webnovel

MAWAR CINTA

Baru saja hendak mobil Dominic berlalu, tiba-tiba sebuah BMW memasuki halaman. Melihat mobil yang amat ia kenal dengan baik, Calista langsung berlari ke atas, sambil berseru.

"Katakan saja aku tidur, jika bocah degil itu mencariku, Tante Arasy!" serunya. Arasy tergelak melihat Calista yang panik dan berlari sementara Zalina dan Arjuna yang tidak tau apa-apa tentu saja saling berpandangan penuh keheranan. Lebih heran lagi saat melihat seorang pemuda tampan dengan senyuman yang khas keluar dari mobil dengan membawa empat buket bunga mawar merah.

"Assalamu'alaikum, Om, Tante, Oma," sapanya dengan ramah.

"Waalaikumsalam, Nak Rama. Loh, ini bawa bunganya kok banyak sekali," jawab Arasy.

"Iya, kemarin saya bertemu Laela. Kata Laela, hari ini orangtua Calista pulang dari Singapura. Jadi, saya khusus datang untuk bertemu dan berkenalan dengan orangtuanya calon pacar," jawab Rama penuh percaya diri.

Zalina menatap kakaknya penuh rasa ingin tau, tapi Arasy hanya mengedipkan sebelah matanya.

"Ini Mami dan Papinya Calista," ujar Arasy sambil menunjuk pada Zalina dan Arjuna. Rama pun langsung menghampiri dan membungkuk hormat.

"Siang, Om, Tante, saya Rama, calon pacar Calista," katanya.

"Oya? Calon pacar Calista? Kok Calista nggak pernah cerita, ya?" tanya Arjuna sambil menautkan alisnya.

"Lupa, barangkali, Om. Oiya, ini bunganya buat Tante Zalina satu, buat Tante Arasy satu dan buat Oma satu," kata Rama sambil membagikan buket bunga yang ia bawa.

"Lalu, yang satu lagi untuk siapa?" tanya Zalina.

"Untuk Calista, Tante. Calistanya Ada?"

"Sepertinya Calista tidur, Nak Rama," jawab Khanza sambil menahan senyuman.

Tampak jelas ekspresi kecewa di wajah Rama. Ia pun menyerahkan buket mawar terakhirnya kepada Arjuna.

"Titip untuk Calista ya, Om. Saya pamit pulang dulu, Om dan Tante juga pasti masih lelah setelah perjalanan jauh. Salam untuk Calista, assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Zalina, Arjuna, Arasy dan Khanza bersamaan.

"Siapa sih dia itu, Mbak. Kenapa Calista sampai panik berlari ke atas? Calon pacar? Maksudnya apa sih? Mereka sedang dekat, lalu saat ini Calista sedang marah atau bagaimana? Aku nggak ngerti deh," ujar Zalina sambil melangkah masuk.

"Kau tanyakan saja pada duplikatmu itu, Lin," jawab Arasy.

"Biar aku tebak, pemuda tadi tengah berusaha mendekati Calista?"

"Betul sekali. Dan, dia itu pemuda yang paling tidak tau malu dan pantang menyerah, beberapa kali dia mampir dengan alasan yang sangat tidak masuk akal. Kau tau bagaimana dia bisa tau rumah ini?"

"Bagaimana?"

"Membohongi Laela dengan mengatakan kawan dekat Calista dan mengantarkan Laela pulang."

Zalina dan Arjuna hanya tertawa kecil dan menggelengkan kepala.

"Kita semakin tua sepertinya, Mbak. Oya, aku belum bertemu Raja dan Ratu sejak aku pulang tadi, Mbak. Kemana mereka berdua?"

"Raja kuliah dan minggu depan dia mulai KKN. Ratu entah mengapa mendadak pergi tanpa berembuk dulu ke kota Jambi. Dia memutuskan KKN di sana. Padahal, sebelumnya ia akan KKN di Bogor."

"Kau tidak bertanya kepadanya?"

"Sudah, tapi dia tidak mau memberikan jawaban yang mengenakkan. Jadi, ya sudahlah aku tidak mau mendesak. Tapi, sepertinya Calista tau apa yang terjadi. Tapi, kau tau kan, memancing informasi dari duplikatmu itu susah luar biasa."

"Biar nanti aku yang coba bertanya, Mbak."

Khanza yang merasa lelah langsung masuk ke kamarnya ditemani Arasy. Sementara Arjuna dan Zalina naik juga ke atas untuk melihat Arlina yang masih lelap tertidur.

"Mas, aku ke kamar Calista dulu, ya. Kau istirahat saja duluan."

"Iya, aku ingin tidur siang sebentar."

Zalina mengangguk lalu ia pun menuju ke kamar Calista sambil membawa buket mawar yang di bawa oleh Rama tadi. Saat Zalina masuk Calista tampak sedang berbaring dan menonton film dengan wajah serius.

"Calon pacarmu membawakan bunga untuk wanita-wanita cantik di rumah ini kecuali Arlina. Ia membawakan empat buket mawar, untuk Oma, Tante Arasy, Mami dan untukmu. Anak itu ganteng loh, kenapa tadi kau langsung kabur dan berlari?"

Calista menatap Zalina sambil mengerucutkan bibirnya.

"Amit-amit deh, Mami. Aku nggak mau sama dia. Lagi pula aku nggak mau pacaran dulu, Mami. Aku masih ingin menyelesaikan kuliahku dulu, setelah itu bekerja, meniti karir, punya uang yang banyak supaya aku bisa seperti Mami dulu. Punya apartemen sendiri, bisa membeli ini dan itu dari hasil keringat sendiri. Dan, yang paling penting aku mau calon suami yang seperti Papi. Baik, setia dan juga mau berjuang untuk mendapatkan cintaku. Sama seperti Papi dulu mendapatkan Mami."

"Kau mau dibawa ke jurang dulu seperti Papimu menyatakan cinta di tepi jurang pada Mami?"

"Ah,itu kan cerita romantisnya Mami. Aku mau membuat cerita romantisku sendiri, dong. Tapi, ya nggak Rama juga orangnya, Mami. Bocah degil slengean menyebalkan, lihat rambutnya yang sedikit gondrong itu. Dia pikir dia boyband Korea? Mami nggak tau kelakuannya jika berada dia kelas. Pura-pura laptopnya ketinggalan lah, apa lah. Pokoknya setiap hari ada saja yang ia kerjakan untuk menarik perhatianku. Tempo hari dengan sengaja dia membiarkan tangannya aku pelintir, padahal dari gerakannya aku tau dia menguasai bela diri tapi tetap saja ngeyel. Ih, amit-amit, Mamiii."

"Hati-hati, Cal. Jangan terlalu cepat bilang amit-amit, kalau jatuh cinta betulan bagaimana?"

"Nggak mungkin Mami, aku nggak minat sama dia."

"Memang ada yang lain?"

"Ya nggak ada juga. Tapi, intinya aku nggak mau sama dia, Mami."

"Terserah kau saja deh. Tapi, jika kau sampai jatuh cinta padanya kau harus traktir Mami makan."

"Ih, Mami ini. Iya, aku nggak akan jatuh cinta sama pemuda degil itu. Oya, bagaimana kondisi Elena, Mami?"

"Alhamdulillah dia semakin membaik, sudah bisa berjalan seperti wanita hamil normal lainnya. Dody terkadang membawanya cek ke dokter lalu membawanya jalan-jalan. Mereka sudah seperti pasangan suami istri saja jika bepergian. Tiga bulan setelah Elena melahirkan meraka akan menikah. Hanya ijab qobul saja di Singapura, lalu mereka akan mengadakan resepsi di Jakarta. Mungkin di hari resepsi mereka adalah pernikahan Dom dan Laela juga. Jadi sekalian saja, supaya Papi dan Mami tidak cape."

Calista menatap Zalina dan memeluk wanita itu dengan erat.

"Mami, terima kasih," katanya.

"Terima kasih untuk apa, Cal?"

"Untuk segalanya, Mami."

"Sudah menjadi kewajiban Mami untuk itu."

Bruk brak pyar....

Tiba-tiba saja mereka mendengar suara gaduh di lantai bawah dan mereka langsung bergegas keluar kamar untuk melihat ada apa.

**