webnovel

Aluna's First Love Story

Seorang gadis sedang memperjuangkan cita-citanya menjadi dokter. Namun siapa yang menyangka sepanjang perjalanan meraih cita-cita, iya harus terperangkap dalam kondisi sulit bersama pria dingin nan tampan. Tapi sedikit aneh. Di lain sisi, ada sesosok pria yang selalu menjadi sandaran bagi sang gadis kala ia mulai lelah dengan semua jalan hidup yang dihadapi. Apakah pria ini menyukai sang gadis?. Ayo tebak. Masuk ke dalam permainan sang pria ternyata membuat gadis ini menemukan tabir kebenaran dari apa yang selama ini ia tunggu. Namun kenyataan yang ada sangatlah pahit. Sungguh menyedihkan. Merasa bagian penting dari hidupnya telah pergi membuat sang gadis merasa kecewa. Hingga pada akhirnya, ia menyadari bahwa yang selama ini ditunggu bukanlah yang sebenarnya. Yang sebenarnya ada di depan mata dan terus berada di sisinya. Bagaimana kisah selengkapnya?. Simak kisah dan perjalanan mereka dalam ^Aluna’s First Love Story^. Instagram @pemujakhayalan Facebook Pemuja Khayalan

PemujaKhayalan · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
325 Chs

Memulai

_ _ _ _ _ _ _ _

Cklek,. Bunyi hendel pintu berputar

"Permisi..". Aluna mendorong daun pintu, senyum miliknya beradu dengan wanita berpakaian setelan warna senada.

"Ya selamat datang di Bila's Bakery". Wanita tersebut berdiri di hadapan Aluna, kedua telapak tangan disatukan di depan dada.

Aluna tersenyum membalas perkataan sang karyawan.

"Apakah kak Nabila sedang berada di sini". Langkah kaki ramping menuju tempat di mana lawan bicara berdiri.

"Ada perlu apa mencari bos?". Senyum manis tak lekang dari wajah wanita se-usia Aluna.

"Saya ada perlu dengan kak Nabila, bisakah kamu memberitahunya bahwa saya datang ke sini". Aluna berbicara dengan nada lembut.

"Kalau boleh tahu nama mba siapa ya?". Tampaknya aturan di toko kue ini cukup ketat terkait pelanggan yang ingin bertemu sang pemilik. Itu dugaan Aluna.

"Oh, perkenalkan saya Aluna. Saya ke sini atas rekomendasi dari adik sepupu kak Nabila, Zeze namanya". Aluna mengulurkan tangan, mencoba lebih sopan dengan lawan bicara.

"Oh mba Aluna ya, kebetulan sudah ditunggu bos di ruangan". Ekspresi kaget seketika terpancar dari wajah wanita ini sambil menyambut uluran tangan Aluna.

Memang sebelumnya Nabila telah memberi tahu kepada semua karyawan yang sedang bekerja saat itu. Apabila ada wanita bernama Aluna langsung disuruh bertemu di ruangannya

"Iya saya Aluna, terimakasih ya atas bantuannya". Ucap Aluna kepada wanita yang tak lain merepukan karyawan Nabila. Aluna segera menuju ruangan yang telah diarahkan.

tok...tok....tok....tok.

"Masuk". Suara dari dalam menghentikan ketukan pintu.

"Permisi..". Tak lama muncul sosok gadis mungil dengan tinggi sekitar 165 cm di balik pintu.

"Wah ternyata kau Aluna, silahkan masuk dan duduk lah". Nabila beranjak dari tempat ia duduk. berjalan ke arah sofa dan menyuruh Aluna untuk duduk di sofa berwarna putih.

"Iya kak Nabila terimakasih". Aluna yang sudah masuk mengikuti arah yang sama.

_ _ _ _ _ _ _ _

Drtt....drrttt.....drrtt.

"Bos ponselnya bunyi tu". Roby sedari tadi melihat bosnya masih asik olahraga merasa terganggu dengan bunyi telepon.

"Biarin aja. Aku males untuk berbicara dengan siapapun". Zaedan masih asik menaik turunkan barbel yang ada di lengan.

"Ya elah jangan gitu bos, jika telpon itu penting bagaimana?". Roby tak mau kalah, ia harus menghentikan bos-nya itu. Sebab sudah tak tahan mendengar dering telpon tak henti-henti.

"Ya sudah, kau lihat saja siapa yang telpon". Zaedan masih asik dengan mainannya.

"Haist.., bukankah saya hanya punya hak memegang handphone khusus bisnis dan perusahaan". Kalimat ini diusung sindiran. Agar si pemilik tau, telpon mana yang berbunyi.

"Sudah angkat aja". Sifat keras kepala Zaedan memang tidak ada duanya.

"Kalo yang telpon pacar bos gimana, Hahaha". Tawa gelegar tercipta dari mulut Roby.

Roby sengaja menggoda bosnya. Padahal dia sendiri tahu bahwa selama bekerja dengan Zaedan, lelaki itu tak pernah betah dekat dengan wanita. Masak iya bisa punya kekasih.

"HEI.., KAU MENGEJEK KU YA!!". Telinga Zaedan cukup sensitif terhadap kata 'pacar', bola mata melebar. Tatapan tajam mengunci pandangan Roby.

"Hehehe, bercanda bos. Ya.., kan saya tidak tahu bos sudah punya pacar atau belum. Mungkin saja sudah". Melihat atmosfer rungan berubah. Roby berusaha tenang dan berharap suasana balik seperti sebelumnya.

"Sudah jangan dibahas lagi, cepat lihat siapa yang telpon". Tampak Zaedan enggan untuk menghabiskan energi dengan marah-marah.

Roby mendekati lokasi handphone dan melihat siapa yang melakukan panggilan.

"Wah.., Presedir bos yang telepon". Ucap Roby dengan mimik dibuat seakan-akan terkejut.

"Tumben kakek telpon jam segini". Zaedan heran, kedua alis hitam dan tebal miliknya menyatu. Zaedan menghampiri handphone.

"Halo kek...". Suara ramah dihadirkan Zaedan kepada pria yang tak lagi muda. Pria yang dulu menjadi teman bermain.

"Assalamualaikum warahmatullahi wb". Sayang, suara yang terdengar di ujung sana tidak senada. Ketus.

"Iya maaf kek. Assalamualaikum warahmatullahi wb kek, ada apa?, tumben jam segini telpon Zaedan?". Tapi Zaedan tetap sama nada suaranya. Ia tak mau terus-terusan bertangkar dengan kepala keluarga terlalu sering.

"Pulang sekarang!!". Suara berat dan serak milik kakek tidak kuat. Namun berhasil membuat tubuh meremang jika mendengar.

"JANGAN MEMBANTAH". Lanjut sang kakek sebelum cucunya beralasan.

"Iya kek, sebentar lagi Zaedan akan sampai. Ini mau siap-siap pulang". Zaedan pasrah, entah apalagi sekarang. Batinnya.

"Bagus, kakek tunggu secepatnya". Raut wajah datar dengan muka merah terlihat jelas di setiap permukaan kulit yang telah keriput. Meski Zaedan tidak dapat melihat.

_ _ _ _ _ _ _ _

"Iya kak Nabila terimakasih". Aluna dan Nabila duduk di sofa yang berseberangan.

"Mau minum apa Lun?". Nabila bertanya dengan nada ringan.

"Ah, tidak usah repot-repot kak.". Aluna tidak munafik. Ia memang merasa tidak enak hati. Terlebih ia ke sini sebagai pegawai, bukan tamu.

"Sudah tidak repot kok. Cuma minuman doang". Dengan muka santai, Nabila mengibaskan tangan kanan ke udara.

"Terserah kakak aja deh. Aluna minum semua minuman kok. Asalkan halal, hehehehe". Deretan gigi putih nan rapi tersaji di antara bibir merah.

"Ya kalik kakak mau ngasih kamu minuman yang tidak baik. Kamu ini Lun-Lun ada-ada aja". Nabila menggelengkan kepala.

"Hmm.., bagaimana kalo cappuccino ice?". Nabila kembali membuat tawaran.

"Iya kak boleh, terserah kakak". Balas Aluna sambil tersenyum.

"Oke sebentar ya". Nabila beranjak dari duduknya menuju pintu dan mengeluarkan kepalanya sedikit ke luar ruangan.

"Des beliin capuccino ice dua di cafe sebrang dan sekalian bawakan brownies kukus yang ada di dapur ya nanti". Teriak Nabila ke salah satu pegawai.

"oke my bos". Ucap seseorang di luar sana)

Nabila menutup kembali pintu dan berjalan ke arah sofa untuk duduk kembali.

"Makasih banyak kak". Senyum tak henti di wajah Aluna.

"Iya nggak masalah". Balas Nabila tak kalah senyum.

"Hmm.., btw kedatangan kamu ke sini pasti mengenai pekerjaan yang ditawarkan Zeze kan Lun?". Nabila hanya sedikit mengkonfirmasi terkait kehadiran Aluna.

"Eem..., iya kak. Apakah kakak keberatan, dan apakah kakak tahu jadwal pekerjaan yang bisa aku lakukan?". Seketika Aluna gugup.

"Oh, kalo masalah itu aku nggak keberatan kok. Lagipun aku juga nggak ngegaji kamu penuh, jadi nggak ada alasan buat aku nolak kamu untuk bekerja di sini. Kamu jangan sungkan Lun". Nabila sedikit mengerti perasaan Aluna.

"Lagi-lagi makasih ya Kak Bil". Aluna sedikit lega.

"Ishh..,, kamu ini sedari tadi minta maaf mulu, iya-iya. Lagipun aku kagum banget dengan kegigihan kamu Lun. Gigih dalam meraih cita-cita dan gigih buat hidup mandiri. Berusaha agar tidak terlalu membebani orang tua, aku aja kalo nggak modal dari orang tua mana mungkin bisa kuliah dan memulai usaha ini". Nabila sedikit memasang tampang aneh, seperti anak kecil yang sedang malu.

"Ahh kakak berlebihan. Itu memang harus Luna lakukan, dan jangan terlalu memuji kak. Tidak baik, setiap orang pasti ada sisi unggul dan kurangnya, betul kan?". Aluna merasa bahwa penilaian Nabila terhadap pribadinya terlalu berlebihan.

tok....tok...tok..tok.

"Masuk...". Satu kalimat itu berhasil membuat pintu terbuka.

Terlihat seorang gadis berusia sekitar 19-21 tahun masuk dan membawa nampan berisi dua gelas capuccino ice dan sepiring brownies.

"Ini my bos pesanannya". Pegawai ini mengenakan setelan yang sama dengan gadis lawan bicara Aluna tadi.

"Oh, makasih banyak ya Des". Suara Nabila santai, seperti berbicara dengan teman.

"Makasih banyak mba, maaf merepotkan". Aluna menatap gadis dengan name tag di sebelah kiri bertulis 'Desi'.

"Sama-sama mba". Balas pegawai yang bernama Desi tersebut.

Desi beranjak meninggalkan dua wanita yang sedang duduk di sofa.

"Silahkan dinikmati Lun". Nabila menganngkat gelas, hendak minum.

"Iya kak makasih banyak". Aluna melakukan hal yang sama.

"Hmm.., iya-iya. Lagi-lagi makasih. Hehehehe". Nabila terkekeh melihat tingkah Aluna.

Aluna tersenyum sambil mulai menikmati hidangan di depannya.

"Oke Lun, mulai lusa kamu udah boleh bekerja di sini". Ucap Nabila sambil menikmati brownis cokelat di tangan.

"Oke kak". Wajah Aluna tampak bersemangat.

'Akhirnya, aku bisa memulai persiapan untuk menghadapi pertempuran nanti. Studi akhir, pasti bakalan mememakan banyak dana, meskipun ada bantuan dari pihak beasiswa tapi setidaknya aku bisa mulai mengumpulkan uang untuk berjaga-jaga. Siapa tahu ada keperluan tambahan selama proses studi akhir'. Batin Aluna.

***

Author butuh support ini, caranya gampang

1. Jangan Lupa sedekah batu kuasa nya setiap hari

2. Kasih author gift

3. Komentar positif dan membangun

Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....