webnovel

Bertemu

Pantulan cermin yang panjang itu tampak menunjukkan penampilan Karina yang tampak rapi pada siang hari ini. Pakaian yang dikenakannya adalah sebuah dress putih polos dengan sebuah ikat pinggang yang menghiasinya bagian tengah tubuhnya itu. Rambut sudah dibuatnya menjadi Curly, wajahnya pun tampak sudah di make up, sehingga dia terlihat sangat cantik pada hari ini.

Beberapa kali dia akan memutar tubuhnya di depan cermin, hanya untuk memastikan kesempurnaan penampilan dia pada hari ini. Sebuah senyum tersungging di wajahnya itu, tampak sekali dia sangat puas dengan penampilannya untuk siang hari ini.

Yah, bisa dibilang dia memang ingin bersaing dengan sekretaris suaminya itu. Dia tak akan mau terlihat kalah dari segi penampilan, akan ditunjukkan sebuah kesempurnaan sesungguhnya pada wanita yang diduga sebagai selingkuhan Arsen.

"Perfect."

Karina mengambil sebuah tas mungil berwarna putih yang sudah terisi oleh barang-barang penting miliknya. Lantas, dia pun langsung berjalan cepat menuju keluar dari kamarnya.

Tujuannya adalah kamar Joy. Jangan lupa juga kalau anak itu memang harus diajaknya, tak mungkin juga dia harus meninggalkan putrinya.

"Kau sudah siap?" tanya Karina. Dia tersenyum lebar melihat Joy yang kini tampak menyisir rambutnya. Lantas, dia pun melangkah menghampiri Joy dan berhenti tepat berada di belakangnya.

"Sini, Ibu bantu."

Diambilnya sisir dari tangan Joy tersebut, lalu dia pun langsung menyisir rambut panjang dan lebat milik anaknya. "Bukankah lebih baik rambutnya diikat saja?" tanya Karina yang memberikan sebuah usulan kepada Joy.

"Bukan ide yang buruk." Joy mengambil sebuah ikatan rambut miliknya dengan sebuah pita merah yang menghiasi ikatan rambut tersebut. Memberikan benda itu langsung kepada Karina yang diterima oleh wanita itu.

Mengikat rambut Joy dengan kencangnya, lalu merapikan lagi bagian poni nya yang memang pendek untuk menutupi bagian kening.

"Selesai," ujar Karina.

Menengok ke arah jam sejenak, Karina mulai menyadari bahwa kini mereka seharusnya cepat-cepat pergi dari sini, takut nanti akan terlambat, apalagi kemungkinan terjadinya macet akan besar.

"Ayo kita berangkat." Karina membalikkan tubuhnya, dia mengambil tas nya lagi yang tadinya ada di atas ranjang itu.

Pergi dari sana, buru-buru Karina menuju ke garasi untuk mengeluarkan mobil miliknya. "Apakah pintu sudah kau kunci?" tanya Karina setelah dia berhasil mengeluarkan mobilnya.

"Sudah, Bu."

Menganggukkan kepalanya, setelah itu mereka langsung meninggalkan tempat tersebut. Karina mengendarai mobilnya dengan cukup cepat, beberapa kali matanya akan melirik ke arah kaca spion.

Satu alisnya menukik naik saat dia melihat sebuah mobil berwarna hitam yang kini tengah mengikutinya. Dia sudah sadar sedari tadi bahwa mobil itu selalu berada di belakangnya, mulanya Karina memang ingin berpikir positif dengan menganggap bahwa mobil itu hanya kebetulan berada di belakangnya. Namun selama 15 menit dalam perjalanan dan kondisi tetap sama, membuat Karina sangat yakin sekali kalau mobil itu benar-benar mengikutinya.

"Semenjak kejadian itu, semuanya terasa aneh."

***

"Hai Arsen." Karina menghampiri sang suami, mengecup pelan pelipis suaminya itu dan langsung mengambil tempat duduk yang berada tepat di depan Arsen.

Wanita itu sempat melirik ke arah Wendy yang tampak memberikannya sambutan dengan sebuah senyuman juga, Karina pun membalas dengan hal yang sama, meski di dalam hatinya dia benar-benar tak ikhlas untuk melakukan hal tersebut.

"Kalian ingin pesan apa?" tanya Arsen sembari memberikan sebuah buku menu kepada Karina.

Membolak-balik buku tersebut, rasanya sangat bingung untuk Karina memilih menu yang tepat pada siang hari ini. Cukup lama dia menentukan pilihan untuk makanannya. "Aku pesan dua twisty dengan minuman soda nya satu gelas." Pandangan Karina teralihkan, melihat Joy yang sampai saat ini masih sibuk memilih menu yang akan dimakan itu.

"Aku spaghetti nya saja juga es krim corn nya satu."

"Baik, akan Ayah pesan." Arsen mengelus pipi Joy sejenak, lalu setelahnya pria itu langsung pergi meninggalkan tempat tersebut untuk memesan makanan di meja kasir.

Di meja itu, hanya tertinggal dua wanita dewasa dan satu gadis mungil.

Sejujurnya, Karina merasa sangat canggung sekali saat dirinya ditinggali dengan wanita yang tak disukainya itu. Tak ada niat di dalam hatinya untuk memulai pembicaraan dengan Wendy, dia membiarkan saja semua mereka berada di dalam keheningan seperti saat ini.

Sementara Joy, kini tengah asik memainkan benda pipih miliknya. Anak itu sama sekali tak bisa mengalihkan pandangannya lagi akibat terlalu asik memainkan ponselnya.

Karina hanya bisa menggeleng dengan pelan melihat kelakuan dari anaknya itu.

"Apakah Ibu masih mengajar di Sekolah Menengah Atas Pertiwi sampai saat ini?"

Sebuah pertanyaan itu didapatkan oleh Karina saat itu juga. Menengok sejenak, Karina menatap pada sosok yang baru saja memberikan dirinya pertanyaan itu. Dalam hatinya, dia mengumpat pelan, merasa sangat tak suka sekali jika waktunya diganggu oleh Wendy.

"Ya." Hanya jawaban itu saja yang diberikan oleh Karina saat itu. Dapat dipastikan sekali, kalau saat ini Wendy pasti sudah memperkirakan rasa tak suka yang ada di dalam dirinya ini kepada wanita itu.

"Oo, ya." Menggaruk pelan keningnya, Wendy mulai merasakan kecanggungan di dalam situasi seperti ini. Beberapa kali, dia akan melirik ke arah Karina yang masih saja terdiam, wanita itu tampak asik memperhatikan keadaan sekitar.

Dia selalu saja mengedarkan pandangannya dan seolah tak ingin melihatnya lagi, hingga membuat Wendy benar-benar kebingungan.

"Apakah kau sudah lama bekerja bersama dengan Arsen?" Akhirnya Karina membuka suara kembali setelah sedari tadi dia memilih untuk tetap diam.

"Ya, saya bekerja dengan Pak Arsen, sekitar 2 tahun ini," jawab Wendy dengan sedikit keraguan yang ada di dalam hatinya.

Dia bisa merasakan intimidasi yang kuat dari Karina, menyentuh jiwa nya dan membuatnya ketakutan.

"Kalian sangat dekat?" tanya Karina lagi. Wanita itu menatap dengan sangat dalam sosok wanita yang ada di depannya itu.

Wanita yang terlihat ketakutan dan juga gugup dalam satu waktu yang sama.

"Kami tidak terlalu dekat. Hubungan kami ... hanya sebatas pekerjaan saja, tak lebih dari itu," jawab Wendy.

Lantas Karina menganggukkan kepalanya dengan pelan setelah mendengar jawaban yang menurutnya memang kurang memuaskan itu. Namun tak apa, Karina lebih memilih untuk menilai jawaban Wendy dari perlakuan wanita itu saja, lebih menarik perhatian dirinya.

"Sejujurnya, akhir-akhir ini aku hanya merasakan keresahan melihat dia yang banyak menghabiskan waktu di kantor. Apalah kau tahu pekerjaan apa saja yang dilakukannya selama ini, hingga sampai terus lembur."

Wendy menjilat bibirnya sejenak, berusaha sebisa mungkin menetralisirkan kegugupannya. "Sejujurnya, saya pun tak tahu. Saya sama sekali tak mengurus kehidupan pribadi Pak Arsen selama ini."

Mata Karina yang tajam itu bisa melihat gelagat Wendy yang terlihat mencurigakan baginya.

"Benarkah? Kau tak berniat menggodanya bukan?"