webnovel

S2-38 I ADORE YOU

"I adore you, like the most beautiful flower on earth."

[ANGELIC DEVIL: The Crown]

Rasanya lemas karena kebanyakan tidur. Apo sampai merasakan dunianya berputar-putar. Pening. Tapi langsung senyum karena Blau Er di sebelah kiri. Baby itu kelihatan lelap sekali, padahal posisinya jadi putar balik. Kaki di bantal. Kepala di bawah. Berputarnya kapan sih?! Tapi terlihat begitu nyaman.

Apo pun memandikannya paksa meski Er jadi menangis. Dan jujur, akhir-akhir ini dia sangat menikmati peran ibu, walau hanya ke Blau Er saja. Toh Miri bilang Kay plus Ed dalam pengawasan Pin. Apo sedikit lega karena tahu Pin penyayang. Maka Kay dan Ed takkan mungkin ditelantarkan begitu saja.

Pukul tujuh. Apo pun baru keluar karena lumayan malas. Namun, mendadak dia tersadar ada yang tidak beres. Yakni Yuzu yang ribut-ribut di ruang tengah. Berteriak, "AAAAAA!! AKU TIDAK MENYANGKAAAAA!!" karena hampir jadi istri, dan itu membuat Apo tergampar.

DEG

"Sial! Aku benar-benar melupakannya!" maki Apo dalam hati. Dia pun menilik Yuzu mungil yang dipangku Wen dengan senyuman. Tidak sabar sarapan bersama sebelum berangkat ke gedung pernikahan. "Yuzu--"

BRUGH!

"TIDAK MAU! CIUM LAGI!" jerit Yuzu. Lalu menabraki bibir Wen sesuka hati. "Mnnhh ...." Ya, jujur Omega itu memang kekanakan. Kadang juga berlebihan, tapi makin ke sini Apo memaklumi. Toh itu tidak berbeda dari Nayu. Si hiperaktif, si ekspresif, si pemberani--intinya banyak hal baik di balik sifatnya yang ribut. Walau sepi juga sejak Nayu paham berpacaran, Pikir Apo. Dia pasti sering bersama Jeff. Makanya tidak pernah menggangguku lagi.

"Senang sekali, huh?" kata Paing yang mendadak muncul di sebelahnya. Alpha itu jelas libur untuk pernikahan sang adik, dan terkekeh-kekeh karena kemesraan antar Alpha dan Omega wanita itu. Mereka tampak tidak malu menebarkan bunga-bunga di udara. Toh itu memang hari besar berdua.

Ya ... walau sebagai bos, Apo baru kali ini melihat sisi romantis dari Wen sejelas-jelasnya. Agak kaget juga melihat cara sekretarisnya menatap sang kekasih sedalam itu.

"Umn, mereka tampak serasi," kata Apo. "Dan aku tidak menyangka Wen yang kukenal diam-diam bisa cepat menikah juga."

"Hm?"

"Maksudku, dia pacaran dengan Yuzu sudah lama, kan?" tebak Apo. "Tapi pas kerja tak terlihat, Phi. Dia benar-benar tenang, tidak banyak menimbulkan kecerobohan, dan bisa memisahkan dunia profesional dengan romansa. Jadi, aku tidak heran kalau kau merestui mereka."

Paing pun terkekeh kecil. "Ya, yang baik untuk yang baik," katanya. "Aku tidak masalah kalau Wen kurang kaya, seperti yang Ma-ku bilang (ya namanya orangtua takut juga kalau puteri kecilnya hidup tidak terjamin) Tapi, she can treat her better. Aku tidak melihat Yuzu diperlakukan lebih baik daripada siapa pun, kecuali waktu bersama Wen. So, why not?"

"Iya."

"Tapi beban sekali melepasnya di umur 25. Untung Wen sangat dewasa, jadi tak masalah kalau mau cepat," kata Paing. Suaranya agak terharu karena Yuzu benar-benar akan pergi. Mungkin yang Alpha itu rasakan seperti Apo? Kehilangan Yuzu mirip dirinya kehilangan Nayu. Mereka akan terbang di sisi Alpha masing-masing, dan tidak ada lagi yang membuatnya terganggu. "Toh sebentar lagi Yuzu ke Harvard. Jadi, kutebak dia akan resign dari kantormu. Lalu menemani Yuzu di USA."

DEG

"Ugh, iya. Aku belum memikirkan sampai ke sana," kata Apo. Dia pun memperhatikan Ameera yang sudah sehat 100%, bahkan berpenampilan lebih baik meski tetap belum gemukan. Model itu membantu Yuzu menguteki kuku jarinya, sebab sejam lagi harus sudah berangkat dengan mobil-mobil resepsi. "Mau diganti siapa, ya. Aku jadi agak bingung. Wen terlalu berkompeten kalau kau digantikan dengan mudah."

Paing pun menatap ekspresi Apo yang keibuan. Demi apa Wen itu Alpha wanita umur 34. Lebih tua darinya. Tapi, melepas karyawan yang baik? Sepertinya Apo baru melihat anak sendiri akan menikah. "Mau dapat rekomendasi dariku? Akan kucarikan kalau ada yang baik."

Apo pun menoleh pada sang Alpha. "Boleh?"

"Ya, tentu. Sekretaris itu wajah perusahaan. Mereka tidak boleh sembarangan orang. Dan aku punya kandidat cukup bagus untuk posisi tersebut."

"Eh? Siapa?"

"Baifern Pimchanock? Dia karyawan baik juga di tempat Luhiang. Tapi masih bertahan di tempat itu karena belum cocok dengan jabatan yang dikehendaki," kata Paing. "Dia pemilih, Apo. Padahal sudah ditawari kenaikan beberapa kali, tapi tahu mana tempat yang membuatnya merasa pantas."

"Oh ...."

"Dan orang-orang seperti itu pasti berprinsip. Jadi loyal takkan mudah tergoyahkan oleh hal-hal remeh persis seperti yang Wen lakukan."

Apo pun tersenyum tipis. "Terima kasih, Phi. Semoga saja dia benar-benar mau," katanya.

"Pasti mau. Pim hanya mengharapkan bos yang baik. Lebih dari itu dia bertahan dengan caranya sendiri."

Apo pun merasa melambung ke langit. Dia senang bagaimana cara Paing memikirkan hal-hal kecil, ketika dia sering kehilangan detail--bukannya Apo ceroboh atau apa. Tapi, Paing sepertinya lebih jeli lagi daripada dia.

"Oh, iya. Kau tidak mau ganti baju juga? Nanti berangkatnya bersamaku. Toh Yuzu sudah ada mobilnya sendiri," kata Paing.

Namun, yang Apo pikirkan sudah bukan rasa segan kalau bertemu Mile lagi (ya, karena Wen mengundang suaminya juga). Tapi bagaimana pendapat orangtua Paing kalau melihat dia. Benar-benar menegangkan. Apa mereka tahu puteranya sedang menginginkan istri orang? Dan bisakah mereka menoleransi hal itu? Bagaimana kalau melihat baby Er? Apalagi Paing itu Alpha dominan dari keluarga konglomerat. Wajahnya punya label lebih tinggi daripada keluarga Wattanagitiphat, dan statusnya single yang belum pernah menikah--shit. Kenapa Apo jadi merasa bersalah?

"Apo?"

".... eh?"

"Kenapa?"

Mana mungkin Apo berteriak di depan Paing kalau--ya ampun! Hubungan mereka ini sungguh-sungguh rancu. Phi pernah tidak sih memikirkan sampai sana? Kenapa santai sekali.

"Phi, kudengar Yuzu ingin diwali-kan oleh dirimu, ya," kata Apo mengawali.

"Hm, benar. Itu memang keinginannya sejak sekolah. Ha ha ...." tawa Paing. ".... soalnya, dia bilang aku lebih mewakili peran ayah daripada Pa kami. Toh Pa juga sudah tua. Susah kalau ingin berinteraksi dengannya karena yang ada diceramahi."

Apo mendadak ingin tertawa, tapi dia tahan-tahan karena tak sopan. Bagaimana pun CEO terakhir keluarga Takhon sebelum Paing memang dari pihak ibu. Sebab jarak umur Pa dan Ma Alpha ini sangat jauh (Kalau tidak salah 13 tahun) Dan Apo pernah melihat mereka ketika kecil. Tapi tidak lebih dari saingan bisnis (itu pun Pa Paing sepertinya sudah agak ubanan. Apalagi sekarang?). Herannya, semua anggota keluarga awet-awet sekali. Mungkin karena mereka dari kalangan dokter. Jadi lebih paham soal jaga kesehatan. Apalagi jarang terdengar skandal dari mereka.

Namun, unsur segan ini ada karena tidak pernah ada kerja sama sejak dulu. Mungkin karena keluarga Takhon tidak seserver dengan keluarga Wattanagitiphat dari segi bisnis (beda bidang), jadi Apo pun makin berpikir keras.

"Hm, aku rasanya paham."

"Yup, begitu," kata Paing. "Tapi kenapa kau mendadak bertanya?"

"Bringe ich dich nicht in Verlegenheit, Phi?" tanya Apo. "Maksudku, meski orang-orang luar belum tahu, tapi ... menginginkanku berarti menanggung statusku juga. Apa Pa dan Ma-mu tidak masalah? Bagaimana kalau orang-orang bilang hal yang lebih bermacam-macam." (*)

(*) Bahasa Jerman: Apa kau tidak malu denganku, Phi?

Atas pertanyaan yang amat serius, Paing justru hanya mengendikkan bahu. "Ya, mereka tidak tahu kau orang seperti apa," katanya. "Jadi percuma memaksakan istriku Miss Thailand, misal? Tapi tahu-tahu dia menjaga pamor di publik saja."

Apo pun terdiam bisu. "...."

"Masih belum puas juga dengan jawabanku?"

Kelopak mata Apo pun turun perlahan. "Tentu saja, Phi," katanya. "Apalagi omongan Mile kemarin benar semua. Dia bilang--"

"You're my pride, Apo," sela Paing tiba-tiba. Sangat tidak mau dengar keburukan apapun. ".... jadi sekarang masuklah ke kamar. Siap-siap. Setelah itu cukup senyum waktu bertemu dengan mereka."

DEG

"...."

"Sini, biar kubawakan Er dulu. Waktunya masih banyak kok hingga jam keberangkatan," kata Paing. Langsung mengambil si mungil dari gendongan Apo. "Sekitar 40 menit lagi. Sana."

Apo mengangguk juga akhirnya. Dia pun langsung melipir ke kamar. Mencari baju terbaik. Rapi-rapi dengan gaya yang sesuai untuk pesta. Semprot parfum sana sini hingga mengalahkan aroma aslinya. Lalu berdebar saat mobil sudah sampai di depan gedung.

"Mmhh ... mmhh ... nnn," lenguh Er tiba-tiba. Dia tampak sangat tidak nyaman, padahal tadinya tidur saja di pangkuan Apo.

"Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Paing hingga tidak jadi turun mobil. Alpha itu menoleh sebentar ke Blau Er. Tapi Apo menggeleng pelan.

"Tidak tahu, tadi tenang-tenang saja," kata Apo. Padahal di luar mobil-mobil mewah sudah berdatangan masuk parkir. Namun, Er malah semakin rewel.

"Oeeeee! Oeeee! Oeeeee!"

Bahkan menangis walau tidak mengompol. Hei, kenapa sih? Bisa jangan nakal di situasi sekarang? Pikir Apo.

Paing pun mengelus ubun tipis Blau Er perlahan. Alpha itu ikut menenangkan si mungil. Namun, setelah tangisan Er mulai mereda, di luar malah ada pekikan yang lebih kencang dari seorang bocah.

BRAKH!

"DADDYYYY, LAWRRR!" teriaknya sambil melompat keluar mobil. Bocah itu sedang memeluk boneka Samoyed. Tampak tampan dan amat manis. Terutama saat melambai-lambai semangat. "AYO! C'MERE!"

DEG

Benar-benar pintar sekali. Baru umur segitu saja bilingual, dan sang ibu menyusul dengan jenis senyum yang bisa Apo kenali. "Alan, be careful, Baby ...." katanya sambil melangkah turun dengan high-heels yang indah. Wanita itu tersenyum kepada Mile Phakpum. Menggandeng tangannya yang baru menyusul keluar. Lalu melenggang masuk seperti pasangan paling ideal di dunia.

DEG

"Apo?"

"Eh?"

Apo pun tersadar dan langsung kembali ke bumi.

"Mau lewat gerbang belakang? Toh aku hanya harus ada saat penyerahan pengantin ...." kata Paing, yang sudah tampil tampan dengan Alexander Bespoke-hitamnya. (*)

(*) Salah satu jas eksekutif yang mahal jg. Rancangan Alexander Price. Kisaran harga 11:12 kayak Dormeuil Vaquish kemarin. 1,4 M ke atas.

"Ah, tidak, tidak. I'm okay," kata Apo sambil tersenyum tipis. ".... lagipula, Phi kan tuan rumahnya. Kenapa malah menyelinap segala? Harusnya kan jalan saja sampai ke kursi depan. Ha ha ha."

"Hmph, kau benar," kata Paing. Walau Apo tak menyangka Alpha itu tiba-tiba mengulurkan lengan. "Kalau begitu saatnya turun sekarang. Kau pun juga harus jalan percaya diri."

DEG

"Apa? Tunggu, Phi--"

Paing sudah menarik tangan kiri Apo agar bertengger di sana. "C'mon," katanya sambil menyentakkan dagu. "Semua akan baik-baik saja."