webnovel

Bab 5 - Hidup Baru

Dua bulan kemudian.

Tak terasa sudah dua bulan berlalu setelah Agnia mengetahui kebusukan sang suami. Ia berusaha untuk tegar dan kuat.

Wanita asing itu memang benar, dirinya tak boleh berkubang dalam kesedihan sedangkan Ivan malah bersennag-sennag dengan wanita lain.

"Kamu yakin mau pergi dari sini Nak?" tanya Ratna yang melihat Agnia sudah mengemasi barang-barangnya.

"Iya, Bu. Saya pamit ya."

Jujur saja Ratna merasa berat ditinggal Agnia. Ia sudah menganggap wanita di depannya sebagai anak kandungnya sendiri. Namun, ia tak bisa mencampuri keputusan Agnia.

Jika dengan pergi dari tempat penuh kepahitan ini bisa membuat Agnia bahagia, tidak ada alasan untuk Ratna melarang.

"Hati-hati ya, Nak." Ratna memberikan amplop pada Agnia. "Tolong diterima ya Nak Agnia."

"Apa ini, Bu?" Agnia melihat ke dalam amplop. "Saya nggak bisa menerimanya. Ini---"

"Sudah diterima saja. Jangan menolak pembiaran Saya. Saya mohon.'

"Baiklah. Saya terima. Maaf kalau saya selalu merepokan Bu Ratna."

"Merepotkan apanya? Saya merasa tidak direpotkan sama sekali kok." Ratna membantah. "Oiya, Nak Agnia, apa kamu sudah memberitahu kedua orang tuamu tentang kedaan rumah tangga kalian?'

Agnia menggeleng. "Belum, Bu. Saya tidak berencana untuk melakukannya."

"Lho kenapa? Mereka berhak tahu."

"Saya tidak ingin mereka bersedih. Sudah kehilangan anak eh malah dikhianati suami. Terlalu mengenaskan Bu nasib saya ini." Agnia menunduk. Ia merasa ingin menangis. Bukan karena kebohongan Ivan, melainkan kehilangan anaknya lah yang membuat sesak.

"Sudah-sudah. Jangan menangis. Saya hargai keputusanmu. Jaga dirimu baik-baik. Sering-sering memberi kabar ya atau saya nggak merasa tenang."

"Pasti. Saya akan sering mengabari Bu Ratna. Kalau begitu saya pamit yaBu."

"Iya, Nak. Hati-hati di jalan ya."

*****

Akhirnya Agnia sampai juga di ibu kota. Netranya memandang ke sekitar. "Hidup baru. Semoga nasibku akan lebih baik dari sebelumnya." Agnia mengangguk dan meyakinkan diirinya sendiri.

Wanita itu segera menuju alamat kontrakannya yang akan ditempati. Sebelum ke ibu kota, Agnia sudah mempersiapkan semua. Termasuk tempat tinggal dan pekerjaan.

Di tengah perjalanan, tubuhnya disenggol orang dengan cukup kuat hingga tas yang dibawanya terjatu.

"Lain kali hati-hati kalau jalan." Saat Agnia mendongak, netranya membulat. Tak bisa mempercayai apa yang dilihatnya. "Mas Ivan," ujar Agnia spontan.

Bukan hanya Agnia saja yang terkejut, Ivan juga sama. "Agnia." Melihat ke arah tas dan koper yang dibawa. "Kamu sedang apa di sini?"

"Bukan urusan Anda!" Agnia menjawab dengan ketus. Suasana hatinya seketika turun drastis kala melihat wajah Ivan. Hal itu membuatnya terbayang oleh kata-kata Ivan yang menusuk dalam-dalam ke hati dan pikirannya.

"Wah, sombong sekali ya kamu sekarang. Baru datang dari desa aja belagu!" Ivan berkata dengan tidak ramah. "Saranku sih lebih baik kamu ke desa lagi. DI kota kamu akan jadi gembel. Di desa saja kamu luntang-lantung begitu, apalagi di kota besar ini!" Ivan tersenyum remeh.

"Anda kira saya selemah itu apa? Anda salah besar. Anda lah yang harus pergi dari sini. Mengganggu pemandangan saja."

Perkataan terakhir Agnia melukai harga diri Ivan. Dengan kasar ia mencekal lengan Agnia. "Jangan sembarangan ya kalau ngomong!"

"Kenapa? Mau mukul saya? Ayo pukul. Siap-siap Anda masuk penjara karena telah melakukan kekerasan."

Seketika cekalan di tangan Agnia mengendur. Ia mendengkus sebal. "Awas saja ya kamu nanti."

"Sayang." Seorang wanita datang menghampiri keduanya. Wanita tadi langsung melingkarkan tangannya ke lengan Ivan. "Dari tadi aku cariin loh. Kok tiba-tiba ngilang gitu aja."

Wajah murka Ivan seketika tergantikan oleh raut bahagia. "Aku nggak ke mana-mana kok Sayang. Cuma mau nunggu di depan sana aja. Kenapa? Kangen ya sama Mas Ivan?"

Wanita tadi mengangguk manja. "Iya, Aku nggak bisa jauh-jauh dari Mas Ivan."

"Aduh duh duh manisnya Sayangku. Mas juga nggak bisa kok jauh dari kamu." Perkataan Ivan membuat si wanita tersipu malu.

Agnia yang mendengarnya seketika ingin muntah sekarang juga. Dulu, sewaktu mereka masih pacaran seperti itu. Namun setelah beberapa saat menikah sikap Ivan biasa dan lama kelamaan menjadi kasar dan tak peduli.

"Bisa-bisanya aku dulu terpedaya dengan buaya darat ini," ujar Agnia dalam hati.

Wanita satunya tersadar akan kehadiran Agnia. Mas Ivan, siapa wanita ini? Jangan bilang selingkuhan kamu ya! Awas loh, aku marah nanti!"

"Ya jelas bukan lah. Dia ini cuma orang yang kebetulan satu daerah. Wanita ini malah mau menggodaku Rosa."

Rosa menatap tajam Agnia. "Berani-beraninya ya kamu menggoda calon suami orang!"

"Maaf, sepertinya ada kesalah pahaman di sini. Saya sama sekali nggak berniat menggoda CALON SUAMI ANDA." Agnia menekankan tiga kata terkahir. "Kalau begitu saya permisi." Baru selangkah. Agnia berhenti dan menoleh. "Saya maklum kalau Anda sedang dibutakan oleh cinta, tapi saran saya segera lah sadar atau Anda akan menyesal nantinya." Ia melihat ke arah Ivan. Diam-diam Ivan mengepalkan tangannya.

Rosa mengernyitkan kening. Ia hanya diam dan melihat kepergian Agnia. "Mas, maksud wanita aneh itu apa ya?

"Udah. Nggak usah didengarkan. Mas kan sudah bilang kalau wanita itu pengoda. Dia pasti mau memprovokasi kamu. Ayo kita pergi. Katanya mau jalan-jalan."

Rosa mengangguk antusias. "Ayok."

*****

Agnia telah sampai di kontrakan. Segera direbahkan tubuh lelahnya, Bukan hanya tubuh, pikirannya juga lelah terutama saat beradu mulut dengan Ivan.

Agnia terduduk dan mengingat ucapan pedas nan penuh meremehkan dari Ivan. Wanita tersebut mengepalkan tangannya. Ia merasa marah. Dengan seenaknya Ivan pergi setelah apa yang menimpa Agnia.

"Tega kamu Mas Ivan! Kamu juga nggak ngerasa kasihan sama anak kita." Kedua tangan Agnia mengepal erat. Mengingat semua perlakuan Ivan padanya.

Kenapa dulu ia sangat bodoh hingga tak menyadari sifat Ivan yang busuk? Apakah Tuhan merencanakan kejadian naas itu untuk menunjukkan siapa Ivan yang sesungguhnya?

"Terima kasih Tuhan, Engkau telah membuka kedok asli pria bajingan itu!" Agnia menatap lurus ke depan. "Awas saja kamu Mas Ivan. Seenaknya kamu bersenang-senang di atas penderitaanku dan anak kita. Tunggu pembalasanku!" Agnia berjanji pada dirinya kalau akan membalas semua kebusukan Ivan, tentu dengan caranya sendiri."

*****

Hari ini merupakan hari pertamaya bekerja di restoran. Beruntung ia memliliki teman yang memberitahu kalau ada pekerjaan di ibu kota untuknya. Lebih tepatnya menggantikan sang sahabat.

"Kamu yang direkomendasikan oleh Nadia kan?" tanya sang pemilik restoran.

"Benar, Bu."

"Saya percaya dengan pilihan Nadya. Dia nggak pernah ngecewain saya dan kamu sebaiknya membuktikan diri."

"Baik, Bu. Saya akan bekerja dengan semaksimal mungkin."

Agnia mulai bekerja bersama para pegawai lainnya. Pegawai-pegawai lain cukup ramah terhadapnya. Agnia rasa, ia akan nyaman bekerja di sini.