webnovel

S2-63 KNOTTING ....

"A destiny ...."

Nyawanya seperti ikut terhisap keluar.

Apo tidak tahu berapa kali dia mencoba bertahan, tapi ciuman itu bisa dibilang keterlaluan. Dari terjembab, hingga mendongak. Paing mengangkat tengkuknya di atas bantal agar pergulatan lidah mereka semakin dalam. Alpha itu merogoh ruang hangat di rongga mulutnya hingga ke ujung. Mendesak-desak tanpa ampun, tapi pintar mengatur jeda sebelum dia tersedak.

"Uhuk--mnhhh."

Hal yang membuat ciuman mereka bertahan lama, memburamkan mata, bahkan keringat dingin Apo keluar sebelum keintiman mereka berlanjut. Omega itu sempat meremas kemeja Paing, tapi jemarinya tersentak. Dia tidak bisa berpegangan karena benda itu sudah dilempar. Dan Apo bisa mendengar suara robek lengkap kancing yang berjatuhan.

Greeeeekk!! Greekkk!! Greeek!

DEG

"Phiii--"

Kata-katanya tenggelam lagi dan lagi. Apo ingin melihat wajah Paing tapi hanya mata dan hidung mancungnya yang bisa direkam. Karena Alpha itu seperti ingin mengunyah bibirnya lepas. Dia mulai membuat Apo takut karena tubuhnya seperti menyusut. Tapi tetap tidak ragu menekan Apo hingga melemas.

"Mnnnh--Phi, please give me a sec--"

"Apo, aku mencintaimu," bisik Paing saat meniti pipi Apo dengan hidungnya. "Just stay alive. Just keep breathing. Phi benar-benar ingin kau hidup," katanya sambil meremas rambut Apo yang hampir seperti menjambak.

Apo pun tertegun karena tremor lagi-lagi menghinggapi tubuh sang kekasih. Ketakutannya mungkin lebih besar daripada yang Apo rasakan. Dan dia pun memilih balas memeluk--

"Mmnh!" lenguh Apo saat penisnya didesak benda keras lain di balik celana. Restleting keduanya berbenturan dalam friksi yang kasar. Dan pipinya merona sejak rambatan jemari mulai masuk untuk mencari dadanya. "Nngh ... ahhh ...." desahnya dengan wajah penuh erotika.

Apo sampai tidak bisa kendalikan semerbak aromanya setelah itu. Matanya berkaca-kaca karena kenikmatan remasan berulang-ulang, padahal kadang perih juga karena gesekan panas pada putingnya.

"AHH! Ssshh--Phi---" keluh Apo sambil menggingit bibir bawahnya. Dia kaget dicakar dan dipuntir bersamaan. Tapi kombinasi gelinya bisa membuat alis berkerut nikmat. "Nnnnh."

Ah, aku suka sekali kesegaran ambergris punya Phi, Pikir Apo tenang. Ya, walau itu berbanding terbalik dengan reaksi tubuhnya. Dia bergeliat dan menendang seprai karena remasan berganti hisapan. Tapi entah kenapa hati dan tubuhnya tidak menolak. Lelaki itu berkedip-kedip selama digigit di sana. Merintih lembut, dan ingin memaki karena benda itu serasa membengkak di bawah sana.

"Apo, rileks ...."

DEG

A-Aku tidak akan mati kan setelah ini? Pikir Apo yang tiba-tiba takut dengan ukurannya. Omega itu berpikir kotor semenjak kancing kemejanya ikut dirobek--greeeeeeekh! Lalu dadanya dijilati dengan tarian lidah yang cepat. "Akh---" pekiknya karena ditandai dengan berbagai bentuk gigitan gemas.

Cup. Cup. Cup. Cup--suara kecupan Paing juga ribut hingga Apo tidak sadar meremas rambut sang Alpha. Dia mengejan kaku, dan akhirnya mendesis berkali-kali. Terlonjak karena dicakar pada otot perutnya. Sampai-sampai tak bisa komentar saat Paing melepasi sabuk sang Omega seperti murka.

Kacrak! Kacrak! Kacrak!

Dia menarik benda itu tidak sabaran. Menariknya dengan tatapan dingin. Lalu membantingnya ke sisi ranjang.

Prakh!

Jantung Apo sempat kelojotan karena Paing tampak hampir ingin mengikatnya. Alpha itu memaki "Shit!" saat masih mencoba kendalikan diri. Lalu memijit keningnya sendiri.

"Phi?"

"Diam Apo, aku benar-benar tidak bisa--"

Dia meloloskan celana Apo daripada makin pusing. Menciumnya lagi. Sementara sang Omega hanya kebingungan. "Nnngh!" Dia memang mendesah, tapi jujur saja sempat merinding.

Bulu halus di sekujur tubuhnya berdiri, mungkin karena sebenarnya Alpha ini memiliki fetish yang beda.

Jangan bilang Phi suka menggunakan benda-benda juga--

Apo pun mencoba perhatikan cara Paing menatap dia. Bagaimana Alpha itu tampak lapar saat menata kakinya. Dan terpejam saat meniti paha Apo dengan hirupan. "Hmmh, Apo ...." katanya. Diam-diam terlihat senang karena Apo balas meraba tato pada tubuhnya. Seolah-olah Paing memang diterima apa adanya. Tidak ditakuti lagi, meskipun keseluruhan wajah aslinya mulai terlihat.

Dan keduanya secara alami saling mempelajari.

"Aku benar-benar mencintaimu ...." bisik Paing dengan kernyitan dalam. Alpha itu mengulanginya beberapa kali. Tampak frustasi dengan aura menggelap. Tapi hanya meremas paha Apo yang dilingkupi semerbak harum. "Aku ini benar-benar mencintaimu ...." katanya semakin memelan.

BRUGH!

"Eh!"

Apo pun mencoba duduk, tapi akhirnya tetap terbanting lagi. Dia kalah karena Paing menarik kaki kirinya mendadak. Menitinya ciuman ke atas. Dan seperti memuja bunga mawar saat menjilati betis sang Omega. "Apo, hhh ...." desahnya yang membuat Apo semakin merinding.

Omega itu meremas seprai karena mengira langsung digarap. Namun, ini benar-benar di luar dugaan. Paing ternyata cukup menikmati momen menatapnya dari atas sana. Mendominasi dirinya dengan mata yang penuh nafsu. Dan menjelma seperti benteng yang hampir mustahil dia jatuhkan.

"Phi, bisa kau t-tidak melakukannya? Ini rasanya agak--"

BRUGH!!

"AKH!"

Lambat, tapi tiba-tiba menerjang--bahkan menerkam Apo dengan taring-taring dan gigi gingsulnya--SUMPAH! Padahal biasanya bagian itu hanya tampak ketika Paing tersenyum manis. Namun kini sang Alpha merembeskan darah lagi dari ceruk leher Apo.

"Ahhh! Phiii ....! Phiiii!" rintih Apo yang tersengat karena penisnya diremas di balik kain. Telinganya ikut merah karena Paing seperti tak terima jika wilayahnya akan direbut lagi. Makin stress, padahal Apo hanya fokus kepada dirinya. "Ahhh! Nnnhh!" Omega itu mencakar tengkuk Paing saat celana dalamnya ditarik. Dia menoleh karena serudukan geli dari kumis tipis-tipis itu. Terlonjak panik, tapi debaran antusiasnya ternyata lebih keras lagi.

Dia hanya menatap Paing selama kekasihnya melakukan penjarian--ah! Apo sendiri heran mengapa Paing tampak resah menatap dia. Padahal segalanya lancar-lancar saja. Berkat kelahiran, Alpha itu bisa memasukkan tiga jari langsung kedalam liang Apo Nattawin. Dia memutarnya hingga sang Omega menjerit--lalu melelehkan lebih banyak cairan pelumas keluar. "AHHHHHHH!"

...

....

Kacau sekali kondisi seprai mereka malam itu. Padahal sang Alpha belum menyatu dengannya, tapi Apo seperti dipaksa menghasilkan banyak cairan dari dirinya--hei, apa sedikit saja tidak cukup?! Pikir Apo. Dia ikut stress karena foreplay yang cukup lama. Bahkan Paing sampai menjilat telapak tangan sebelum melonggarkannya lagi dan lagi.

Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....

"Phi, aku takut ...." aku Apo saat otot perutnya semakin lemas. Dia takut capek sebelum ini dimulai, karena sudah klimaks dua kali selama Paing mengurut penisnya.

"Ha ha, iyakah?" tawa Paing, meski emosinya tidak seperti gembira. Yang didengar Apo adalah jenis gelak buas yang masih ditahan. Hingga sang Omega lirik-lirik ke restletingnya yang sudah gembung. "Apa mau berhenti sekarang? Kalau iya--"

"No, aku mau ...." kata Apo. Jemarinya ingin menggapai tapi diremas. Dan wajahnya langsung pucat saat Paing mengarahkannya ke tempat keras tersebut.

DEG

"Kalau begitu lakukan saja," kata Paing.

"Eh?"

Mereka saling bersitatap.

"Kau bilang menginginkanku, kan? Aku tidak mau semakin menakutimu," kata Paing. Tanpa tahu itu membuat keringat Apo semakin deras.

...

....

Untuk sejenak, mereka pun menyelaraskan napas berisik masing-masing. Keduanya sama ragu, karena mementingkan pasangannya. Tapi Apo akhirnya memberanikan diri. "T-Tidak apa?" tanyanya sembari meneguk ludah.

Paing pun tersenyum tipis. "Yea, of course," katanya, walau dengan nada yang agak aneh--mungkin dia sebenarnya sudah di ujung tanduk? Tapi tetap menunggu hingga Apo sendiri yang melepaskan sabuknya.

Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....

Diantara bunyi gaduh sabuk yang dilepasi, mereka sesekali melirik karena isi kepala yang sama-sama tercoret. Apo sendiri terengah karena alasan yang tidak jelas. Bibirnya kering. Dan jemarinya gemetaran saat sudah menggurat tepian celana dalam sang Alpha--

"Ah--P-Phi saja," kata Apo yang mendadak membuang muka. Dia merona hebat sampai ingin berteriak, tapi terbisu saat Paing tertawa akan reaksinya.

"Ha ha ha ha ha, why?" katanya dengan lesung pipi yang manis.

---BANGSAT MANIS DARI MANA KALAU SUDAH BEGINI?!

"AAAAAAHHHH!"

BRUGHHHH!!

Saat didorong rebah, Apo menjerit heboh karena dia terlampau panik. Padahal dia sudah memantabkan diri tak ikut andil. Tapi tetap malu saat mendengar suara restleting turun.

Srrrttt---

DEG

SIAL! BRENGSEK! AAARRRGH!!! AKU BISA ROBEK KALAU DITUSUK ITU! Batin Apo yang refleks memblokade mata dengan lengannya.

"Apo, tatap aku--"

"NO! Damn!" bentak Apo yang malah memaki-maki. Dia bingung debar jantungnya sendiri. Tapi kakinya tetap melingkari pinggang Paing Takhon. "T-Tapi lanjutkan saja sekarang. Cepat, Phi. Aku baik-baik saja," katanya.

Paing pun menghela napas emosional. Dia mencoba sabar karena ini pertama untuk mereka, tapi malah memaki-maki setelah mencoba menusuk.

"Fuck! Apo, tidak bagus ...." kata Paing sambil menyingkirkan lengan Apo dari matanya. Alpha itu ingin melihat wajah sang Omega keseluruhan, tapi dia juga tertular panik kalau Apo malah kabur-kaburan.

"Shit! Never! AKU TIDAK MAU IKUT LIHAT!" kata Apo yang seperti marah-marah. Dia tertohok karena penis itu macet di tengah jalan, bahkan ditarik lagi karena otot perutnya terlalu tegang.

"Astaga, Phi bisa ikut-ikutan gila ...." desah Paing sebelum menenggelamkan Apo dalam ciuman.

BRUGH!

"Umnhh! Nnggh!!"

Dia sudah gerah karena bingung dengan Omega ini. Antara takut dan ingin--SEBENARNYA DIA ITU MAUNYA APA?!

PLAKHHH!!!

"AAAAAHHH! Umnhhh ....!" jerit Apo karena liang rapatnya diterobos paksa. Dia mungkin menjerit kalau suaranya tidak terblokade. Tapi ternyata butuh beberapa kali usaha masuk hingga mereka menyatu. "Akhhh! Hiksss ... Phii--sakit!" teriaknya yang refleks melepaskan diri dari ciuman.

Omega itu mengalirkan air mata karena ada darah ikut menetes diantara klimaks yang mendadak, sampai-sampai Paing harus mendekapnya sejenak di awal-awal.

"Maaf, maaf ... aku benar-benar minta maaf," kata Paing karena cakaran Apo di bahunya menancap begitu dalam. Dia pun menghirup pelipis Apo sangat posesif. Tampak menyesal, tapi Apo malah balas menghirup di pelipisnya.

"Mmmh."

Mungkin Apo memang seorang ibu yang pernah melahirkan tiga bayi, tapi bisa jadi tidak berhubungan lama membuat otot liangnya kaku? Apo sampai gemetar dan menggeleng keras karena tak bisa mengendalikan tetesan air matanya.

"Hiks ... hiks ... hiks ... hiks ... ummh--bisa Phi jangan bergerak dulu? Hiks ... hiks ... hiks ...." isak Apo di bahu sang kekasih. Dia cemas karena rasanya sudah penuh ke ujung, dan itu membuat napasnya terputus-putus. "Sakit ...." keluhnya hingga Paing membelai rambutnya lembut.

Alpha itu ikut terpejam selama beberapa saat. Menunggu lagi. Sampai cakaran Apo Perlahan-lahan mengendur dari punggungnya.

"Hiks ... hiks ... hiks ... hiks ...." isak Apo dengan napas yang bersesakan. Kalian ini hidungnya ikut merah karena tangisan itu. Tapi sudah berani untuk menatap sang Alpha.

"Now ok?"

Apo pun mengangguk dan memeluk leher Paing perlahan-lahan. "Aku yang harusnya meminta maaf," katanya. "Phi menelan pil itu karena aku, kan? Hiks ... aku benar-benar tidak tahu kalau Phi sampai begitu ...."

Paing pun mencoba mencerna omongan Apo beberapa saat. Dia sempat loading karena buram oleh kemelut nafsu, apalagi ekspresi Apo benar-benar sangat sensual. "Oh ... no, it's okay--"

"Bukan Phi, tapi aku yang tidak baik-baik saja," kata Apo yang mulai mengomel-ngomel. "Itu berbahaya sekali, tahu. Jangan lakukan lagi karena Phi sudah punya aku." Dia mengadu hidung mancung mereka beberapa kali. Sangat sayang. Lalu mengeratkan pelukan seolah mereka akan terpisah. "Ugh ... tapi Phi baru melakukannya sekali kan? Aku benar-benar takut sekali ...."

Paing pun meraih pipi Apo yang ikut-ikutan bengkak. Dia mengecup kelopak mata cantiknya yang sudah merah. Lalu berbisik kata-kata yang hanya bisa didengar lelaki itu.

"Umn," kata Apo yang menjawab sambil mengangguk. Dia pun menatap Paing selama sang Alpha mulai bergerak, tidak bisa lepas fokus karena punggung tangannya ikut dihinggapi bibir itu. Cup.

PLAKHH!

"AHHNNHHH ... sssshh ...." desah Apo selama liang hangatnya dihunjam pasti. Gerakan Paing memang jarang terburu, tapi selalu mengenai titik nikmatnya. Dan itu membuat Apo kelabakan berkali-kali.

Dia meremas lengan Paing, tapi turun saat hampir mengenai perban. Dan Apo tidak mau bagian itu lambat sembuh hanya karena ulahnya lagi.

"Aku juga benar-benar cinta Phi. Sangat. Aku cuma mau Phi mulai sekarang ...." batin Apo sembari menatap langit-langit kamar. Dia mengangguk lagi saat ditanyai apa sekarang sudah siap? Walau menjerit lagi karena titik knotting terdalamnya kini ikut dijamah.

PLAAAKKHHH!!

"AKKKKHHHHH--!!" raung Apo saat menggigit bahu Paing sepuas hati. Dia melampiaskan sakit hingga meluaskan cakaran sampai ke pinggang, tapi sang Alpha tidak bilang apa-apa. Paing hanya terpejam ikut merasakan perih dari kuku-kuku Apo. Namun, jelas itu tidak bisa dibandingkan. Karena rasa terbakar hebat yang Apo terima dalam rahimnya. "Hiks ... hiks ... hiks ... Phiii! Phiii ... Phi Paing--hiks ... hiks ... hiks ...."

Selama tiga menit berturut-turut, rasa prosesinya memang sesak, panas, ngilu, perih, sakit--dan semua itu mendominasi lebih dari nikmatnya. Tapi dalam hati Apo justru sangat-sangat lega. Dia bahagia menerima semua benih yang Paing berikan ke dalam dirinya. Bahkan kekhawatiran apapun jadi ikutan menguap pergi.

"Ha ha ha ha, Phi bodoh aku mulai besok pasti tertidur lama ...." tawa Apo di tengah-tengah pertalian mereka. Dia memukul kesal Alpha itu karena momen seks yang tiba-tiba. Padahal tanggal sudah mendekati tahun baru dimana dia ingin andil dalam penyisiran kasus juga. (*)

(*) Seperti yang pernah dijelaskan di book 1, knotting mengakibatkan Omega tidur seminggu lebih karena rasa sakitnya. Dan kapan bangun ditentukan oleh ketahanan tubuh mereka.

"Ha ha ha ha ha, tidak perlu," kata Paing dengan napas yang juga terputus-putus. "Kau di rumah saja dan serahkan semua padaku. Phi malah lebih tenang kalau kau tidak ikut-ikutan keluar."

DEG

"Ugh ... sial ...." keluh Apo sambil mengucek matanya. Dia kesal tapi tidak bisa marah juga. Malah membalas tatapan Paing dengan kedipan indah saat knotting-nya selesai. "Oke ...." katanya sambil mengembangkan senyum.

...

....

Oh, fuck--pemandangan yang salah sekali! Paing sampai mengepalkan tangan agar tidak mengamuk, tapi auranya tetap gelap padahal harusnya ini disudahi.

"Apo ...."

DEG

"Eh? Phi?"

BRAKH!!

"Jangan salahkan aku untuk yang kali ini ...."