webnovel

Aku, Kamu & Cerita Yang Telah Usai

Krisnanda adalah seseorang yang berbakat dengan paras yang tampan, dia digandrungi oleh banyak orang di sekolahnya. Namun, sikapnya begitu dingin. Dia menyimpan kesedihan yang mendalam, dibelenggu rasa kecewa dan tidak percaya atas kepergian seseorang yang sangat dia cintai. Masa lalu yang melekat, memekatkan ingatan, perlahan akan terkikis oleh waktu. Memang cinta tidak selalu mempertemukan kita dengan yang terbaik, tetapi cinta selalu mempertemukan kita di waktu yang tepat dengan orang yang tepat. Saling melengkapi dan saling mengisi satu sama lain. Akhirnya dia bertemu dengan seorang gadis berparas cantik dan periang, Sonya Alexandra. Akankah dia mampu menghapus semua kenangan masa lalu yang mengikat Krisnanda? Atau membawa luka dan trauma lagi baginya?

Golden_boy332 · Hiện thực
Không đủ số lượng người đọc
33 Chs

Tanpamu di Sisi

Menjalani hari demi hari dengan suasana yang berbeda, Krisnanda melalui semua pergulatan melanjutkan pendidikannya. Sedang Sonya semakin sibuk dengan semua kegiatan di organisasi OSIS dan ujian yang perlahan semakin mendekat. Tanpa sosok nyata di sisi, mereka hanya bisa menyemangati dengan membunyikan dering handphone satu sama lain. Saling mengirim pesan diantara padatnya hal-hal yang harus dikerjakan atau berbincang hingga kantuk menyapa dan akhirnya terlelap.

Waktu di Melbourne tiga jam lebih cepat daripada di Bali. Awalnya agak sulit untuk mereka menyesuaikan waktu satu sama lain. Seperti halnya Sonya, sering terlupa olehnya ketika mengirim pesan kepada Krisnanda di malam hari. Lama menanti balasan, hingga gelisah tanpa alasan. Padahal jauh di sana, Krisnanda sudah terlelap bahkan mungkin sedang memimpikannya. Memang perlu waktu yang sedikit lama, namun kini meraka sudah terbiasa seiring dengan waktu.

Krisnanda selalu berbagi cerita dengan Sonya. Tentang kuliahnya, tentang begitu banyak dia bertemu teman-teman baru, cuaca yang begitu berbeda di sana, bahkan tentang makanannya juga. Dia selalu mengeluhkan betapa dia merindukan masakan bik Wati. Rindu dengan ayam bakar penyet yang dia pesan ketika makan malam bersama Sonya. Dia juga sangat merindukan kilau bunga tambebuya malam itu. Setidaknya, bercerita dengan Sonya, sedikit mengobati kerinduannya. Tapi dia tidak mampu menampik satu kerinduan, kerinduan akan hangat tatapan mata Sonya.

Begitu pula Sonya, dia selalu bertanya-tanya. Bagaimana Krisnanda di sana sesungguhnya? Apakah benar dia baik-baik saja? Semakin lama semakin besar kerinduan di dada, kadang terlintas di pikirannya, "Apakah dia juga merasakan hal yang sama?" Memang sejenak terobati semua kerinduan ketika berbincang atau hanya sekedar berbalas pesan. Namun, tidak pernah terucap kata rindu dari satu sama lain.

Raga memang tidak saling berdekatan, tetapi setiap kata semangat masih melekat di ingatan. Krisnanda belajar dengan begitu giatnya, teringat selalu olehnya setiap pesan dari Sonya. Dia adalah mahasiswa yang pintar dan berprestasi, banyak perlombaan pula yang dia ikuti. Setiap meraih juara, dia selalu mengirim fotonya kepada Sonya.

"Hi, Sonya. Aku menang lagi kali ini. Terimakasih karena kamu yang selalu cerewet mengingatkan aku untuk belajar," ucap Krisnanda.

"Iya, selamat kak ya, aku juga ikut senang dengarnya," jawab Sonya, "Jangan bilang aku cerewet terus, udah kaya ibu-ibu aja," gerutunya.

(Krisnanda tertawa) "Kamu kan memang ibu-ibu yang cerewet dan selalu marah-marah," dia tidak bisa berhenti tertawa.

"Aku udah nggak pernah marah-marah lagi kak, aku udah jadi orang yang sabar sekarang," bantah Sonya.

"Iya-iya, aku percaya," (Krisnanda tertawa lagi)

"Iya kak," Sonya mulai kesal. "Kak, aku..." Sonya tiba-tiba terdiam.

"Aku, kenapa?" tanya Krisnanda.

"Aku cuma mau bilang," dia tergagap, "Ini udah malam, jadi kakak tidur aja sekarang, jangan begadang terus," ucap Sonya.

"Iya, aku tidur sekarang. Kamu juga jangan begadang," jawab Krisnanda.

"Iya, good night kak."

"Good night, Sonya."

Saling mengucapkan salam perpisahan, mengubur dalam-dalam kata rindu yang sempat ingin terucap. Tidak ingin menjadi canggung antara dirinya dan Krisnanda, jadi dia memilih untuk memendam. Dia tidak ingin berlarut-larut, terbawa terlalu dalam. Masih banyak yang harus dikerjakan, bahkan ujian sudah semakin nyata di depan mata. Dia juga berencana untuk melanjutkan pendidikannya, mengambil kuliah jurusan kedokteran di salah satu kampus di Surabaya. Kini, dia harus belajar lebih banyak, lebih giat lagi untuk menggapainya.

Sama halnya seperti Sonya dulu, kini Krisnanda berganti mendukungnya, menyemangatinya setiap hari. Persis sama seperti apa yang Sonya lakukan. Mendengar keluh kesahnya, tentang betapa sulitnya soal-soal test untuk memasuki jurusan itu. Betapa sibuknya dia di OSIS dan juga ujian akhir yang semakin mendekat tanpa memberi tenggat. Sonya memang tak kenal apa itu menyerah, bahkan senyum di wajahnya sedikitpun tak pernah memudar. Ada Krisnanda pula di sisinya kini, yang selalu mendukungnya.

"Semangat Sonya, aku yakin kamu bisa," dukung Krisnanda, "Doaku selalu menyertaimu."

Memantik semangat, membuatnya melangkah lebih mantap ke depan. Walau hanya kata, tapi sungguh terasa nyata. Walau hanya suara, tapi sungguh terasa dekat. Waktu memang berlalu tidak terkira, begitu cepat. Sonya kini siap menghadapi ujiannya dengan semua amunisi di kepala. Membabat habis keraguan, menepis jauh kecemasan. Meski sosok nyata tidak ada di hadapan.

"Aku akan membuktikan bahwa aku bisa melakukan yang terbaik. Terimakasih."

Senyumnya merekah, semangatnya berapi-api. Dia yakin, dia pasti bisa. Memang tidak mudah, tadi dia tidak akan mau mengalah.