Carles mulai bangkit, dia memegang erat pisau dalam genggamannya.
Charles menoleh ke arah Denias.
Lalu ekspresi gugup terpancar di wajah Denias.
"Wah, ternyata kau ada di situ ya!" ucap Charles.
Denias mulai waspada, nampaknya Charles adalah orang yang berbahaya.
Tatapan Charles itu seperti menyiratkan akan suatu hal yang menyeramkan.
Dia bukan manusia yang normal seperti dirinya.
Denias terus memandang pisau yang ada di tangan Charles.
Dia yakin Charles akan menyerangnya dengan pisau yang ada di tangannya itu.
"Kenapa kau melihat diriku seperti itu?" tanya Charles dengan senyuman tipis yang mengandung banyak arti.
Pria paruh bayah dengan bola mata biru dan tubuh tinggi besar itu kian mendekat.
Denias menghela nafas berat.
"Pak Charles, tolong maafkan aku, jangan membunuhku," pinta Denias.
"Loh, kenapa kau bilang begitu? Bukankah, kau itu sama dengan kami. Arthur bilang kau sangat menyukai masakan istriku?" tanya Charles, dengan suara yang terdengar sangat ramah.
'Istrinya?'
"Kalau kau benar-benar menyukainya, kau boleh bergabung dengan kami, aku akan mengangkatmu menjadi putra kami," ujar Charles.
'Berarti, keluarga Davies, adalah keluarga psikopat, mereka adalah sekumpulan orang dengan gangguan jiwa, pantas saja mereka semua terlihat aneh, meski bersikap ramah sekalipun. Bahkan sejak dulu aku juga tidak yakin kebaikan mereka itu tulus. Dan kenyataannya ... memang benar jika kebaikan dan kedermawanan mereka hanya kedok belaka' batin Denias.
"Bagaimana? Apa kau mau untuk bergabung bersama kami? Dan menjadi bagian dari keluarga kami?" tanya Charles.
Bukan tanpa alasan Charles mengajak Denias bergabung dengannya. Dia ingin keluarganya semakin banyak, dan dia tidak bisa sembarangan memilih orang untuk bergabung dengan mereka.
Setidaknya jika lelaki maka dia harus memiliki sifat seperti dia dan keluarganya.
Jika keluarganya semakin banyak, maka dia akan dengan mudah mengalahkan keluarga musuhnya yaitu Wijaya Diningrat, paman dari Arumi istrinya.
"Katakan sekarang, jika kau ingin bergabung bersama kami, dan menjadi keluarga kami," perintah Charles, dia memegang dagu Denias.
Denias tak menjawab pertanyaan itu, dia ingin menyerang Charles, tapi entah mengapa tubuhnya mendadak melemas.
Dia menjatuhkan kayu dari tangannya.
Klontang!
Charles tersenyum lagi. "Aku tahu, meski kau berada di sekolah elite itu, tapi sebenarnya, orang tuamu tak membayar sepeser pun. Kau berada di sana hanya karna beasiswa, orang tuamu juga bukan orang yang kaya raya," Charles melepas perlahan tangannya dari dagu Denias.
"Tapi tidak apa, aku sangat menyukaimu, meski kau anak orang miskin, tapi kau punya otak yang cerdas, sehingga kau bisa berada dan sejajar dengan putra-putraku."
Tuan Charles juga meletakkan pisau dari tangannya ke atas meja.
"Kalau kau, bersama kami, dan menjadi anak angkat kami. Maka kau akan mendapatkan apa yang tidak pernah kau dapatkan selama bersama dengan orang tua kandungmu," ucap Charles.
Denias menggelengkan kepalanya. "Pak Charles, apa bisa Anda melepaskan saya saja," pinta Denias.
Charles menggelengkan kepalanya.
"Tidak bisa. Kalau kau lepas dari keluarga kami itu artinya kau harus mati di tangan kami, karna kami bukanlah orang yang dengan mudahnya melepaskan tawanan kami," jawab Tn. Charles.
Peralahan Denias mengepalkan kedua tangannya, lalu dia memukul wajah Tn. Charles hingga terjatuh.
Di saat itulah Denias meraih pisau milik Tn. Charles yang ada di atas meja.
"Apa yang akan kau lakukan dengan pisau itu?!" teriak Charles.
Denias hendak menusuk perut Tn. Charles, agar dia mati saat itu juga, namun Denias mengurungkan niatnya.
Dia masih merasa tak tega dan belum siap menjadi seorang pembunuh.
Akhirnya Denias menusuk bagian kaki Tn. Charles, karna dengan begitu Charles tidak akan bisa mengejarnya.
Denias berhasil keluar dari ruangan itu, dan dia melihat ada Arthur yang sedang berjalan ke arah gudang.
Akhirnya Denias bersembunyi, lalu di saat Arthur lengah, Denias menusuk perutnya.
Padahal, baru saja dia menghindari menyerang bagian perut, saat menghadapi Tn. Charles. Tapi saat melihat Arthur, kembali dia merasa garam dan dia benar-benar ingin membunuh Arthur.
Akhirnya dia berhasil menusuk perut Arthur, dan tubuh Arthur kini mulai terkulai lemas.
Arthur memegangi perutnya dan tampak kesakitan, tapi anehnya dia tak merintih sama sekali, justru dia masih sempat tersenyum melihat Denias.
Tentu saja hal itu membuat Denias semakin geram lalu dia kembali menyerang untuk kedua kalinya.
Kemungkinan dia akan menyerang Arthur hingga Arthur tak bisa melawan sama sekali alias mati.
Bagi Denias saat ini dia bukan menghadapi manusia, melainkan tengah menghadapi iblis.
Dan oleh karna itulah, dia tak mau membiarkan Arthur hidup.
Kalau Arthur tidak mati, maka dia yang akan mati karna di bunuh oleh Arthur dan yang lainnya.
"Mati kau!"
Jlubs!
Pisau mendarat untuk yang kedua kalinya.
Namun tiba-tiba saja ada yang meneriaki Denias.
"Hey! Apa yang sedang kau lakukan di sana?!" teriak Mesya.
Saat itu Denias menoleh, dan Mesya tampak syok karna melihat ternyata pria itu adalah Denias.
Orang yang saat ini tengah dicari-cari oleh polisi.
Di tambah lagi, ada sebuah pisau di tangannya dan tubuhnya berlumuran darah.
Mesya juga terkejut saat melihat tubuh Arthur yang tengah terkulai lemah.
"Kak Arthur!" teriaknya.
Denias menatap Mesya dengan tajam, dia hendak menyerang Mesya.
Karna dia pikir Mesya itu sama dengan keluarga yang lainnya.
Melihat Denias berlari kearahnya, Mesya juga segera berlari.
Denias meraih rambut Mesya yang saat ini tengah terurai.
Rambut hitam lurus itu kini dalam genggaman Denias. Mesya terpaksa menghentikan langkah kakinya.
"Ah, sakit tolong lepaskan aku!" pinta Mesya.
Denias tak peduli dengan rintihan Mesya, dia hendak melukai Mesya dengan pisau yang ada di tangannya tapi ....
Jlub!
Seseorang menusuk tubuh Denias dari belakang, dan dia adalah David.
Mesya berhasil lolos dari Denias berkat David.
Mesya segera memeluk David, dan tak berselang lama Arumi datang menghampiri mereka.
"Kalian sedang apa di sini?" tanya Arumi.
"Wah, tega-teganya, dia ingin melukai putri kesayanganku!" ucap Arumi yang garam.
Wania itu menghampiri Denias lalu menginjak tubuh Denias dengan kuat.
Jleg!
"AAHH!" teriak Denias
Mesya mematung tanpa kata, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, Arumi yang baik hati dan lembut itu bertingkah sekasar ini kepada Denias.
Rupanya dugaannya benar, jika kebaikan keluarganya itu hannyalah kedok.
"I-ibu, lepaskan, dia ...." Pinta Mesya.
To be continued