BAB 25
"Aku pulang ...." kata Mile begitu sampai ke rumah. Lelaki Alpha itu langsung menuju ke kamar, tapi ternyata Apo tidak di sana. Padahal mobil yang dipakai mengantar ke RS sudah di parkiran. Kemana Omega-nya kali ini? "Sudah jam 10 malam." Mile pun menelpon Apo bahkan sebelum membuka luaran jasnya.
[Berdering ....]
[Panggilan Anda ditolak]
"Apa?" kaget Mile. Namun tidak lagi ketika ada suara langkah kaki ringan dari belakang. Lembut sekali karena memakai sandal lantai. Dan harum khas-nya bisa Mile hirup meskipun bercampur dengan sabun mandi.
"Mile ... ada apa?" kata Apo. Lelaki itu mengantungi ponsel ke saku bathrobe putih yang dipakai. Lalu memeluk dari belakang.
Ho, manisnya. Mile sampai tidak tega mencecar Apo langsung soal Alpha di RS. Malahan kini berbalik untuk mencium. Cup. Cup. Dan Apo balas mengecup seperti biasanya saja. Dia tidak terlihat gelisah, apalagi menyembunyikan sesuatu dari Mile. Hmm, pasti bukan selingkuhannya. Aku harus hati-hati.
"Tidak ada," kata Mile. "Hanya penasaran kok kau tidak ada waktu aku pulang."
"Hm?"
Mile terkekeh pelan. "Tidak boleh ya mencari-cari istriku?" katanya retoris. "Seharian ini aku berkali-kali ingin pulang lebih dari biasanya."
Senyuman Apo pun merekah perlahan. Dia seperti bunga bila menatap dengan mata indah itu. Apalagi jika bergelayut manja di leher sang Alpha. "Mungkin kau merindukanku? Selamat datang di rumah ...."
HUP! BRUGH!
"Ha ha ha ha ha." Mile pun melotot karena Apo melompat ke gendongannya tiba-tiba. Untung refleks tangan Mile bisa dipuji. Dia pun memeluk sang Omega seperti bayi koala, lalu membawanya ke balkon kamar.
Mereka melewati beberapa sofa yang terhampar, dua tirai yang harus ditarik talinya hingga membuka, baru bisa melihat pemandangan malam di balik kaca.
Indah sekali kerlap-kerlip lampu di kota. Apo berkali-kali penasaran bagaimana cara Mile menemukan spot strategis ini untuk membangun rumah, tapi belum sempat bertanya hingga sekarang.
"Jadi, setelah kukasih desain itu, langsung kau urus di belakangku?" tanya Apo.
"Hm, tapi kondisimu sering turun waktu itu. Mana mungkin kuajak bicara soal rumah? Semua kupilih sendiri saja," kata Mile sambil membelai pelan punggung Apo.
"Oh, hmm."
Padahal Apo bilang, barusan dia tidak ada karena mengemong Ed yang sempat kembung. Omega itu pun harus di sisi baby-nya hingga tertidur. Tidak lupa mengolesi minyak di perut mungil Ed agar sakitnya mereda.
Kini, giliran Mile lah yang mengemong Apo, meski lelah merambati tulang-tulangnya. Sang Alpha mendudukkan Apo pada ambal tinggi sambil memeluk. Dan tentunya aman karena ada pagar setinggi punggung di belakang Apo. "Well, aku tidak langsung mandi malam ini. Bagaimana bauku? Jangan protes saja kalau mencium keringat--ha ha. Tadi aku sempat keliling pabrik selai setelah showroom-mu di Chiang Mai."
"Baumu? Buruk," cengir Apo. Tapi dia malah merebahkan kepalanya di bahu Mile. Pelukan Apo juga mengerat, dan dia menikmati angin yang membelai mereka dari sekitar. "Nanti mandi dua kali kalau mau memelukku saat tidur. Atau tidak akan kumaafkan."
Kaki-kaki Apo mengayun kecil seperti bocah.
Mile kadang masih penasaran kenapa semua Omega begitu, tapi Apo tetap yang paling unik. Sebab sejauh dia jelajah partner seks selama ini, hanya Apo yang berhenti clingy setelah tidak di tempat privat. Dia hanya manja waktu berdua, dan Mile merasa bangga jadi satu-satunya yang melihat sisi tersebut.
"Ya, ya," kata Mile. Lalu merogoh kalung yang sejak tadi dia persiapkan di saku jas. "Sebentar, aku punya hadiah untukmu."
"Apa."
"Just close your eyes," kata Mile. Apo pun mengernyitkan kening, tapi menurut juga. Sang Omega pun merasakan sesuatu melingkari leher jenjangnya perlahan, juga kecupan Mile di beberapa tempat setelah benda itu terpasang. "Bagaimana? Suka?"
"Menurutmu?" kata Apo sembari tersenyum. Benar-benar terlihat seperti malaikat. Mile pun membelai pipi Apo dengan bujari. Masih tak menyangka seseorang secantik ini merupakan miliknya.
"Menurutku, kalau suka pasti takkan kau lepaskan dengan mudah," balas Mile. "Atau digantikan sampai aku sendiri yang membelikan baru."
"Recht," kata Apo senang. Dia pun maju untuk mencium Mile lebih dulu, tanpa memejamkan mata sedetik pun. Bibirnya boleh melumat, tapi determinasi meluap-luap dari maniknya hingga Mile tidak bisa berpaling. Dia menjelajah kulit hangat nan lembut milik sang Omega dengan lidah. Semua gigi-gigi rapi Apo tak terlewat dari sapuan, dan menghidu tiap jengkal harum manis dari tubuh itu.
Hahh, nyaman sekali melepaskan beban seharian dengan cuddling ringan seperti ini. Mile pun mengulanginya lagi dan lagi, walau Apo menghentikan tarikan tangannya di tali bathrobe.
"Hmnhh, nnh ... jangan," larang Apo. "Sana bersih-bersih dulu sebentar. Aku tunggu."
Mile pun tertawa kecil, walau belum sepenuhnya terbiasa. Bagaimana pun, semua teman tidur Mile dulu tahu dia suka variasi outdoor. Namun, sejak Apo jadi satu-satunya, justru sang Alpha lah yang terseret dalam gaya hidup berkelas Apo Nattawin.
"Oke."
Apo tiba-tiba menarik jas Mile sebelum sang Alpha melepaskannya. "Oh, iya. Tunggu. Soal perjalanan ke Denmark sudah fix berapa tamunya?" Lelaki itu mengerjap dan menjelaskan. "Aku bicara soal resepsi di Copenhagen."
DEG
"Oh ...." desah Mile begitu sadar. "Belum. Baru 504 tamu yang terdata, tapi sepertinya aku harus mengingat beberapa orang yang masih terlewat. Memang ada tambahan yang ingin kau undang?"
Apo pun mengangguk pelan. "Mn, satu saja kok. Pasti masih muat untuk ikut seat pesawat kita," katanya. "Seorang senior di univ dulu. Namanya Paing. Paing Takhon. Dia sering mengajariku banyak hal waktu kita masih kuliah."
Yang semula semangat mandi, kini Mile tercenung diam. Dia bahkan sempat loading beberapa saat karena ingat Alpha tampan dalam foto kiriman Nayu.
"Oh, senior ...." desah Mile. "Kenapa mendadak sekali? Kau bilang sudah menghitung semua tamu dari pihakmu." Berusaha tenang, dia pun berbalik lagi ke sang Omega.
"He-em, maaf ya. Aku saja baru tahu kalau Phi pulang dari London. Soalnya ini sudah dua kalinya dia S3 di Oxford," jelas Apo. "Lagipula, bagus juga kalau kalian kenalan. Phi Paing kan sudah menggantikan ayahnya di perusahaan. Jadi, cepat atau lambat kalian akan bertemu di ranah bisnis."
"Oh, iyakah?"
"Yeah? Keluarganya kan satu tingkat di atasku sekarang. Jadi akan menguntungkan kalau kita semua saling mengenal," kata Apo. "Tapi kerja sama kami yang terakhir sudah satu tahun lalu. Apalagi aku sempat cuti hamil. Jadi, memang miss-informasi samasekali darinya."
"Hmmm ...." gumam Mile. "Baiklah, walau aku tidak tahu kau punya akraban selain teman kecilmu yang waktu itu."
Apo pun sempat mengernyit, tapi dia tetap menanggapi dengan santainya. "Ya karena kita sering tanding anggar? Padahal keahliannya samurai. Tapi senang saja ikut aku latihan. Katanya seru karena pedang yang kupakai lebih ringan."
"Oh, ya. Tentu. Akan kucatat nanti namanya di dalam buku tamu," kata Mile. "Jangan khawatir soal itu."
"Okay."
Mile pun mengecup kening Apo sebelum melipir ke kamar mandi. Dia senyum seperti biasa, tapi beda lagi ketika sudah menutup pintu.
BRAKHHHH!!!
PRAKHHHH!!!
"BRENGSEK!!" maki Mile setelah meninju dinding. Dia juga menendang-nendang tanpa kendali, lalu di duduk di atas kloset untuk menenangkan diri. "ARRRRRGHH!!"
BRAKKKHHH!!
BRAKHHHH!! BRAKHH!
"Kenapa aku dulu tidak fokus di ranah ini, fuck," batin Mile yang merasa kecolongan sekali. "Kenapa aku malah ke Aussie dan tidak memperhatikanmu. Kau harusnya tidak punya seseorang seperti itu selain aku."
Tapi Mile tidak punya jalan untuk mencegahnya karena sudah terlanjur.
Gila! Sampai S3 dua kali di Oxford, katanya? Mile bahkan hanya selesai studi S2 di UNSW, karena memilih terjun ke agensi Royalle waktu itu. (*)
(*) Royalle atau The Royal.
Salah satu dari 3 agensi model terbaik di Australia. Letaknya di Sussex Street 201, Sydney.
"Aku harus lebih serius sekarang," kata Mile. Dia memijit kedua mata, padahal sudah mabuk dokumen karena tak terlalu menyukai bisnis. "Dan maaf karena sempat lambat di kursimu, Phi Chay. Kuusahakan tak begitu lagi mulai besok pagi."