanda bangun," keluh Bible, sambil mengecek suhu kening Apo. "Aku cuma khawatir kalau dia makin kurus. Lihat? Padahal Anda bilang dulu bonding cuma tidur 2 minggu."
Bible pun terkejut saat diserahi Blau Er tiba-tiba. "Iya, sih ... kalau begitu coba pegang dia dulu," kata Sanee.
DEG
"Eh! Eh! Eh! Tidak! Ya ampun aku tidak suka bayi!" kata Bible, tapi semuanya sudah terlanjur. Dia menjunjung kedua ketiak Blau Er karena terpaksa. Kemusuhan. Apalagi diteriaki di depan mukanya.
"Pa! Pa! Pa! Pa! Pa!" oceh Blau Er sambil memukulkan boneka mungil di genggamannya.
PAKH! PAKH! PAKH! PAKH!
"AAAA! HEI! Ya ampun, aaaah! Kubawa kau keluar saja!" kata Bible karena tidak tahan kepalanya dipukuli. Koas itu pun mencari babysitter. Agak panik. Sementara Sanee hanya geleng-geleng kepala.
Wanita itu duduk di sebelah Apo perlahan. Lalu mengecek kissmark yang dibuat puteranya sudah tak ada. Bahkan luka-luka lain pun ikut menghilang. Hmm ... Jujur ini agak mengkhawatirkan. Apalagi sudah lebih dari pengalamannya dulu.
Sanee pun membuka selimut Apo bagian bawah. Dia memangku dua kaki sang Omega di atas paha. Memijit telapak kakinya. Dan menekan di tempat tertentu.
"Apa badanmu sebenarnya kurang sehat, Nak?" gumam Sanee saat mengeluarkan kemampuan lawasnya. Dia memang jarang melakukan ini sejak mampu treatment di salon. Apalagi dinikahi Thanawat dan gabung dalam keluarga Takhon. Pijat memijat memang kurang efektif jika tidak mumpuni, toh dia bisa dimanjakan oleh beauty therapists yang bertugas di sana. "Tapi kondisimu sepertinya stabil-stabil saja."
Sebenarnya dia tak menyangka hubungan Paing dengan sang Omega akan sangat jauh. Apalagi situasi mereka sedang terjepit. Tapi, setelah dipikir-pikir sekali lagi ... jika mereka berani mengambil resiko sebesar itu demi satu sama lain, maka bagian mana lagi yang perlu dia ragukan?
"Oke, sekarang gantian betismu," kata Sanee yang bicara sendiri sejak tadi. Dia menghabiskan waktu sejam untuk merileks-kan otot-otot tubuh Apo. Membuat tubuhnya sendiri berkeringat. Sebab hampir sekujur yang kena pijatan. Lengan-lengan ikut Sanee garap dengan penuh kehati-hatian. Bahunya. Lalu bagian kepala Apo di sisi pelipis.
Wanita itu merebahkan sang Omega kembali ke ranjang. Menyelimutinya. Tapi Apo tetap tidak bergerak sama sekali. Dia membuat Sanee sedikit khawatir. Apalagi saat menutup kamar untuk meninggalkannya.
"Kau di mana, Sayang? Sudah sampai? Masih harus kemana lagi setelah ini?" tanya Sanee yang langsung menelepon Paing.
Di seberang sana, Paing sedang duduk di sofa hotel Ritz Caltron, New York. Dibantu Dokter Ye memasang perbannya ulang, dan tangan kanan kirinya penuh urusan. Kiri mengecek file, kanan mengangkat panggilan. Sekali-kali ponsel itu diapit oleh telinga dan bahu karena dia harus membalik halaman.
"Ada, tinggal dua hari, Ma. Masih harus ke Roachester dan Sirakusa," kata Paing sambil menggigit tutup pulpen untuk menandatangani beberapa kolom. "Kenapa?"
Sanee pun mengelus dada. "Apa tidak bisa ditunda? Apo tidak bangun-bangun di sini," katanya. "Aku sudah coba mengajaknya bicara, oke? Tapi siapa tahu yang ingin didengar itu suaramu."
DEG
"...."
Paing pun meletakkan file-file-nya sebentar. Dia juga beranjak dari sisi Dokter Ye. Pamit dulu. Padahal balutan punggungnya belum selesai. Hei, Nak--cih .... Jadilah luka-luka tusukan itu masih terlihat basahnya. Tapi Dokter Ye hanya geleng-geleng sambil memberesi sisa perban di sisi sofa.
"Bagaimana tadi, Ma?" tanya Paing ulang. "Maaf aku tidak fokus pada omongan Mama," katanya sambil menyibak tirai. Pemandangan kota New York pun terpampang nyata. Lalu lalang. Dan itu bisa mengalihkan fokusnya dari berita trending di internet yang sudah mengulasnya berhari-hari.
Bagaimana tidak? Awak media belum bisa bertemu langsung dengannya untuk wawancara. Tentang mengapa acara sebesar itu mendadak hilang. Dan mereka belum terima, meski Manajer Dew sudah mewakili konfirmasi.
"Apo, Sayang. Apa kau tak khawatir padanya?" tanya Sanee. "Dia benar-benar aneh karena tidak merespon siapa pun di tempat ini."
Namun jawaban Paing hanya berupa gumaman pelan. "Oh ...."
Sanee pun mengelus dada. Bingung parah, lalu menyarankan puteranya untuk mengatur jadwalnya ulang.
...
....
"Tidak, aku akan pulang besok lusa saja," kata Paing, kalem.
DEG
"Apa? Tapi, Sayang--"
"Menurutku urusan ini harus segera selesai," sela Paing tanpa ragu sedikit pun. "Aku tak mau dengar masalah ekspor lagi kalau sudah pulang. Jadi tolong jaga Apo sampai waktu itu tiba."
Sanee pun tak bisa berkomentar apapun. "Ah ...."
"Dia baik. Trust me. Apo hanya butuh waktu istirahat lebih lagi," kata Paing. Lalu kembali duduk untuk menyesap teh hangat di atas meja. "Sudah, ya. Aku harus bersiap berangkat ke Meena setelah ini. Sehat selalu, Ma. Sampai jumpa."
Tuutttttsssss!
Usai sambungannya teputus, Sanee pun menghela napas lelah. Dia menatap layar dengan mata sedih. Makin berat. Namun, tidak lagi saat mendengar suara lari gaduh di belakang sana.
GEDEBUK!
BRAKHHH!!
"HOEEEEEEEEEEK!"
DEG
"APO SAYANG?!"
Percuma. Apo sepertinya tak peduli lagi dengan situasi. Sebab kepalanya masih berputar-putar. Namun, Omega itu hanya bisa berlutut di depan kloset untuk memuntahkan seluruh isi perutnya.