webnovel

9. Makan Malam

"Maksudmu, dia memiliki kepribadian ganda, Tir?" tanya Elang penasaran.

Pria yang tengah mondar mandir tidak jelas itu melihat ke arah Elang yang tengah memberikan spekulasi tentang apa yang dia pikirkan.

"Tidak … tidak … ini bukan seperti itu, dia bukan kehilangan kesadaran karena memiliki Kepribadian ganda."

"Jika bukan seperti itu, seperti apa?"

"Ini semacam kehilangan ingatan jangka pendek, lebih tepatnya dia menghapus ingatan yang dianggapnya sebagai bahaya untuknya."

Elang tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Tirtan. Pria itu membuatnya begitu kebingungan.

"Jadi otak merespon tiap hal yang terjadi sekitar kita, jika dia menganggap tubuh kita dalam bahaya dia akan menghapus ingatan itu, tapi tidak semua orang memilikinya."

"Termasuk dia tidak ingat apa yang didengar olehnya tentang—"

Tirtan menganggukan kepalanya membenarkan apa yang ada di dalam pikiran Elang. "Ingatan seperti ini, bisa tiba-tiba ingat dan kembali lupa, tergantung dari pemiliknya."

"Maksudmu, dia amnesia?"

"T-tidak seperti itu. Amnesia dan Kehilangan Memori Jangka Pendek itu berbeda."

"Katakan dengan benar, jangan membuatku kesal."

"Jika aku menjelaskannya cukup panjang, intinya ini semacam perlindungan diri yang dipicu oleh trauma di masa lalu karena itu dia menghapus ingatannya." Tirtan menjelaskan dengan sangat jelas mengenai kondisi Anna.

"Trauma?"

"Ya, trauma bisa mengakibatkan pecahnya kepribadian atau kehilangan memori jangka pendek."

Elang menatap wanita yang tengah terbaring di tempat tidur. "Jadi, itulah alasan kenapa dia mengatakan tidak tahu jika aku seorang mafia?" tanya Elang menatap pelan ke arah Anna.

"Binggo," ucap Tirtan sambil melihat ke arah Elang yang tengah menatap ke arah Anna kemudian terpikirkan sesuatu. "Tapi, kau menemukan wanita ini di mana? Dia memukulku cukup kuat, sepertinya dia ahli bela diri."

"Thanks, Tir. Aku akan menelponmu jika terjadi sesuatu!"

"Aku hampir lupa, ingatannya bisa saja kembali, itu akan membuatmu dalam bahaya, atau ingatannya tidak akan pernah kembali, tergantung dari keberuntungan."

"Aku tidak percaya pada keberuntungan, Tir."

Tirtan hanya tersenyum, kemudian keluar dari kamar.

"Pukulan wanita itu begitu kuat, aku rasa rahangku retak," keluh Tirtan.

Selepas kepergian Tirtan, Elang masuk ke dalam ruang kerjanya. "Aku ingin kau memeriksa latar belakang wanita itu sekali lagi, semua informasi tentangnnya."

Semua tentang Anna, dia ingin segera mengetahuinya, mengapa Tirtan mengatakan jika pemicu awalnya adalah trauma. Informasi yang didapatkan oleh Ervin sangat sedikit, karena Anna adalah pendatang di Negara itu.

"Baik, aku akan memeriksa latar belakangnya sekali lagi."

"Jangan membuatku kecewa, Er!"

Pria itu hanya menganggukan kepalanya. Ervin hanya bisa memasang wajah tidak percaya melihat apa yang dilihat jika tuannya tengah menatap sendu pada wanita tidak sadarkan diri itu. Apa dia tengah bermimp? Tidak, apa yang dilihat benar-benar nyata. Wajah bengis dan dingin itu berubah hangat.

Setelah puas memandangi wajah asia milik Anna, Elang memilih beranjak dari sana kembali ke ruangannya, Ervin pun begitu setia mengikuti kemanapun langkah kaki Elang.

Tubuh atletis itu segera direbahkan di atas sofa berwarna merah dengan tangan menutupi sebagian wajahnya. Ada sesuatu yang tengah berkecamuk di dasar hatinya, dia sendiri bahkan tidak mengerti.

Tatapan yang diberikan pada Anna, ia tahu dengan jelas bukan seperti dirinya, tetapi di dasar hatinya mengatakan untuk tidak menyakiti wanita itu. Seakan alam bawah sadar mengatakan hal lain apa yang dipikirkan.

Sebuah ketukan pintu disertai daun pintu terbuka memperlihatkan seorang pria bertubuh tegap memakai setelan jas berwarna hitam, wajahnya tampak begitu serius.

"Tuan, persiapan kita untuk beraksi malam ini telah siap," seru Ervin yang mengerti kedatangan pria itu.

Elang melirik ke arah asistennya. "Bagus. Jangan membuat kesalahan," ucap Elang sambil memejamkan matanya kembali.

Salah satu maid kembali mengetuk pintu kemudian memberi hormat.

"Tuan, makan malam telah siap," ucapnya menunduk, tidak ada yang berani memandang wajah Elang. "Wanita itu?"

"Nona Anna, telah sadar dan tengah bersiap-siap."

"Bagaimana kondisinya?"

"I-itu—" Perkataan maid menggantung membuat Elang beranjak dari pembaringannya.

"Apa terjadi sesuatu?" tanya Elang.

"T-tidak tuan, dia baik-baik saja. Hanya saja lebih banyak diam dan tidak banyak bicara seperti sebelumnya."

Perubahan Anna yang dijelaskan oleh maid membuat dua pria saling berpandangan satu sama lain mereka kebingungan dengan perubahan cepat yang terjadi. Beberapa menit yang lalu, mereka tahu jika

"Baiklah, kau boleh pergi," titah Elang melepaskan kancing pakaiannya. "Aku ingin kau mengecek sekali lagi perlengkapannya kita, jangan membuat kesalahan."

Di depan meja rias Anna tengah dirias oleh beberapa orang, ada yang tengah menyisir rambutnya ada pula yang tengah memakaikan make up, sesekali dia menampik tangan wanita yang tengah mendandaninya itu.

"Aku lihat di sini tidak ada wanita atau wanita yang usianya—"

"Tidak ada, semua wanita di sini berumur 35-50 tahun, tidak ada wanita seusiamu. Semua pakaian yang pakai, make up yang kau gunakan semuanya baru, Tuan menyuruh orang membelinya."

"Semuanya dari merk ternama, harga make up sekitar 1-10 juta, dan juga dress yang kupakai seharga 65 juta. Apa tuan kalian, begitu gila mengeluarkan uang begitu banyak hanya untuk—"

"Sebaiknya Nona jaga ucapan, anda sangat beruntung masih ada di rumah ini, dengan fasilitas yang diberikan oleh tuan pada anda."

"Kenapa aku harus berterima kasih padanya? Aku bahkan tidak meminta semua ini, aku tidak meminta dress yang tengah kupakai. Aku hanya ingin keluar dari tempat ini, dan satu lagi, dia tuanmu bukan tuanku."

Para pelayan yang tengah merias Anna menghela nafas dengan kasar. Ada rasa kesal di raut wajah mereka. Semua orang menginginkan kemewahan yang dimiliki oleh Anna, tetapi wanita yang baru selesai dirias oleh mereka tidak tahu terima kasih.

"Tuan tengah berada di taman belakang menunggumu."

Anna langsung beranjak dari tempat duduknya dibantu oleh pelayan mengantarkannya ke taman.

Sebuah meja bulat hiasi oleh lilin, beberapa makanan terhidang termasuk wine kualitas mahal terdapat di meja itu. Dari kejauhan Anna bisa melihat Elang tengah duduk dengan setelan jas mahal berwarna abu-abu. Ia menatap pria itu dari kejauhan, dirinya ingin segera pergi dari tempat ini.

Dari kejauhan Elang bisa melihat pesona Anna dengan balutan dress pendek berwarna silver serta rambut tergerai hingga pinggang. Dress itu mencetak lekukan tubuh membuat sang pemakai sedikit risih. Beberapa pelayan melihat langkah Anna menahan tawa, mereka bisa melihat jika wanita sang tuan kesulitan memakai high heels, hitungan detik tawa mereka hilang ketika Elang menatap mereka.

Ervin membantu Anna untuk duduk, pria itu sepertinya melakukan apapun untuk Elang mungkin juga dia akan rela mati.

"Ingin wine?" tawar Elang membuka penutup botol wine dan mengisi gelas miliknya.

"Tidak," jawab Anna dengan ketus. "Apa yang kau inginkan dariku?"

"Aku paham kau tidak ingat apa yang terjadi di taman, Tirtan mengatakan jika kau mengalami kehilangan memori jangka pendek."