BEGITU sampai di kediamannya, Apo tidak menoleh lagi kepada Mile Phakphum. Dia juga tidak mengatakan apapun, tapi Mile sempat meraih tangannya. "Jangan lupa buka blokir nomorku," kata Mile. "Maksudku, sosial mediaku masih sama seperti yang dulu. Nanti kukirimi nomor yang sekarang."
Apo hanya menarik tangannya, lalu disambut barisan pelayan dan penjaga di depan pintu. Dia kembali menjadi Apo yang seperti hari-hari biasa. Berwajah tenang, bertutur tenang. Mile sampai tidak mengenali siapa dia kalau tidak ingat Apo yang menangis.
"Selamat datang, Tuan Nattawin."
"Sejauh apa dia berpura-pura memangnya?" pikir Mile. "Atau terlalu lama berpura-pura sampai dia lupa?"
"Oh, Sayangku ...." kata ibu Apo yang langsung meletakkan tangkai-tangkai bunga susunannya. Wanita itu bahkan hampir menjatuhkan vas keramik yang ada di tangan, lalu memeluk sang putera tunggal yang dipinjam seminggu.
Mile di belakang Apo dan menghadapi pelototannya.
"Kau sedang apa di sini? Sudah puas melakukan hal kotor pada anakku? Pulang!"
"Ma, Ma. Sudah ...." kata Apo. Lalu menoleh kepada sang Alpha. "Nanti pasti kuhubungi. Aku ingin istirahat sampai besok."
"Hm."
Apo pun segera menggandeng ibunya masuk. Dia tidak mau wanita itu sampai menggampar Mile untuk kedua kali, tapi untungnya sang ayah masih di kantor. Pria usia 61 itu harus turun tangan lagi karena dirinya sempat tidak bisa mengurus perusahaan. Hahh ... Apo jadi ingin meminta maaf, walau nanti pasti diomongi macam-macam kalau sudah bertemu.
"Kalau ada sihir di dunia ini, pasti sudah turun padamu ...." gumam Apo setelah masuk ke kamar. Dia menempelkan satu foto Mile di sebelah 'para Mile kecil', dan tentunya Mile tidak tahu Apo mengambil selembar potretnya dari dinding. "Hahhh ... ada-ada saja."
Seperti kembali remaja, Apo pun menelungkupkan wajahnya di atas meja kerja. Kedua lengannya memeluk tumpukan dokumen, lalu menyentuh perutnya sendiri.
Shiaa! Bagaimana bisa Apo melupakan Mile kalau benihnya saja di dalam? Telinga Apo bahkan memerah lagi karena persetubuhan pertamanya malah di pesawat yang terbang begitu kencang. Apalagi dengan Mile! Dengan Mile! Bagaimana kalau waktu itu yang datang Alpha yang lain?
Apo mungkin sudah bernasib seperti Gulf sekarang.
"Bisa-bisanya ... aku ...." desis Apo. Lalu membelai wajah Gulf dalam figura kecil. "Hei, Gulf. Kalau kau ada di posisiku, apa yang akan kau lakukan?"
Gulf hanya menatapnya dengan senyum di sana. Persis ketika Gulf masih hidup. Dia tak berubah dan terus tersimpan di dalam foto, sementara Apo kadang membayangkan dirinya dulu di sasana. Atau setidaknya, ponsel Apo aktif waktu itu.
Mungkin takdir bisa dirubah.
Mungkin Apo takkan kehilangan sahabatnya yang manis.
Apo sampai tidak berani menonaktifkan ponsel lagi sejak saat itu. Tak peduli seberapa merasa seterganggu apa dia, Apo memilih kemungkinan tidak kehilangan lagi.
"Sayang, boleh Mae masuk?" tanya sang ibu di balik pintu yang terbuka sedikit.
Apo pun segera menegakkan punggungnya. "Ada apa, Ma?"
"Pa mungkin tidak pulang sampai besok," kata sang ibu. "Tapi tidak keberatan kan kalau bicara dengan Ma dulu?"
Wanita itu pun mendekat dengan langkah anggun. Dia menoleh sebentar ke amplop yang diletakkan diantara dokumen, lalu berkata lamat. "Jadi, bagaimana hasilnya? Kau bisa cerita ke Ma apa saja."
Apo menatap amplop itu, lalu membuangnya ke tempat sampah kering di bawah meja. "Jangan khawatir, Ma. Tidak ada apa-apa," katanya dengan senyuman tipis. "Dan sebaiknya Pa segera istirahat. Besok aku sudah bisa bertugas kok. Jangan sampai kambuh lagi Cuma karena kelelahan."
Sang ibu pun mengerutkan kening. "Are u sure?" tanyanya memastikan.
Apo mengangguk dengan senyuman melebar. "Hm."
"Baiklah. Kalau begitu baik-baik saja mulai sekarang," kata sang ibu dengan menepuk bahunya. "Istirahat yang banyak hingga besok bisa pergi ke kantor lagi."
"Oke."
Wanita itu pun mengecup kening sang putera sebelum keluar. Sementara Apo tidak lupa membakar amplop hasil tesnya agar fakta di dalam terkubur hingga waktunya tiba.
***
POMCHAY tidak menunjukkan banyak perubahan setiap kali Mile menyambangi sang pewaris utama. Dia tetap menutup mata seperti mati, dan tangannya tidak bergerak sedikit pun sejak hari kecelakaan. Meskipun begitu, Mile tetap menyempatkan waktu untuk menggenggam jemari itu.
"Hei, Phi. Kau memanggilku kemari dengan banyak perkara," kata Mile dengan dengusan kecil. "Klienku sempat marah karena batal sponsor, modelku protes walaupun akhirnya paham, dan di pesawat aku menghamili seseorang." Mile tersenyum, tapi hanya miris yang tebias di sana. "Semuanya hal buruk. Apa karena aku terlalu memberikan banyak beban setelah pergi? Kupikir kau manusia super tak terkalahkan."
Mile juga mengoceh hal lain meski dalam ruangan itu hanya mereka berdua. Dia cerita tentang Apo dan bayi mereka yang masih di langit. Lalu seberapa teguh Omega-nya mempertahankan prinsip.
Mile pikir, Apo akan setuju melakukan pernikahan lebih dulu sebelum jadi pasutri modal nekad seperti di dalam drama. Tapi, fakta
Apo memikirkan kebahagiaannya lebih dari siapa pun ... jujur Mile sangat mengapresiasi.
Apo tidak pantas diremehkan, Mile paham. Apalagi perusahaan mereka sekarang bersaing dalam bidang real estate dan lain-lain. Yang setiap tahun posisinya naik turun, dan saling salip menyalip bergantian dalam rank di ranah bisnis. Tapi apa persaingan ini sangat perlu?
Mile tidak ingin berhadapan dengan Apo di kursi pimpinan meski cepat atau lambat pasti terjadi. Dan itu akan menjadi mimpi buruknya.
"Cepat sembuh, Phi. Cepat kembali kepada kami," kata Mile. "Buatlah aku bebas seperti dulu. Sehingga bisa di sebelahnya tanpa posisi yang serba salah."
Pomchay tentu tidak bereaksi seperti normalnya orang koma.
"Aku pasti akan membawa bunga ke kuil setiap pekan untuk kesehatanmu. Aku janji."
CKLEK!!
"Permisi?" kata seorang wanita tiba-tiba. Dia membawa buket bunga yang besar, dan senyumnya manis saat bersitatap dengan Mile Phakphum. "Apa aku boleh menjenguk kekasihku?"
Mile pun segera berdiri. "Oh, Nona Pin," katanya. Dia pun balas tersenyum, walau tercengang karena melihat perut Pin yang sedikit besar. "Selamat datang. Aku sudah selesai kok. Kau bisa menemaninya setelah ini."
"Oh, terima kasih ...." kata Pin. Dia pun mendekat, lantas mencium pipi kanan dan kiri Pomchay sebelum meletakkan bunganya ke atas nakas. "Ngomong-ngomong, semangat, ya. Maaf kondisinya membuatmu kerepotan, Mile."
Mile tertawa kecil. "Tidak apa. Kan Phi kakakku sendiri."
"Oh, iya. Pokoknya ingin bilang begitu saja. He he he."
Mile pun pamit keluar setelahnya, tanpa tahu Pin menghela napas panjang karena sejak tadi mendengarkan apapun yang Mile katakan di balik pintu.
"Hahhhh ... sepertinya ada seseorang yang membutuhkan Alpha-nya juga selain aku," kata Pin. "Tapi, jangan khawatir, Chay. Aku akan mengusut kasus kecelakaanmu itu segera. Aku yakin ada sesuatu. Tunggulah."
***
"PHI APOOOOOOOO!!" teriak Nayu, sepupu kecil Apo yang masih 16 tahun. Gadis muda itu memang sering berkunjung ke kantornya untuk dapat uang jajan, walau Apo sempat melupakannya sejak dapat masalah di bandara.
"Nayu? Jangan duduk di sana. Ayo masuk," kata Apo yang segera menghentikan mobilnya.
"Oke! Tunggu, Phi!" kata Nayu yang segera beranjak dari lantai depan toko buku itu. Dengan lari-lari kecil, Nayu memutari mobil lalu masuk ke sebelah kursi kemudi. Dia (kadang) sengaja menebeng daripada naik bis sekolah. Karena mobil Apo jelas lebih nyaman.
"Phi Po kemana saja seminguan ini? Aku sempat 2 kali tidak ketemu waktu kutunggu. Untung tidak sampai terlambat sekolah."
"Ah, aku ... ada urusan penting dengan teman," kata Apo dengan senyuman kecil. "Maaf, ya. Lain kali chat Phi dulu kalau memang mau ikut. Pastikan kita bisa bersamaan atau tidak."
Nayu mengerucutkan bibirnya. "Phi dulu kubegitukan, tapi kadang terlalu sibuk meski Cuma buat buka ponsel. Aku harus bagaimana?"
Apo menggeleng pelan. "Habisnya kau dibelikan mobil sendiri juga tidak mau."
Nayu malah tertawa keras. "Kan aku mau pamer punya sepupu tampaaaaaaaann! Ha ha ha ha ha! Teman-teman harus lihat Phi Po yang menawan. Uwu!"
"Ckckck. Kau ini," kata Apo. Dia melambaikan tangan kepada Nayu begitu sampai sekolahan. Tidak lupa memberinya uang jajan lebih yang tentunya bisa dipakai Nayu belanja banyak di swalayan nantinya. "Sana, belajar yang serius. Dah."
"DADAAAAAH! MUACH! MUACH! PHIIII!" kata Nayu. Dia lalu merangkul teman-temannya di depan gerbang, meski Apo kaget ketika melihat Mile berhenti di sekitar sana juga untuk bicara dengan seseorang.
Seorang wanita cantik, astaga. Dia membuat Mile membuka jendela sebentar, lalu mereka bertukar nomor ponsel sebelum si wanita berjalan pergi.
DEG
BRRRRRMMMMM!!!
Namun, Apo tidak memberi waktu untuk hatinya merasa sakit. Dia segera menginjak gas mobil secepat mungkin, kemudian berlalu dengan pura-pura tidak tahu apapun.
Bersambung ....