Arumi kembali menyeringai, kedua netranya menajam.
"Apa anak lelaki itu yang sudah memberitahu kepadamu?" tanya Arumi kepada Mesya.
"...." Mesya terdiam dengan kedua bola mata terus berputar-putar mencari alasan.
Dia begitu mengkhawatirkan Romi, meski dia tak mengatakannya sekarang, tapi Mesya sangat yakin kalau Arumi sudah menyadarinya.
"Sudah, Mesya, jangan takut, "Arumi kembali memegang lembut wajah putrinya.
"Ibu, tidak akan melukainya asalkan kamu tetap menjadi putri kesayangan kami," tukasnya. Nada bicara Arumi begitu lembut, tapi memiliki arti sebuah penekanan dan juga ancaman terbesar dalam hidup Mesya.
"Kenapa, Ibu, begitu menyayangiku?" tanya Mesya.
"Kau ini bertanya apa? Kau, 'kan putri kami, tentu saja kami sangat menyagangimu," ujar Arumi.
"Tapi ... aku bukan anak kandung kalian? Kenapa kalian menganggapku seperti sesuatu yang begitu berharga, padahal kalian mempunyai dua anak lelaki yang seharusnya kalian banggakan di banding diriku?" tanya Mesya. Hari ini adalah hari di mana ia akan mencari semua jawaban atas segala kecurigaannya selama ini.
"Kau itu benar-benar sudah besar ya, Sayang," Kembali Arumi mengelus rambut Mesya.
"Cukup, Bu!" Mesya menepis tangan Arumi, "jangan pura-pura baik kepadaku!" cantasnya.
"Ya, Tuhan, kau pikir kami hanya berpura-pura baik kepadamu?"
"Tentu saja! Kalian memperlakukanku seperti anak emas, dan selanjutnya kalian pasti juga akan membunuhku!"
"Cek-cek-cek ...." Arumi berdecak heran seraya menggelengkan kepalanya.
"Kau sudah berpikir terlalu jauh, Mesya," ujar Arumi.
Mesya mendengus kesal,
"Bagaimana aku tidak berpikir terlalu jauh, Bu! Buktinya kalian sudah menyembunyikan sesuatu yang sangat besar dariku!" tukas Mesya, dan nada bicaranya begitu tinggi.
Mesya berjalan menghampiri Denias yang masih tergeletak tak berdaya
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Mesya.
Dan Charles perlahan mendekat, sepertinya pria setengah tua itu hendak melakukan hal buruk kepada Denias.
Melihat hal itu, Mesya segera meraih pisau yang ada di tangan Denias, lalu mengalungkan di lehernya sendiri.
"Jangan mendekat!" sergah Mesya.
"Hey, Nak! Apa yang akan kau lakukan?" tanya Charles.
"Bukankah kau ingin membunuh dia?" Pandangan Mesya mengarah kepada Denias.
"Atau kau ingin membunuhku!" ucap Mesya seraya menatap Charles dengan penuh amarah.
"Hey, Mesya! Panggil dengan sebutan 'Ayah' dia itu Ayahmu!" bentak Arthur.
"Ayah?" Mesya melirik kearah Arthur. "Aku tidak mau punya Ayah, yang seorang pembunuh!" tukas Mesya dengan penuh kemantapan hati.
"Kau itu benar-benar tidak sopan ya!" Arthur yang tubuhnya masih di penuhi dengan luka itu perlahan mendekati Mesya. Dia hendak memukul Mesya, tapi Charles menghalanginya.
"Stop, hentikan, Arthur," ucap Charles.
"Tapi dia itu sudah menghina, Ayah! Dia pikir dia itu siapa?! Bukankah Ayah sendiri yang bilang jika tidak akan ada siapa pun yang bisa menginjak-injak harga diri keluarga kita!" protes Arthur.
"Hentikan amarahmu, kau tidak bisa memarahi atau melukai adik perempuanmu sendiri!" sergah Charles.
"Tapi, dia itu sudah keterlaluan, Ayah!" Arthur benar-benar sangat marah dengan Mesya, rasanya dia sudah tak tahan lagi untuk menghajar atau bahkan membunuhnya sekarang.
Karena melihat Charles yang mulai kewalahan dengan sikap Arthur, Arumi pun mendekat.
"Sayang, kendalikan amarahmu, apa yang dikatakan oleh Ayahmu itu benar. Kau tidak boleh melukai adikmu sendiri, apa lagi dia hanya perempuan lemah," tukas Arumi yang mencoba menenangkan Arthur.
Mesya melihat emosi yang terpancar dari wajah Arthur, hari ini dia melihat sisi buruk dari sifat Arthur.
Selama ini dia mengenal Arthur adalah seorang anak yang ceria dan selalu bersikap baik kepadanya, bahkan sikap baiknya terkadang terkesan berlebihan dan dibuat-buat.
'Jadi seperti ini sifat, Kak Arthur, yang sesungguhnya. Begitu menggebu-gebu dan juga tak sabaran. Rupanya semua kebaikannya itu hanya kedok ... aku sudah kena tipu daya Arthur,' batin Mesya.
Arumi dan Charles terus menasehati putranya agar tidak bertingkah ceroboh seperti menyakiti Mesya atau bahkan membunuhnya saat ini juga.
Karna bagaimanapun juga Mesya adalah bagian dari keluarga mereka.
Misi mereka untuk menjodohkan putri mereka dengan anak Wijaya belum terlaksana.
"Stop!" teriak Mesya dengan lantang.
"Kalian tidak usah bertengkar karena ku! Aku yakin suatu hari nanti kalian juga akan membunuhku! Dan oleh karna itu, aku lebih baik mati sekarang karna bunuh diri dari pada menunggu kalian yang akan membunuhku!" teriak Mesya.
Pisau yang ada di tangannya perlahan mulai iya gerakan dan melukai kulitnya sendiri, tapi belum selesai, David langsung merebut pisau itu dari tangan Mesya. Lalu David melemparnya jauh-jauh.
Pisau terpental jauh, lalu David memeluk Mesya.
"Tolong jangan lakukan itu," bisik David di telinga Mesya.
Kedua bola mata Mesya seketika membulat, ini sebuah kejadian yang benar-benar sangat langka, David memeluknya.
'Kak David, memelukku?' batin Mesya.
Semua orang yang ada di halaman rumah itu terdiam mematung, mereka terfokus menyaksikan David dan Mesya yang saling berpelukan.
"Aku mohon, Mesya, jangan lakukan itu. Aku tak mau kehilangan dirimu? Cukup Lizzy, dan kau jangan," tukasnya. Suara David bergetar seperti sedang menangis, Mesya terdiam tak bergeming.
Rasanya dipeluk oleh David membuat hatinya bercampur aduk.
Di sisi lain dia kecewa karna mengetahui seperti apa keluarganya yang sebenar, tapi di sisi lain, dia bahagia karna David memeluknya. Hal yang tak pernah ia bayangkan.
Bahkan David sampai memohon kepadanya.
Karna hal ini, dia menjadi tahu sifat David yang sesungguhnya.
David adalah orang yang baik, meski selama ini selalu bertingkah dingin kepadanya, tapi nyatanya David 1000 kali lebih baik dari pada Arthur.
Dan benar kata Romi, jika hanya David satu-satunya orang yang baik di keluarga Davies.
"Kak David," Mesya melepaskan pelukan David, "kau menangis?" tanya Mesya.
Dan David menunduk, dia berusaha menutupi air matanya. Tapi Mesya sudah terlanjur tahu, dan Mesya menyeka air mata David.
Tapi tiba-tiba saja Charles menghampiri mereka, lalu dia menampar wajah David.
Plak!
"Dasar Anak Lemah! Sejak kapan kau itu menjadi cengeng begini?!" bentak Charles.
David menundukkan wajahnya, dia tak berkata apa pun. Tak ada sedikit pun perlawanan darinya.
"Sini!" Charles menarik tangan David dan hendak memukulnya lagi, tapi Mesya menghentikannya.
"Jangan pukul, Kak David, lagi!" teriak Mesya.
Charles menoleh kearah Mesya dengan sorot mata penuh amarah. Dan dia melepaskan David, lalu perlahan mendekati Mesya.
Mesya tak takut lagi, dia malah memasang wajah yang menantang.
"Kalian pikir, aku tidak tahu, jika sejak kecil kalian sering sekali memukuli, Kak David!?"
To be continued