webnovel

SI CEROBOH

Mendengar keributan yang terjadi di dapur membuat Zalina dan Calista yang sedang bicara terkejut dan bergegas menghampiri. Saat ke dapur mereka melihat Markonah terduduk lemas di lantai. Dan beberapa piring sudah pecah.

"Ya ampun, Markonah! Ada apa ini?" tanya Zalina.

"Saya keserimpet, Bu. Mau masukin piring, eh taunya nggak sengaja nyenggol minyak goreng, kepeleset licin, Bu. Maaf..."

"Hati-hati dong makanya. Ayo kamu beresin dulu pecahan belingnya baru kamu pel lantainya biar nggak licin. Saya pikir kamu kenapa tadi," kata Zalina.

"Bu, piringnya pecah empat."

"Ya udah nggak apa-apa. Kamu nggak luka kan?"

"Saya nggak luka, Bu. Tapi, gaji saya nggak dipotong kan, Bu?"

"Astagfirullah, saya nggak akan potong gaji hanya gara-gara piring pecah, Markonah. Gaji kamu saya potong kalau kerjaan kamu nggak beres, udah sana bersihkan, nanti ada yang kena pecahan belingnya kan bahaya. Kamu hati-hati bersih-bersihnya," sahut Zalina gemas.

"Iya, Bu."

Zalina dan Calista pun berlalu dari dapur sambil menahan tawa geli.

"Dom nggak salah pilih asisten rumah tangga itu, dulu?" kata Zalina saat mereka kembali di kamar Calista.

"Nggak ngerti deh Mami. Tapi, kerjaan dia bagus kok, aku kan tau waktu aku beberapa kali ke rumah kak Dom."

"Masih muda sekali dia itu. Salah-salah nanti malah digoda oleh tukang kebun kita lagi, Cal."

"Ya nggak apa-apa, Mami."

"Oiya, Mami nggak akan lama di Jakarta, kasian Krisna. Tapi, empat bulan lagi kami pulang. Besok, Mami mau urus pindah sekolahnya Krisna. Arlina juga tahun ini masuk Sekolah Dasar. Tolong kau awasi kakakmu, ya. Mami nggak tenang sama Kezia. Mami nggak mau sampai gadis itu kembali mengganggu kakakmu lagi."

"Dia pasti akan terus ganggu Kak Dom, Mami. Perempuan seperti Kezia itu nggak bisa dikasi hati. Pasti pantang mundur dan nggak tau malu."

Zalina menghela napas panjang. "Iya, itulah yang membuat Mami khawatir, Cal."

"Tapi, Mami tenang saja, aku akan mengawasi Kak Dom untuk Mami."

"Mami percaya padamu. Padahal kau ini anak paling kecil ya. Tapi kau bisa lebih dewasa dari pada Dom dan Elena. Mami ingat ketika kau masih kecil dulu, kau ini paling manja dan penakut. Mami bangga padamu, Cal."

"Kalau Mami melihatku sebagai anaknya almarhum Mommy Arista aku memang anak bungsu. Tapi, aku kan anak Mami artinya aku ini anak penengah, diantara dua orang kakak yang terkadang menyebalkan dan dua orang adik yang manis."

"Kau kan memang duplikat Mami. Tantemu selalu mengatakan hal itu, pada Mami," kekeh Zalina geli.

Calista tersenyum dan membaringkan kepalanya di atas pangkuan Zalina. Dia selalu merasa nyaman saat sedang bicara berdua seperti ini. Sejak dulu, Zalina selalu bisa menjadi tempatnya untuk mengadu dan berkeluh kesah. Perlahan, Zalina pun membelai rambut Calista. Meskipun ia memiliki Krisna dan Arlina sebagai darah dagingnya sendiri. Tapi, kehadiran Dominic, Elena dan Calista memiliki tempat dihatinya sendiri. Zalina tidak pernah menganggap mereka anak angkatnya. Tapi anak kandungnya sendiri. Itulah sebabnya ia terluka saat Elena terluka, ia merasa kecewa saat Dom berbuat salah. Karena bagi Zalina mereka adalah anak- anaknya.

"Cal, Mami lupa mau bertanya, ada apa dengan Ratu?"

Calista menghela napas panjang.

"Ratu jatuh cinta pada Kak Dom sejak lama, Mami. Apa Mami ingat kalau dulu Mami pernah berniat menjodohkan mereka berdua? Meski mungkin hanya sekadar gurauan tapi, Ratu sudah berbunga-bunga. Dan ia kecewa saat Dom ternyata memiliki Kezia. Dan, saat tau mereka putus Ratu sengaja kembali mendekat tapi, Kak Dom malah melamar Laela. Itu membuatnya patah hati. Dia butuh waktu untuk menyembuhkan rasa kecewa dan luka di hatinya, Mami. Ratu memintaku untuk tidak mengatakan hal ini pada siapapun. Tapi, Mami tau kan, kalau aku tidak bisa merahasiakan sesuatu pada Mami."

"Iya, sayang. Ya sudah kau istirahat, besok kuliahmu padat, kan. Nanti malam, kita makan malam di luar saja, ya. Tante Arasy bilang, selama Mami tidak ada di rumah, kau rajin sekali memasak setiap makan malam. Jadi, malam ini, kau boleh menentukan mau makan malam di mana kita."

"Serius, Mami?"

"Serius, kau mau makan di mana?"

"Aku mau masakan Jepang, Mami."

"As you wish. Nanti malam kita ke restoran Jepang."

"I love you so much Mamiii!" seru Calista dengan gembira.

***

Sementara itu, di siang yang cukup terik itu, Ratu harus berada di ruang produksi sawit yang cukup panas. Dan, sejak pagi ia merasa sudah tidak enak badan. Hanya saja ia memaksakan diri untuk tetap bekerja. Beberapa hari ini ia harus menyesuaikan diri untuk tinggal di kota yang cuacanya lumayan panas. Dan kamar yang seadanya tanpa AC. Selain Ratu ada seorang mahasiswi magang lainnya. Namanya Theana, dia berasal dari kota Jambi. Mereka diberi fasilitas sebuah rumah dengan dua kamar, dan perabotan yang lengkap sebetulnya. Tapi, untuk memasak sendiri amat sangat tidak memungkinkan. Jarak dari tempat tinggal mereka ke pasar itu sangat jauh. Dan, mereka tidak memiliki kendaraan.

Untuk menuju ke pabrik tempat mereka bekerja bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Untungnya ada warung makan di dekat mess mereka sehingga mereka bisa makan di sana.

"Kau pucat sekali, Ratu," kata Theana.

"Aku kurang enak badan, Na."

"Mungkin perubahan cuaca, Jakarta kan tidak sepanas Jambi. Apalagi kau terbiasa berada di ruangan ber AC. Pasti akan sedikit menyesuaikan dengan udara di sini."

"Iya, bisa jadi aku..."

Bruk... Tiba-tiba saja Ratu terjatuh tidak sadarkan diri membuat Theana panik dan beberapa karyawan segera menggendong Ratu dan membawanya ke rumah sakit. Theana yang panik ikut menemani Ratu.

"Kok bisa tiba-tiba pingsan begini? Kalian tadi pagi sarapan tidak sih?" kata salah seorang kepala bagian yang ikut mengantarkan Theana dan Ratu ke rumah sakit.

"Nggak ngerti, Pak. Tadi pagi kami sempat sarapan, kok. Tapi, Ratu sejak semalam memang keliatan pucat dan tampaknya lemas. Mungkin dia tidak terbiasa dengan udara panas. Apa lagi di kamarnya hanya memakai kipas angin. Sepertinya di Jakarta dia anak manja. Dari barang-barang yang dia pakai saja sudah keliatan bukan barang murah."

"Ya kalau begitu pantas, anak Mami rupanya. Tapi, nekad juga dia mau magang di pabrik sawit. Jauh dari mana-mana. Mau ke Bungo saja butuh waktu satu jam lebih."

Ya, Ratu saat ini berada di simpang Babeko, Jambi. Dia magang di sebuah perusahaan sawit yang cukup besar. Untuk ke kota Bungo memerlukan waktu sekitar satu jam. Bisa di pastikan jika Arasy dan Aruga tau mereka pasti akan panik dan khawatir. Karena dalam bayangan Arasy, Ratu berada di kota Jambi, bukan ke kabupaten yang jaraknya lumayan jauh. Ratu memang sengaja merahasiakan hal itu. Dia benar-benar ingin menyembuhkan luka akibat patah hatinya.

Karena suhu tubuhnya yang cukup tinggi Ratu pun terpaksa harus diopname di rumah sakit. Untunglah PT BMM tempat Ratu bekerja mau menanggung biaya pengobatan gadis itu. Dan juga mengizinkan Theana menjaga Ratu karena keluarga Ratu berada jauh di Jakarta.

"Kau mau aku menghubungi keluargamu supaya datang ke sini, Ra?" tanya Theana. Ratu yang baru tersadar menggelengkan kepalanya.

"Nggak perlu, Na. Papa dan Mamaku pasti akan panik. Oiya, apa di sini jauh kalau harus ke ATM?" tanya Ratu.

"Nggak. Oiya, aku membawa tas dan ponselmu tadi. Tapi, kau harus di opname dan tidak ada pakaian ganti. Bagaimana ya?"

"Kau ada rekening tabungan, kan? Biar aku transfer uang, kau bisa ambil untuk membeli pakaian ganti dan juga untuk biaya rumah sakit."