"Tidak!! ini tidak mungkin kak kakek pasti masih hidup Kakek!!" Pekik Harini, setelah mendengar kabar kematian Malik. kakek yang sangat ia cintai.
"Bohong, kak Daffa bohong bukan? katakan. jika yang kakak katakan itu semua bohong?!" Daffa menahan pergelangan tangan Harini yang, memukul dada bidangnya.
"Harini, berhentilah untuk tidak berteriak. kabar tentang kakek benar adanya. kamu yang sabar ya, aku tahu ini tidak adil buat kamu tapi ..." Daffa menarik tubuh Harini, membiarkannya menangis, namun berlahan tubuh Harini terkulai membuat Daffa dengan sigap memeluk tubuh Harini agar tidak mengenai lantai.
"Harini bangun jangan seperti ini Harini. kakak mohon jangan seperti ini!!" Daffa mengguncang tubuh Harini namun, tidak ada respon dari Harini. saat Daffa berusaha untuk membangunkan Harini, tiba-tiba seseorang dengan kasar menarik tangannya menjauh dari tubuh Harini.
"Mama!! kenapa menarik ku keluar dari kamar Harini? Mama lihat bukan jika Harini pingsan!" Seru Daffa.
PLAK !!!
"Untuk pertama kalinya Mama mengangkat tangan Mama dan semua ini karena anak sialan itu!!" Daffa menyentuh pipinya yang terasa panas akibat tamparan keras Harumi.
"Terima kasih untuk tamparannya Mama, sekarang aku semakin yakin dengan keputusanku untuk keluar dari rumah ini." Kata Daffa penuh penekanan.
"Daffa!! lancang kamu, kamu tahu siapa wanita yang ada di hadapanmu? kamu tahu harus bersikap apa pada Mama yang telah melahirkan dirimu?"
"Lihat bahkan ayah, seperti laki-laki tidak terhormat!! ayah tidak ada wibawanya jika di hadapan wanita yang memiliki gelar istri." Daffa kembali ke lantai dua, suara Harumi menghentikan langkahnya.
"Jika kamu ingin meninggalkan rumah ini. lebih baik kamu mengetahui yang sebenarnya. tentang kematian kakekmu." Daffa memilih duduk di tangga. tidak ingin mendekati orang tuanya.
"Katakan, aku tidak menyukai Mama menyudutkan Harini. apapun yang terjadi itu adalah takdir." Ujar Daffa, membuat Harumi menahan kemarahannya.
"Kamu memiliki asumsi sendiri Daffa? tanpa kamu tahu kebenarannya? kamu hebat putraku sangat hebat Mama bangga padamu. tapi sayang kamu harus mengetahui yang sebenarnya," Harumi menghela nafasnya sebelum kembali melanjutkan ucapannya.
"Daffa, Mama tidak masalah. bahkan Mama bangga dengan sifat yang kamu miliki. tapi yang perlu kamu ketahui dan kamu ingat jika yang terjadi dengan keluarga kita ada campur kehidupannya. dan kamu tidak bisa menolak keadaan itu."
"Apa yang ingin Mama katakan. aku tidak menyukai orang yang berbicara dengan berbelit-belit." Ucap Daffa.
"Tidak sayang, Mama tidak berbelit-belit. hanya saja Mama ingin kamu tidak merasakan sakit hati setelah kamu mengetahuinya."
"Bisakah, Mama. mengatakannya langsung padaku? tanpa harus membuatku menunggu terlalu lama?" Harumi mendengus kesal putranya benar-benar membuat kesabarannya hilang, ingin melempar vas bunga yang berada di sampingnya kearah Daffa, namun di urungkan mengingat Daffa adalah putranya. sifatnya yang menurun dari Malik dan Haris, namun berbeda dengan Haris yang mudah untuk di kendalikan.
'Kenapa putraku memiliki sifat yang menyebalkan seperti ini. jika dia bisa seperti Haris bukanlah itu mudah untuknya bertindak lebih pada Harini. dan bahkan anak sialan itu bisa meninggalkan rumahnya. ya, sekarang akulah pemilik seluruh kekayaan milik keluarga Herlambang, perusahaan akan jatuh pada suami dan putraku dan putriku bisa aku jodohkan dengan orang kaya. bukankah sekarang aku adalah Nyonya besar?' Harumi tersenyum seorang diri membuat Daffa mengerutkan keningnya.
"Mama, tidak lagi memikirkan harta dan jabatan bukan?" Suara dingin Daffa membuat Harumi terkejut dan kembali menampakan kesedihannya.
"Mama, hanya teringat saat kamu berlari dan mengelilingi taman dengan sepeda tapi sayangnya ..." Ucapan Harumi terhenti.
"Daffa, ingatlah jika semua yang terjadi pada keluarga kita karena campur tangan anak itu. kamu ingat setelah kamu berpelukan dengannya, kamu mengalami kecelakaan beruntung kamu masih bisa di selamatkan dan apakah kamu ingat saat kamu bermain sepeda dimana Harini memelukmu dan lagi-lagi kamu kecelakaan, apakah kamu juga lupa apa yang terjadi dengan adikmu? dia mengalami hal yang sama setelah memeluk Harini. dan berapa kali kejadian setelah memeluknya dan terakhir dengan kakekmu sekarang hiks ... hiks ... Daffa, Mama tidak berniat untuk menyakiti hati Harini dan tidak ada niat untuk kamu membencinya coba kamu ingat semua yang terjadi dengan keluarga kita. karena kita memeluk tubuhnya. Apa kamu juga lupa setelah Mama kecelakaan dan itupun setelah Mama memeluknya. kali ini Mama minta padamu untuk mengerti apa yang dimaksudkan Mama sayang. pikirkan olehmu semua yang terjadi ini karena siapa? dan Mama tidak berniat apapun. Mama hanya ingin keluarga kita tetep bersama tanpa ada satu di antara kita yang mengalami seperti kakek Kalian." Kata Harumi, di sela isak tangisnya.
Daffa terdiam mencerna setiap kata yang di katakan oleh Harumi.
"Daffa benar yang di katakan oleh Mamamu. sebaiknya kamu pikirkan semuanya, lihatlah Kita harus kehilangan ayah." Daffa mengusap wajahnya, dengan kasar. Daffa meninggalkan ruang keluarga dan kembali ke kamarnya. saat melewati kamar Harini Daffa menatap Harini yang berdiri dengan wajah pucat.
"Kak Daffa ..." Harini menatap wajah Daffa yang berhenti didepannya namun tiba-tiba Daffa meninggalnya tanpa menjawab panggilan Harini. dan yang paling menyedihkan tatapan Daffa tidak seperti biasanya.
Harini kembali ke dalam kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. air matanya kembali mengalir.
"Kakek, kenapa tinggalkan aku sendiri kek, kenapa tidak membawaku bersamamu kek." Tangis Harini kembali pecah, terlalu lama menangis membuat Harini akhirnya tertidur. bahkan sejak siang Harini tidak menyentuh makanan. seseorang yang sejak Harini masuk kedalam kamarnya berdiri di depan pintu kamar Harini setalah tangis Harini berhenti ia meninggalkan kamar Harini.
"Maaf," Dari kata yang keluar dari bibirnya sebelum meninggalkan kamar Harini.
Keesokan harinya Harini dengan tubuh lemahnya mengerjakan pekerjaan rumah hingga waktu telah menunjukkan pukul enam pagi Harini bersiap untuk berangkat kesekolah.
"Aku, pikir kamu akan meninggalkan rumah ini? bukankah kakek sudah mati? tidak ada yang membutuhkan dirimu, dan melindungimu dan satu lagi Daffa sepertinya membencimu setelah apa yang terjadi pada kakek kesayangannya." Tania menjawab perkataan Harumi, Harini meninggalkan dapur dan kembali kedalam kamarnya, seperti yang di inginkan oleh keluarga Herlambang yang tidak menginginkan dirinya berada di ruang makan ataupun dapur jika mereka berada di sana.
setelah merapikan buku kedalam tas, Harini keluar dari kamarnya pada saat menutup pintu kamar bersamaan Daffa yang melewati kamarnya, lagi-lagi sikapnya tidak seperti biasanya.
Harini mengikuti langkahnya hingga di lantai bawah, Daffa yang kearah ruang makan sedangkan Harini kearah pintu luar. dengan langkah gontai Harini menyusuri jalan tanpa ada niat untuk kesekolah baginya saat ini mengakhiri hidupnya adalah jalan terbaik untuknya.
'Aku adalah anak sial, keluargaku membuang ku karena tidak menginginkan diriku dan Kakek, kakek adalah korban dari kesialan diriku. dan sekarang kak Daffa laki-laki yang selama ini sayang padaku kini meninggalkan diriku dengan kebencian yang sama seperti mereka. tuhan kenapa aku hidup seperti ini? aku tidak ingin hidup, aku tidak ingin mereka mengalami hal yang sama. aku tidak ingin mereka terimbas oleh kesialan dariku.' Kata Harini dalam hati.
suara klakson membuat dirinya tersandar.
"Kalau mau mati jangan disini, kamu mau kita kena sialnya kamu dan lebih harus berurusan dengan polisi karena kamu. aku kasih tahu kamu, jika kamu ingin mati, pergi ke sungai disana kamu bebas bunuh diri dan kita tidak perlu capek-capek mencari tempat pemakaman untukmu!!"
Harini menatap mobil mewah milik keluarga Herlambang dan melanjutkan langkahnya kesekolah.
"Harini, kamu sebaiknya langsung masuk kelas dan jangan dengarkan apapun oke!! kami akan selalu ada untukmu." Kata Nella, saat Harini telah sampai di halaman sekolah.
"Ada apa Nella? sepertinya kamu menyembunyikan sesuatu dariku?" Harini merasa ada sesuatu yang di sembunyikan oleh dua sahabatnya.
"Tidak, ada apa-apa. kami hanya ingin membeli sarapan kamu tunggu disini jangan kemana-mana oke!!" Harini hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh dua sahabatnya. namun setelah kepergian dua sahabatnya kekantin, beberapa siswa memandang dirinya dengan tatapan jijik.
"Cih!! ternyata selain dengan seusianya, kini dengan laki-laki tua. dan sialnya lagi kita harus satu kelas denganya."
"Tahu gak sih, ternyata teman kita ada yang jadi simpanan." Berapa teman dengan lantang mengatakan dirinya sebagai wanita simpanan, tatapan mengarah pada Harini membuatnya tigak nyaman.
Harini yang memilih keluar dari kelas mengikuti langkahnya menuju atap gedung sekolah tanpa disadari oleh Harini seseorang yang tengah berbaring tidak jauh darinya menatapnya dengan tatapan penuh arti.
'Aku lelah kakek, maafkan aku. aku tidak bisa mewujudkan impian kakek, aku sayang kakek selamat tinggal kak Daffa. aku tahu perubahan sikap kak Daffa karena keluarga kak Daffa, maaf kak aku tidak sekuat yang kakak katakan padaku kak maafkan aku.' Harini melangkah tanpa sadar telah berdiri di pembatas tangannya di rentangkan. matanya yang terpejam menikmati angin yang menyapu wajah dan rambutnya yang panjang, kesejukan terasa di wajahnya. angin yang berhembus membuat Harini tidak sadar jika kakinya berada di ujung dan tiba-tiba tubuhnya seakan melayang dan sebuah tangan besar menahan pinggangnya.