webnovel

Jebakan Alvaro

"Ya ampun, apa semua lelaki dari keluarga kaya sikapnya kayak begini?" tanya Raline di dalam hatinya.

  "Wow, romantis sekali!" Daffa dan Raline menolehkan kepalanya saat mereka mendengar sapaan seorang pria yang amat Daffa kenali, siapa lagi jika bukan Alvaro sahabatnya.

Daffa melayangkan tatapan tajamnya kepada pria yang membuat dia terjebak dalam permainan gila ini.

  "Apa kau puas sekarang?" tanya Daffa dengan tatapan sinisnya, namun Raline terlihat semakin gugup di sana.

  "Hmm ... belum sepenuhnya puas, aku tidak melihat tanda-tanda jika semalam kalian ...." jawaban Alvaro terhenti lalu dia memandang Raline dari atas sampai bawah.

  "Apa kau baik-baik saja, Nona?" tanya Alvaro dengan alis yang terangkat kepada Raline.

  "Tentu saja, pertanyaan bodoh!" bukan Raline yang menjawab, namun Daffa yang memaki pria yang kini ada di hadapannya.

  "Berapa kali kalian melakukannya?" tanya Alvaro lagi.

  "What? Berapa kali?" tanya Daffa.

  "Ya, bukankah kalian sama-sama pertama kali melakukannya, jadi aku rasa kalian tidak mungkin melakukannya hanya sekali," jawab Alvaro dengan senyuman jahil.

  "Bodoh, manusia tidak berguna, apa hanya itu yang kau pikirkan saat ini!" ucap Daffa yang mulai kesal.

  "Ya, untuk saat ini aku hanya memikirkan itu," ucap Alvaro, lalu dia melirik kepada Raline yang sejak tadi hanya diam dan tidak diberi kesempatan untuk bicara oleh Daffa.

  "Jika nanti malam kau tidak ada job dengan pria lain, bisa kah kau bermain denganku, Nona?" tanya Alvaro dengan senyuman yang menggoda, namun Daffa langsung menyembunyikan Raline di balik tubuhnya, tanpa Daffa sadari air mata Raline jatuh begitu saja karena Alvaro benar-benar menganggap Daffa sebagai wanita panggilan yang siap untuk menuntaskan hasrat para pria kapan saja.

  "Dia milikku, jadi kau tidak boleh mengganggu milikku, tidak peduli kau adalah sahabatku, aku akan melenyapkanmu saat kau benar-benar mengganggu milikku!" ucap Daffa dengan tatapan tajamnya, lalu Daffa menarik lengan Raline untuk pergi dari hadapan Alvaro

  Sedangkan Alvaro masih diam di tempatnya karena merasa terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar, ini benar-benar pertama kalinya Alvaro mendengar Daffa berkata seperti itu.

  "Kau, jangan pernah berpikir untuk melayani pria lain selain aku!" ucap Daffa kepada Raline dengan tatapan tajamnya, namun Raline tidak ingin menghiraukan ucapan Daffa.

Daffa dan Raline hendak masuk ke dalam lift, namun saat pintu lift terbuka mata Daffa membulat sempurna saat melihat siapa orang yang ada di dalam sana.

"Papa!" ucap Daffa, ternyata dia adalah Ramdan. Bahkan Raline pun merasa terkejut saat Daffa memanggil pria itu dengan sebutan papa.

Namun Ramdan hanya diam dengan mata yang memicing karena melihat Daffa sedang bersama dengan seorang wanita, lalu Ramdan keluar dari lift begitu juga dengan Daffa dan Raline yang berjalan mundur.

"Siapa dia?" tanya Ramdan dengan alis yang terangkat.

"Dia, temanku, Pa," jawab Daffa.

 "Teman?" tanya Ramdan.

 "Ya, teman," jawab Daffa.

 "Teman yang mana, Papa baru melihatnya hari ini, jika dia hanya teman kamu, kenapa sepagi ini dia bisa sama kamu?" tanya Ramdan. Sedangkan Raline hanya diam dengan wajah yang tertunduk, dia tidak tau apa yang harus dia katakan.

  "Kami tidak sengaja berpapasan, Pa," jawab Daffa.

  "Hmm ... mencurigakan," ucap Ramdan sambil memegang dagunya, lalu Ramlan beralih menatap kepada Raline.

  "Kau benar-benar teman, Daffa?" tanya Ramdan dengan alis yang terangkat kepada Raline.

  Gadis itu pun mengangkat kepalanya memberanikan diri untuk menatap Ramdan, namun pandangan mereka menjadi saling terkunci satu sama lain, entah kenapa Raline merasa tidak asing saat melihat wajah Ramdan, begitu juga dengan pria paruh baya yang ada di hadapan Raline, dia merasa sangat mengenali Raline namun Ramdan tidak mengingat dia pernah bertemu dengan Raline di mana.

  "Kalian kenapa malah saling pandang?" tanya Daffa membuyarkan lamunan Raline dan Ramdan.

  "Tidak apa-apa, Papa hanya merasa pernah bertemu dengan gadis ini, tapi Papa lupa ketemu di mana," jawab Ramdan.

  "Kamu pernah ketemu sama Papa, Sayang?" pertanyaan Daffa membuat mata Raline terbelalak sempurna.

  "Sayang?" tanya Ramdan lagi dengan kening yang berkerut.

  "Oops ... maaf, Pa, keceplosan," jawab Daffa tanpa rasa berdosa.

  "Jadi benar dugaan Papa, kalian bukan berteman, tapi ada hubungan yang lain," ucap Ramdan.

  "Ya, begitu lah," ucap Daffa.

  "Tapi, kenapa sepagi ini kalian ada di hotel? Apa yang kalian lakukan semalam?" tanya Ramdan dengan tatapan tajamnya.

  "Hmm ... itu, Pa, aku ...." belum sempat Daffa melanjutkan ucapannya Ramdan sudah menunjuk wajah Daffa dengan tatapan nyalangnya.

  "Jika kamu benar-benar mencintai dia, kamu tidak akan merusak dia, Daffa!" ucap Ramdan.

  "Semalam kita gak ngapa-ngapain, Pa, cuma tidur," ucap Daffa.

  "Cuma tidur bersama maksudnya? Kamu pikir Papa bisa kamu bohongi? Lelaki dan perempuan ada dalam satu kamar, tidak mungkin mereka tidak akan melakukan hal yang ...."

  "Ma ... maaf menyela, Tuan, semalam kami memang tidak melakukan apa-apa," ucap Raline menyela ucapan Ramdan.

  "Kamu tidak perlu takut, katakan saja jika dia memang benar-benar memaksa kamu untuk melakukan itu sebelum kalian menikah," ucap Ramdan.

  "Kami memang tidak melakukan apa-apa, Tuan, semalam aku dan Tuan ...."

  "Kamu panggil Daffa, Tuan? Hubungan macam apa ini?" tanya Ramdan menyela ucapan Raline hal itu juga membuat Daffa menghela nafasnya dengan panjang melihat kebodohan Raline.

  "Ma ... maksud saya, Tuan Kulkas Berjalan, ah ya seperti itu," ucapan Raline membuat Daffa melayangkan tatapan tajamnya, sedangkan Ramdan sudah tertawa dengan kencang mendengar sebutan Raline untuk Daffa.

  "Apa yang lucu, Pa?" tanya Daffa yang mulai kesal.

  "Pacar kamu, dia lebih pintar dari kamu," jawab Ramdan di sela tawanya.

  "Gak lucu, Pa!" ucap Daffa.

  "Papa suka gaya kamu, jadi kapan kami bisa menemui keluarga kamu untuk melamar?" pertanyaan Ramdan benar-benar membuat Raline terkejut.

"Secepat itu, Pa?" tanya Daffa dengan alis yang terangkat.

  "Iya, bukankah niat baik harus disegerakan," jawab Ramdan.

  "Oke, nanti aku sama Raline bicarakan masalah ini," ucap Daffa.

  "Jadi, nama kamu, Raline?" tanya Ramdan.

  "Iya, Tuan," jawab Raline.

"Nama yang bagus dan cantik, seperti orangnya," ucap Ramdan.

  "Pa, aku sama Raline pergi dulu, kita belum sarapan," ucap Daffa.

  "Oke, ingat, Boy, jangan melampaui batas, jika kalian sudah benar-benar siap untuk menikah, segera menikah, jangan sampai kalian membuat hal yang mencoreng nama baik keluarga kalian," ucap Ramdan.

  "Iya, Pa, aku mengerti," ucap Daffa, lalu merangkul Raline dengan mesra.