webnovel

the Guardians

Dragons bergerak dengan perlahan menyerang dari utara ke selatan. Kondisi Groilandia merupakan yang terparah karena serangan naga api juga es, disusul kondisi Nereida yang pinggir pantainya diguncang tsunami dan ombak besar bergulung-gulung. Seekor Naga saja sudah cukup membuat resah. Serangan mendadak yang tidak jelas alasannya ini membuat keadaan benar-benar kacau.

Cringg.. cringgg.. cringg… lonceng-lonceng kuil Miwamori berbunyi nyaring pertanda bahaya datang. Semua Rubah yang kedatangan tamu tak diundang dari kutub utara tak henti-henti melawan untuk memukul mundur. Karena mereka cepat menyadari adanya bahaya lawan pun bisa segera dibuat menyerah.

“FLAME-THROWER…!!!!”

“SUN-SCREAM…!!!!”

Terangnya api matahari dari sihir para Rubah tegas mempertahankan kerajaan mereka. Kuatnya api itu bahkan mampu menyeret mundur naga api dan melelehkan api naga es. Jeritan Rubah dan raungan Dragons mengiringi pertempuran. Ryota dan para Rubah yang masih tertidur tengah malam itu terpaksa bangun dari lelapnya tidur mereka untuk bertempur.

(Rubah-rubah ini tidak bisa diremehkan ternyata)

(ekor-ekor rubah ini mengganggu pandanganku..)

(sepertinya akan sulit untuk melumpuhkan mereka)

Cringg… sang pendeta pun datang menghadap musuh-musuhnya. Kehadirannya yang tenang justru membuat gempar klan reptil raksasa di hadapannya.

“pergi dari sini.. pulanglah kalian.. jangan menentangku atau karma berat akan menghakimi kalian..” sepasang bola mata Ryota yang biasanya berwarna coklat kini berwarna merah dengan pupil yang menyempit. Dirinya yang biasanya pemalu kini nampak dominan dan tak punya rasa takut. Kaki nya yang tak beralas melangkah perlahan ditemani tujuh ekornya yang membara dibalut Magia oranye. Jejak dari tapak kakinya menyisakan kilau Magia yang melimpah.

Bahkan tanpa perlu mengubah wujudnya menjadi Kitsune para Dragon yang ada disana sudah dibuat ketakutan.

Perisai pelindung Miwamori dari sihir yang disimpan dalam jimat-jimat kertas aktif dan melindungi setiap sudut kerajaan hingga lawan tak bisa menjajah lebih jauh di hutan pinus. Naga-naga itu terbang menjauh dari perbatasan Miwamori dan memutuskan untuk tak main-main dengan pendeta Rubah itu lagi.

(awas kalian..)

(kami akan kembali lagi nanti ketika kerajaan-kerajaan lain sudah jatuh..)

(hutan ini akan jatuh pada kuasa kami dan Raja kami..)

“kerja bagus…” Ryota mengelus kepala Rubah berekor tiga yang ada disisinya. Rubah-rubah yang baru bertempur disana sangat senang mendapat pujian dari sang pendeta.

“kembalilah ke Jijitsuko Jinja tuan.. kami akan tetap berjaga disini..”

“ya, tentu.. kalau hal buruk terjadi aku akan segera tau..”

“istirahatlah.. tuan Ryota..”

Sebagian dari para Rubah memutuskan untuk tetap menjaga perbatasan sementara sang pendeta kembali ke kuilnya. Ryota harus menjaga dirinya, apapun yang terjadi.

Sementara itu..

Di Mavr Lykos, para Naga terlihat di pagi hari waktu setempat. Kehadiran mereka sudah ditandai dengan suara erangan mirip guntur yang terdengar di langit.

“ini tidak wajar.. Dragons yang berbondong-bondong datang dari langit jelas sudah jadi pertanda buruk..”

“tuan Damian, kami menunggu perintahmu..”

“.. aku tidak mengerti, kami baru saja berteman dengan Erick..”

“tuan Damian..!!!”

Damian terbangun dari lamunannya, dua Shapeshifter penjaga di belakangnya setia menanti perintahnya.

“sebarkan kabut sesat di sepanjang perbatasan dan juga pinggir pantai.. di darat maupun di langit, pasang mantra pada awan-awan diatas sana.. kita tak perlu menyerang balik.. aku masih ingin mempercayai King of Dragons..” Damian memberi perintah dengan ekspresi datar. Ia masih terbayang lembutnya senyum Erick dan caranya menatap Andrew. Pikiran warasnya masih berpendapat bahwa ada hal tidak beres yang terjadi di Draecorona.

“baik tuan..!!!”

Shapeshifter penjaga pun menuruti perintahnya. Mereka berbaris bersama merapal satu mantra. Satu mantra untuk menyebar kabut sesat seusai perintah Damian. Kabut sesat yang kabarnya tidak akan membiarkan siapapun atau apapun melewatinya. Mereka yang berniat jahat hanya akan terpantul ke tempat yang sama, tak menemukan jalan untuk masuk ke Mavr Lykos. Baik naga yang melata atau terbang di udara, tak ada yang bisa menembus sihir bayangan itu.

“aku ‘tak akan meragukanmu.. akan kubuktikan kebenaran dan aku tentukan sendiri dengan siapa aku percaya..”

“.. wahai kabut yang menyelimuti siang dan malam negeri ini.. sesatkan mereka.. sesatkan mereka yang berniat jahat di negeri kami..”

FWWOOOSSHHH…….. kepulan kabut berwarna abu-abu menyeruak dari tangan-tangan para Shapeshifter dan dengan cepat memenuhi udara. Rakyat yang ketakutan semua bersembunyi dalam rumah masing-masing. Para pemilik rumah ikut melindungi orang-orang dalam perjalanan yang kebetulan lewat di depan rumah mereka. Semua menunggu.. menunggu kabut sesat berhasil melindungi Mavr Lykos seutuhnya.

Ggrrraaaa…… api dan es lagi-lagi menyembur menyerang mereka yang tidak bersalah. Namun berkat kabut sesat dua wujud elemen itu terpantul, berbalik pada penyerangnya.

(apa.. ini..)

(kabut milik klan pengubah wujud..)

(sepertinya akan sulit untuk menembusnya)

(mereka takut melawan kita ya? Hahahah dasar pengecut, bisanya cuma sembunyi)

(wajar saja Raja kita berkata kita berhak berada di paling atas)

(DRAGONS... PASTI AKAN MENGUASAI ARC CHAESTRA..)

Sementara Vouna yang saat itu masih belum memiliki pemimpin baru, entah mengapa tak ada Dragons yang berani menyerang. Padahal posisi kerajaan Vouna yang berada di pusat Arc Chaestra dan dipisahkan oleh laut dengan Draecorona bisa dibilang sebagai sasaran empuk penyerangan.

Sekelompok naga api terbang menyebrangi laut ke arah selatan, menuju kerajaan para Demigod. Dari kejauhan kota-kota yang seisinya berwarna putih terlihat. Vouna dibatasi dengan tembok kokoh yang juga berwarna putih. Di sisi-sisi tembok itu dilengkapi menara penjagaan dimana yang menghuninya bukanlah Demigod penjaga biasa, melainkan tentara berpangkat tinggi. Ketika menyadari adanya sekelompok Dragons yang terbang mendekat, satu diantara mereka menghadang tanpa rasa takut, berdiri di puncak menara dengan penuh keberanian.

Sang Demigod tak berkata apapun, hanya menatap memperhatikan sekelompok naga yang sedang mendekat.

Air tenang, menghanyutkan.

Terkadang kita tak perlu mengamuk dan membuktikan dominasi dengan kekuatan.

Sekelompok naga api itu mundur, seolah tau hasil pertarungan mereka dengan sang Demigod hanya dengan melihat tatapan mata serta keberaniannya.

(berani menentang kami berarti berani menentang Surga.. bukan kami akan yang menghukum kalian namun tingginya para Dewa..)

Sayangnya kekacauan lain terjadi di biru, dalamnya lautan. Klan Siren bersama para makhluk laut menjadi sasaran serangan Naga air yang gagal menembus Nereida.

“... SEMBUNYI.. DALAM PALUNG..!!! CEPAATT...!!!!!!”

Andrew sang Earl of Sirens, tindakannya sama seperti sang Command of Beast yakni melindungi rakyatnya terlebih dulu. Jurus-jurus gelombang air meluncur dari tangan-tangannya. Dibantu oleh Siren penjaga juga sang Pendeta, pertarungan dalam air itu tak kalah sengit dengan mereka yang mati-matian bertempur di darat.

Chaldene, serangan datang selepas matahari terbenam waktu setempat. Para Unicorns bekerja sama dengan para penyihir Chaldene menciptakan dinding sihir yang tak mudah ditembus.

“tuan Peter, mereka semakin dekat..!!!”

“kalian sudah siap..??”

“YA..!!!”

SWOOSSHH…!!!!! Sebuah bola api ditembakkan dari langit. Merahnya api yang membara menyatu dengan jingga langit yang baru berlalu. Peter sang ksatria sihir berlari maju menghampiri lalu menancapkan pedangnya di tanah.

“DANCING CLIFF…!!!!!” kokoh dinding batu tercipta dari sihirnya, menghalau bola api yang datang mendekat.

BOMM..!!!! suara ledakan terdengar sangat keras kala bola api itu menabrak dinding batu milik Peter.

“SEKARANG..!!!”

Para ksatria yang bertarung bersamanya dengan kompak ikut membangun dinding batu yang tak kalah kokoh. Dinding yang tinggi.. sangat tinggi hingga menghalau cahaya bulan yang baru terbit disana. Para Unicorn pun ikut memainkan peran mereka.

“.. pelindung tanah ini tak hanya para Ksatria, tapi kami juga selaku kuda yang turun bersama Adam dan Eve..”

Tanduk-tanduk itu bersinar putih, memancarkan kemilau sihir melapisi dinding yang para ksatria bangun. Tak sampai disitu, perisai sihir juga menggelembung membentuk atap pelindung yang membungkus seisi Chaldene. Kuda-kuda putih itu pun nampak letih setelah menggunakan segenap Magia mereka demi membangun perisai pelindung kerajaan.

“terima kasih, Cyari.. ini akan menghalau mereka sementara sampai kita menemukan titik terang penyerangan..” suara denting A Froura ketika dimasukkan ke sarungnya terdengar nyaring. Peter berdiri tegak menatap naga-naga yang terbang diatas sana, masih mencoba membobol perisai sihir dengan bola api dan dinginnya es.

(dari dulu aku tak pernah suka dengan kuda-kuda itu..)

(ya.. mereka sombong hanya karena mengajarkan sihir pada manusia..)

Setelah tenaganya sedikit pulih, Cyari berdiri dan membalas kata-kata Peter.

“Silverstream sepertinya anak yang baik meski penampilannya mengatakan sebaliknya.. apapun langkah mu dan 6 Raja lain akan ku dukung..”

“benar juga.. teman-temanku yang lain, bagaimana nasib mereka ya..”

“ayo kita kembali ke Gi Ankalia, kita hubungi teman-temanmu disana..”

“ya..!!”

Derap kaki Cyari ketika berlari terdengar membelah sunyinya malam. Banyak penduduk yang terdiri dari orang dewasa lebih memilih tetap terjaga karena perlahan Dragons yang menyebar tak hanya berusaha membobol bagian perbatasan Chaldene tetapi juga dari tingginya langit. Para orang tua memeluk anak-anak mereka, meredupkan lampu-lampu rumah agar tak menarik perhatian, serta mengunci kandang-kandang ternak. Mata-mata Dragons yang menyala serta napas mereka sungguh mengerikan. Seolah mereka yang ada disana bisa diterkamnya kapan saja.

“.. Adryan, Cyrus, Damian, Ryota, Andrew, Nathanael.. Erick.. kuharap kalian baik-baik saja..”