Analisa Natasha tentang Kathy dua tahun yang lalu ternyata benar adanya. Istri Diego hamil dan melahirkan bayi perempuan yang kini anak tersebut telah berusia kurang lebih satu setengah tahun. Kini, Natasha menjadi pengasuh dua anak dari Kathy dan Diego.
Lelah, itu yang dirasakan Natasha. Namun, dia tetap bertanggung jawab atas pekerjaannya itu. Bagaimana tidak? Ia merasa miris dengan dua Nona Kecil di rumah itu. Kathy sebagai ibunya sama sekali tidak menunjukkan perhatiannya terhadap buah hatinya tersebut. Istri Diego itu selalu menyerahkan semuanya pada Natasha agar bisa bebas, lepas bersenang-senang di luar rumah. Bahkan Kathy tidak segan meninggalkan suami dan anak-anaknya untuk beberapa bulan lamanya.
Keadaan rumah tangga Diego dan Kathy membuat Merry hilang kesabaran, sehingga selalu membujuk Natasha setiap ada kesempatan. Tidak hanya kepada gadis itu saja, Merry melakukannya. Bahkan Diego juga sering dibujuk untuk segera mengakhiri pernikahannya dengan Kathy.
***
Semakin hari, Natasha semakin memikirkan ucapan Merry. Ia bahkan selalu merenung di sela-sela aktivitasnya. Apalagi sikap Merry begitu berubah secara signifikan akhir-akhir ini terhadapnya. Semakin baik dan penuh kehangatan memperlakukannya. Meskipun Natasha dari dulu juga tahu jika ibu dari Diego itu memang baik.
Natasha duduk di sisi ranjang dengan tatapan berbinar tertuju pada beberapa paper bag berisi oleh-oleh dari Merry. Majikannya itu usai bepergian selama beberapa hari berpamitan melepas penat dengan liburan ke luar negeri.
Waktu istirahat malam Natasha jadi berkurang karena rasa gembiranya mendapatkan oleh-oleh beberapa setel baju lagi. Ia mencoba satu per satu baju beraneka model itu di depan cermin dengan senyum membuncah. Batinnya merasa bersyukur karena majikannya itu makin perhatian.
Usai mencoba baju, Natasha lantas membaringkan tubuh di ranjang. Tatapannya menerawang ke langit-langit kamar. Ucapan Merry melintas di pikirannya lagi. Namun, semakin ia memikirkannya, justru otaknya semakin buntu. Dia tidak bisa menemukan alasan sang Nyonya Besar menyuruhnya untuk mempercantik diri agar Diego tertarik.
Natasha melirik ke arah benda bulat yang menempel di dinding, begitu tersadar dari lamunan. Tak terasa waktu telah mendekati dini hari. Ia lantas berusaha menarik selimut, karena cuaca memasuki musim penghujan menjadikan malam terasa dingin.
Bel rumah berbunyi berkali-kali membuat Natasha terjaga. Padahal, dia baru beberapa menit saja memejamkan mata. Semakin lama, bel rumah di pintu utama berbunyi terus menerus. Natasha lantas berinisiatif keluar kamar, karena para asisten rumah tangga tampak tidak ada yang terbangun untuk membukakan pintu.
"Kalo bukan wanita sombong itu, ya pasti, Tuan Diego. Ah, merepotkan orang saja," gerutu Natasha.
Diego dan Kathy memang sering bepergian, meskipun tujuan masing-masing dari mereka berbeda. Kathy suka bersenang-senang dengan bepergian ke luar negeri untuk beberapa waktu lamanya, sedangkan Diego bepergian hanya sebatas urusan bisnis. Berbeda lagi dengan sang Nyonya Besar, jika bepergian sebatas belanja, mengunjungi teman-teman sejawatnya dan sesekali berlibur ke luar negeri.
Natasha yang memakai setelan piyama dengan outer cardigan berbahan rajut, segera menuruni anak tangga dan berlari menuju pintu utama. Dia kemudian membuka pintu dan memandang keadaan luar rumah yang sedang diguyur hujan yang sangat deras. Ekor matanya menatap Diego yang pulang diantar asisten pribadinya.
"Tuan Diego banyak minum tadi. Tapi, tenang saja, Tuan masih sadar," ujar Samuel sambil menyodorkan atasan jas milik Diego ke arah Natasha.
"Terus, saya harus bagaimana, Tuan?" tanya Natasha yang panik menatap tubuh Diego yang tak berdaya akibat banyak minum minuman beralkohol.
"Sebaiknya suruh perawat untuk memeriksa tekanan darah Tuan Diego, Nona. Tuan kelelahan dan sedikit meracau," balas Samuel, kemudian menuntun Diego menuju ruang pribadinya yang berada di lantai bawah.
"Kebetulan saya merangkap sebagai perawat keluarga, Tuan. Saya akan mengambil alatnya terlebih dulu. Tolong jaga Tuan Diego sebentar saja," pinta Natasha setelah mengikuti langkah keduanya.
Natasha membalikkan badan, berjalan menuju ruang peralatan medis. Begitu ia mendapatkan alat yang dibutuhkan ia segera kembali ke ruangan pribadi Diego.
Sesaat kemudian, asisten pribadi Diego itu berpamitan, setelah Natasha kembali. Namun, sebelum meninggalkan rumah mewah tersebut, asisten pribadi itu berbisik kepada Natasha.
Natasha seketika tercengang mendengar bisikan dari Samuel. Ia seakan-akan tidak percaya jika Diego yang tengah di bawah kendali minuman beralkohol, mengucapkan nama dirinya seperti yang disampaikan asisten pribadinya itu.
"Natasha itu nama saya, Tuan," ucap Natasha. Kali ini justru Samuel yang melongo seketika, seolah-olah tidak percaya.
"Apa Nona menjadi pengasuh anak-anaknya juga?" tanya Samuel yang tersenyum ke arah Natasha.
Natasha mengangguk. "Ya sudah, Tuan. Saya akan memeriksa tekanan darah Tuan Diego dulu."
"Baiklah, Nona. Sekalian saya undur diri. Selamat malam, Nona," ucap Samuel sembari menautkan kedua tangan di depan dada.
Sejenak, Natasha urung memeriksa Diego dan mengantar Samuel terlebih dahulu sekaligus mengunci pintu utama. Rumah mewah itu tampak begitu sepi, ditambah suara hujan yang turun begitu deras membuat suasana semakin mencekam. Natasha sejenak mendongak ke arah pintu kamar Alice dan adiknya di lantai atas, sebelum melangkah menuju ruang pribadi Diego.
Natasha membiarkan pintu ruang pribadi Diego terbuka sedikit. Ia segera membaringkan Diego yang tampak kelelahan itu di single sofa yang berada di ruangan itu. Bau alkohol tercium dari embusan napas Diego membuat Natasha menahan napas sebentar.
"Tuan, anda tampak lelah. Sebaiknya saya memeriksa tekanan darah Anda terlebih dahulu!" ujar Natasha kemudian. Ia berjongkok dan memasang kain perekat di lengan atas siku Diego yang tampak membuka mata.
Diego menatap Natasha dengan lekat. Jantungnya seketika berdebar hebat. Dalam batinnya memuji kecantikan Natasha yang memang apa adanya, seperti yang selalu diucapkan ibunya tentang pengasuh itu kepadanya.
Sementara Natasha tampak sigap menekan pompa alat pengukur tekanan darah tersebut. Diego masih saja diam-diam menatap lekat. Hal itu tidak disadari oleh Natasha yang sedang serius memeriksa.
"Karena, saya baru kali ini memeriksa tekanan darah Tuan, jadi normalnya biasanya berapa, Tuan?" tanya Natasha sedikit gugup.
"Tekanan darahku?"
"Iya, Tuan."
"Seratus sepuluh hingga seratus dua puluh, Nona. Biasanya di kisaran itu," jelas Diego yang kesadarannya mulai perlahan kembali.
"Berarti, tekanan darah Tuan naik sedikit dari biasanya. Sepertinya anda butuh istirahat!" ucap Natasha kemudian.
"Kamu sangat cantik. Tidak salah kalau Mama selalu mengatakannya kepadaku," ucap Diego membuat Natasha menunduk. Seketika wajah gadis itu mirip sekali dengan udang rebus. Bersemu kemerahan tersipu malu.
"Nyonya Merry pasti berbohong, Tuan." Dengan gemetar gadis itu berusaha membalas ucapan Diego.
"Serius! Kamu memang cantik, Natasha. Oh ya, Nyonya Kathy apa sudah pulang?" tanya Diego kemudian.
"Belum, Tuan. Padahal, tadi pagi hanya pamit sebentar untuk keluar rumah," balas Natasha sambil berdiri untuk mengemasi alat medis tersebut.
Diego yang mendengar jawaban gadis itu, sontak berdiri dan melangkah mendekatinya. Tak berapa lama mereka berdua saling berdiri berhadapan. Natasha lantas mundur beberapa langkah dan tubuhnya menyentuh meja kerja di ruangan itu. Ekor mata Natasha menatap sekeliling berusaha menghindar dari tatapan Diego yang seakan-akan sedang mengulitinya.
"Apa yang akan Tuan lakukan?" tanya Natasha dengan suara bergetar. Batinnya gugup seketika.
Diego tidak menjawab, justru ia menggenggam wajah Natasha dan menatapnya lekat. Sementara, tubuh Natasha semakin gemetar sembari tangannya sigap menggenggam tepian meja kerja. Jantung gadis itu pun berdegup kencang, saat Diego semakin mendekatkan wajah. Natasha terpaku, tak mampu bergeser dari letaknya berdiri.