webnovel

KERUSUHAN

Zalina menatap Calista yang tampak pucat pasi.

"Ada apa, kak?" tanya Arjuna khawatir.

"El- Kak El, dia bertengkar di Pub dan melukai seseorang. Saat ini, dia sedang dibawa ke kantor polisi. Jimmy menemaninya, tolong Mami..." jawabnya tersedu. Zalina dan Arjuna tanpa berpikir panjang langsung mengganti pakaian mereka.

"Kakak tunggu di rumah. Jaga adik-adik,kirimkan nomor ponsel Jimmy, supaya Papi dan Mami bisa menghubunginya. Dan, kirimkan pesan kepadanya supaya ia tetap bersama Elena, Mami dan Papi segera ke kantor polisi," kata Arjuna.

Arjuna dan Zalina pun bergegas pergi, sementara Calista langsung melakukan apa yang di perintahkan Arjuna. Ia segera mengirimkan nomor ponsel Jimmy kepada Zalina. Dan tak lupa ia mengirimkan pesan juga kepada Jimmy untuk menunggu kedua orangtuanya di sana.

Calista buru-buru melangkah ke kamar Arlina, untunglah adik bungsunya itu tidur dengan sangat lelap. Ia pun memutuskan untuk menunggu di ruang tamu. Perasaannya benar-benar tidak enak. Ia merasa kesal, sekaligus juga malu pada Zalina dan Arjuna. Ingin rasanya ia memaki Daddynya. Tapi, ia merasa lelah dan sia-sia. Damian pun tidak bisa berbuat apa-apa selain menyalahkan almarhum Grandma nya. Ya, Deswita meninggal 5 tahun yang lalu di rumah sakit jiwa. Tanpa sempat meminta maaf, tanpa penyesalan, pergi begitu saja dalam kekosongan jiwa. Pergi dalam dendam yang tidak pernah padam.

Sementara itu, Arjuna mengemudi dengan sedikit ngebut, jujur ia panik. Zalina sendiri tampak sedikit lebih tenang dari Arjuna, meskipun beberapa kali ia menghela napas panjang.

Sesampai di kantor polisi tampak Elena duduk bersandar di kursi. Sementara Jimmy duduk di samping Elena. Seorang lelaki gendut berusia kira-kira 45 tahun duduk di dampingi istrinya sambil memegangi kepalanya yang sudah di perban. Saat melihat Zalina dan Arjuna, istri dari lelaki gendut itu langsung menuding.

"Ooh, ini Ibunya perempuan murahan ini? Lihat, dia sudah membuat suami saya kepalanya terluka. Anak nggak dapat didikan, pasti ini Ibunya kebanyakan ke salon, nggak pernah didik anak dengan baik!" serunya sambil menunjuk- nunjuk ke arah Zalina.

Arjuna memilih untuk menghampiri Jimmy dan Elena, ia tau betul bagaimana Zalina. Kebetulan polisi yang sedang duduk di hadapan mereka ini adalah anak buah KOMPOL Leo. Sudah jelas ia mengenal Zalina dengan baik, sehingga hanya tersenyum kecil melihat kejadian itu.

"Maaf, Ibu bilang apa tentang putri saya? Perempuan murahan? Baik, sekarang kita tanya saksi yang ada, Jimmy tolong kemari sebentar," kata Zalina. Jimmy langsung menghampiri Zalina.

"Ceritakan pada Tante bagaimana kejadiannya," kata Zalina.

"Elena tadi datang, dia bahkan tidak mabuk, Tante. Bahkan, baru saja duduk dan mengobrol dengan saya, lalu Bapak ini datang dan menggoda Elena. Pertama kali, dia mendekat dan mengajak Elena minum, Elena menolak. Kedua kalinya, beliau sudah sedikit mabuk mencoba menarik tangan Elena. Elena kemudian mendorongnya, ia pun pergi. Nah, untuk kali ketiga, ia kembali mendekat sambil menyodorkan uang pada Elena dan mengucapkan kata-kata yang kurang pantas. Yang ketiga kali ini, ia berdua bersama seorang temannya, tangan Elena di tarik dan, kawannya dengan sengaja menyentuh...anu..."

"Anu apa?" tanya Zalina

"Menyentuh ke balik rok yang dipakai Elena, sementara Bapak ini berusaha untuk memeluk dan memaksa Elena, karena merasa dalam bahaya, Elena refleks meraih botol yang ada di bartender. Tepat saat Elena memukul bapak ini, istrinya datang melabrak, dia pikir Elena adalah pelakor yang sedang bertengkar dengan suaminya," kata Jimmy.

Zalina menatap tajam pada sang ibu.

"Ibu dengar sendiri, suami Ibu yang berusaha berbuat kurang ajar pada putri saya. Apa yang Elena lakukan adalah tindakan membela diri."

"Halah, Ibu nggak usah deh bela diri. Paling juga situ ikutan nikmatin harta suami saya. Sengaja kan, karena punya anak cantik!"

Tangan Zalina sudah mengepal menahan emosi, namun ia berusaha bersikap dengan tenang.

"Ibu tau pengacara yang bernama Zalina Maharani?" tanya Zalina.

"Halaaah, situ mau bayar pengacara? Silahkan, saya nggak takut. Udah jelas buktinya anak situ yang cabe-cabean itu nggak bener kok, sok- sok an mau bayar pengacara mahal. Eh, asal situ tau ya pengacara yang situ sebut itu istri pengusaha kaya. Mana kuat situ bayar," kata si Ibu dengan sinis.

"Oh, berarti suami Ibu ini pengusaha kaya?" tanya Zalina.

"Woo ya jelas. Suami saya ini punya usaha batubara di Kalimantan. Saya tau, dia ke Jakarta pasti mau ketemu selingkuhannya, ya anaknya situ yang murahan itu. Saya nggak mau tau, pak Polisi tolong catat, saya mau anaknya Ibu ini dipenjara dengan tuduhan penganiayaan, dan juga merebut suami orang!"

"Oh, Ibu mau menuntut anak saya? Baik, kalau begitu saya juga mau mengajukan tuntutan. Pak Angga, ini KTP saya, tolong diproses tuntutan saya terhadap bapak..."

"Bapak Suryadi," sahut si ibu dengan ketus.

"Ah, iya Pak Suryadi. Saya menuntutnya atas kasus percobaan pelecehan. Ini KTPA saya," kata Zalina sambil menyimpan KTPA nya di atas meja.

"Baik Bu Zalina, saya proses ya, Bu. Saya akan proses kedua laporan, supaya adil."

"Silahkan saja, Pak. Saya sendiri yang akan mendampingi putri saya sebagai kuasa hukumnya," kata Zalina dengan tenang.

"Siapa? Tadi bapak menyebutkan nama siapa?" tanya si Ibu sedikit kaget.

"Zalina, saya Zalina Maharani. Itu KTPA atau Kartu Tanda Pengenal Advokad saya, masih berlaku," jawab Zalina dengan tegas dan tatapan tajam.

Wajah Suryadi dan istrinya pun pucat seketika, sementara AIPDA Angga hanya menahan senyuman.

"Jadi..."

"Ya, saya Zalina Maharani bu. Anak yang tadi Ibu panggil wanita murahan adalah putri saya. Saya bisa menuntut Ibu sekarang juga atas pencemaran nama baik. Seenaknya saja Ibu menuduh saya menikmati harta suami Ibu. Apa semua yang masuk ke tempat hiburan malam itu adalah wanita murahan? Jimmy ini bekerja di Pub untuk membiayai kuliahnya. Dan, anak saya adalah teman sekolahnya. Apa salah, jika putri saya kebetulan ada keperluan dan mengunjungi temannya? Jelas ada saksi yang melihat suami anda yang menggoda putri saya. Jika saya mau saya dan suami saya bisa membuat masalah ini menjadi panjang. Jadi, Ibu sekarang maunya bagaimana?"

Zarlina berkata dengan tenang, tapi cukup tegas. Ia merasa emosi, tapi melawan emosi dengan emosi juga tidak ada gunanya. Lebih baik membuat lawannya ini merasa malu. Untung saja, Elena sedang tidak dalam kondisi mabuk. Jika sampai ia mabuk, maka Zalina akan sedikit kesusahan membela putrinya itu.

"Ad-aduh, maaf Bu. Saya nggak tau kalau Ibu ini Bu Zalina dan yang duduk di sana adalah Bapak Arjuna Syailendra. Maaf, saya hanya emosi, karena memergoki suami saya berada di tempat hiburan. Aduh, pak polisi saya tidak jadi menuntut. Suami saya yang salah, maaf ya Bu. Oiya nama saya Atikah, Bu. Saya sering mendengar nama Ibu, tapi memang belum pernah melihat wajah Ibu. Habis Ibu tidak aktif di media sosial, ya?"

"Saya maafkan, lain kali jangan main tuduh sembarangan, bu. Pak Angga, saya bisa membawa putri saya dan lawannya pulang?" tanya Zalina.

"Silahkan, bu."

Zalina pun langsung memberi isyarat pada Arjuna dan Jimmy untuk segera pulang, ia sendiri menghampiri dan menggandeng Elena yang sejak tadi diam tanpa buka suara.

"Kita pulang, Kak," ajak Zalina. Elena hanya menuruti perkataan Zalina, dan membiarkan tubuhnya di rangkul masuk ke dalam mobil.

Namun, saat mereka sudah di dalam mobil...

**