webnovel

Previous Dragon King

Akiho si periang, menembus barrier sihir milik para Kitsune demi bertemu Ryota. Barrier itu seharusnya terasa panas menusuk bagi mereka yang menyentuhnya. Namun tidak terasa berkat sihir Nathanael pada kalung kristal. Cahaya matahari pagi memantul pada bulu-bulu serta surainya. Ia meringkik di depan kuil milik Ryota, Jijitsuko Jinja, hingga sang Priest of Foxes pun keluar menemuinya. Ryota melangkah perlahan menuruni tingginya tangga kuil. Akiho pun membungkuk, memberi hormat padanya.

Daun kecoklatan yang gugur di halaman kuil tersapu kencangnya angin. Banyak anak-anak Kitsune yang mengintip kedatangan Akiho dari jendela mereka. Anak-anak Kitsune yang lucu itu mengibaskan ekor mereka dan menatap dengan mata berbinar. Rupa sang Pegasus yang putih dengan surai biru dan sayap yang berkilau sangat cantik dan menarik perhatian mereka.

“Kau lihat? Banyak anak-anak yang tertarik melihatmu.. belum ada Pegasus yang benar-benar turun menginjakkan kaki di tanah Miwamori..” ujar Ryota sambil naik ke punggung Akiho. Tujuh lonceng yang sudah terpasang lagi di pakaian Ryota kembali berbunyi nyaring.

Akiho sangat senang mendengarnya lalu menjawab Ryota..

“kalau begitu lain kali kami yang akan mampir kemari..” sebelum mengepakkan sayapnya, Akiho menatap anak-anak yang mengintipnya sambil tersenyum. Anak-anak itu lalu melambai sambil tertawa riang. Ada pula yang malah sembunyi dengan tersipu malu. Ryota ikut tersenyum melihat lucunya tingkah para Rubah.

“namamu Akiho ‘kan.. nama yang seindah musim gugur..”

“ayo.. kita berangkat..”

Lapisan kain haori yang Ryota kenakan melambai tersibak angin. Panjangnya ekor Akiho pun tak kalah indahnya. Pegasus itu terbang lagi mendaki langit, mengantarkan jemputannya kearah tujuan sekencang yang Ia mampu.

Sejuknya angin mendampingi perjalanan ke kerajaan taman bunga, tujuh Raja akan berkumpul di satu titik, berjumpa kembali..

Peter, Damian, Andrew, dan Ryota tiba di istana Blumengarte selepas matahari terbit waktu Nereida.

Harum bunga-bunga yang bermekaran di halaman istana lembut menyambut. Warna-warninya pun amat memanjakan mata. Biru langit yang bersilang dengan sinar mentari pagi nampak menyilaukan, namun hangat menyentuh raga. Javi, Romora, Cerise dan Akiho berhasil menjalankan tugas dengan baik. Kuda-kuda bersayap itu mengepak-kepakkan sayap putih mereka yang cantik, memberitahu siapa saja yang ada disana bahwa yang mulia 4 Raja Arc Chaestra sudah tiba di tanah kerajaan Pixies. Kedatangan 4 Raja itu disambut oleh para Pixies penjaga yang langsung mengantar mereka untuk segera bertemu dengan Cyrus.

“selamat datang di Blumengarte.. Guardian of Chaldene, Spirit of Darkness, Earl of Siren, dan Priest of Foxes..” 3 orang peri penjaga menyapa dan membungkuk di hadapan 4 Raja. Meski tak sedang terbang ketiga peri itu membuka sayap-sayap mereka sebagai bentuk sambutan serta penghormatan. Kilau-kilau sayap kuning yang serupa dengan kilau biru sayap pemimpinnya.

Keempat Raja balas membungkuk, balik memberikan hormat pada Pixies yang menyambut mereka. Setelah dipersilakan mereka pun mengikuti langkah-langkah peri penjaga demi bertemu dengan Cyrus. Sang Prince of Pixies kala itu sedang di lobi istananya, berbicara dengan beberapa peri penjaga lain yang melaporkan kondisi terkini Nereida. Teman-temannya selalu gemas dengan penampilan manis Cyrus. Motif pada jubah punggungnya samar-samar bisa terlihat dari balik lipatan sayap birunya yang tembus pandang.

“Cyruuss…..”

“eh, kalian sudah datang..” Cyrus berbalik badan, menyapa balik teman-temannya.

(mau peluk, kangen) *Peter

(gak, makasih) *Cyrus

(pelit ih) *Peter

Sang Raja Pixy pun mengajak kawan-kawannya ke salah satu ruang tamu di sudut Blumengarte. Ruangan luas beratap tinggi dan dikelilingi jendela kaca bening dimana indahnya halaman Blumengarte bisa dipandangi sepuas hati. Sofa-sofa berwarna pastel berjajar, senada dengan karpet bermotif cantik sebagai alas lantai. Tanaman hias yang berada di sudut ruangan pun mempercantik suasana.

Cyrus dan Andrew tak tahan ingin menggoda Ryota. Sang pendeta Rubah hanya bisa pasrah diisengi dua temannya. Peter dan Damian berdiskusi sejenak menanyakan kabar dan persoalan yang tengah menerpa. Selang beberapa lama, terdengar langkah kaki seseorang yang menggema di lorong panjang istana tempat tinggal Cyrus. Suara dari sepatu boots dengan hak tinggi yang Nathanael kenakan menjadi penanda bagi teman-temannya yang tengah menunggu.

“Kau istirahatlah.. terima kasih sudah menemaniku..” ujar Nathanael pada seorang pengawal yang menemani perjalanannya dari Asteria hingga Nereida karena terlalu berbahaya bagi seorang Raja untuk terbang sendirian. Elegan penampilan Nathanael lagi-lagi memukau. Selempang berwarna merah bermotif emas kini menjadi pemanis penampilannya. Rambut hitam sehat yang terurai hingga ke pangkal leher tetap menjadi ciri khasnya.

“Kalian.. sudah sampai daritadi?” sambungnya sambil menghampiri. Kedua tangannya membenarkan posisi kancing jas biru yang sebelumnya terlepas ketika terbang.

“iya.. Pegasus bernama Romora itu tak banyak bicara dan sat set sat set ya hahaha..” Damian yang sedang mengobrol dengan Peter berbalik dan menjawabnya. Tebalnya jubah hitam yang Ia kenakan membuat penampilannya makin misterius.

“Tapi kenapa ya.. sedari tadi Adryan belum sampai juga..” ujar Cyrus yang menghentikan candanya sejenak dengan Ryota dan Andrew. Pandangan dua sekawan itu pun tiba-tiba berubah datar.

“Belum? Kok? Aku yang terbang dari ujung selatan saja sudah disini.. Andrew yang bahkan dari dalam laut juga sudah..” jawab Nathanael sambil merapikan lagi sayapnya, lelah.

“Oh tidak.. ini tidak bagus..” Peter pun mulai khawatir. Ia mendekat ke jendela, menatap langit mengharapkan sesosok yang tengah ditunggu itu segera datang. Andrew pun mengekor, mata ungunya menatap langit biru dengan ekspresi khawatir.

Tiba-tiba saja terdengar kerusuhan dari luar Blumengarte. Terdengar derap kaki dan ringkikan kuda. Mereka berenam serempak keluar. Sharon yang ditugaskan untuk menjemput Adryan di Groilandia terlihat seperti panik dan mengamuk. Sayapnya mengepak-ngepak menghempas dedaunan terbang di udara. Ujung ekornya seperti terbakar. Ia tiba di Nereida tanpa membawa seorangpun bersamanya..

“Hei.. hei.. tenanglah.. ini aku.. Nathanael.. ada apa..” tanya Nathanael sambil membelai surai sang Pegasus. Ia bingung karena sebelumnya Sharon sangat santai namun bisa berubah mengamuk dan panik seperti ini.

“Maafkan aku.. maaf... aku.. aku tidak bisa menemukan Adryan sang Command of Beast.. a-aku berputar-putar di Groilandia, dikejar-kejar Dragons, dan tidak menemukannya dimanapun.. maafkan aku... ” terdengak suara terisak di akhir kata-katanya. Sharon menunduk merasa gagal menjalankan tugas yang Nathanael berikan padanya. Ketakutannya ketika dikejar naga api di Groilandia masih terbayang, membekaskan trauma.

“Kalungnya..” Nathanael menengok kalung yang Ia pasang di leher Pegasus itu. Sihir didalam kristal mungil terlihat kebingungan. Sebentar terang sebentar pudar. Mereka berenam saling tatap. Apa yang terjadi pada Adryan? Dimana dia? Kenapa Sharon tidak bisa menemukannya?

Tidak sampai disitu, tiba-tiba saja terdengar suara tanda peringatan bahaya. Para Pixies kabur menyelamatkan diri sambil berteriak ketakutan.

“DRAGOONNSS…!!!!!”

“ADA NAGA API YANG BERHASIL MASUK..!!!!”

“LARIII….!!!!!!”

Sekelebat bayangan melintas. Bayangan dari suatu makhluk yang besar. Seekor naga api, terlihat terbang diatas Nereida dan sedang menuju Blumengarte. Dragon itu bersisik merah dengan sepasang tanduk pendek yang juga berwarna merah. Rentang sayapnya sangat besar. Terdapat kobaran api yang menyala di ujung ekornya. Para Pixies penjaga pun menyiapkan senjata mereka.

Swwuusshhh….. entah dengan apa naga api itu menembus perisai sihir milik kaum Pixies. Ia terbang lurus tepat dari utara, menuju Blumengarte di tengah kerajaan.

“TIM PEMANAH… TIM KETAPEL… SIAPKAN SENJATA KALIAN…”

“sesuai aba-aba…. TEMBAAKK…!!!!”

Wusshh wusshh… syuuu…..

Panah-panah serta bola sihir ditembakkan namun sang Dragon mampu menghindar dengan mudah. Ia terbang lurus tidak mempedulikan para Pixies yang sedang melawannya. Dengan cara terbangnya yang lincah Ia pun dengan cepat tiba di atas Blumengarte.

“NAGA API?!?! YANG BENAR SAJA?!?!” Peter mengeluarkan A Froura, lalu maju ke depan bersiap melindungi teman-temannya.

“CIHH..!!!!” Nathanael pun ikut menyiapkan tombak Chriso Macairi miliknya dan berpikir untuk menyerang bersama dengan Peter. Pandangan mata dua sekawan itu saling bertemu, saling membaca niat masing-masing. Namun belum sempat mereka menyerang..

“Oii.. oii.. santai...” seseorang muncul dari balik punggung naga itu. Ia melambaikan tangannya meminta mereka untuk tenang.

“Adryan?!?!”

Yup..” Adryan pun turun dari punggung sang Dragon. Jas merah berhias bros Eye of Pride melengkapi penampilannya saat itu. Telinga Feline nya berkedut, menggoyangkan ujung bulu telinganya yang panjang.

Kedatangan Adryan disambut pelukan teman-temannya yang khawatir. Sharon yang sejak tadi panik bingung kenapa Adryan bisa diantar oleh seekor naga api namun Ia juga lega Adryan ternyata baik-baik saja. Cyrus pun memerintahkan para Pixies penjaga untuk menghentikan serangan mereka.

“Kau?!?! Kenapa bisa?!?!” Nathanael mulai bertanya setelah menyimpan lagi tombak pusakanya.

“Bisa kok..” jawab Adryan sambil menoleh pada naga api yang mengantarnya. Naga itu mengubah wujudnya menjadi manusia. Wujudnya pria tua dengan jubah merah menutupi tubuhnya. Rambutnya putih keabu-abuan. Matanya kuning dengan tatapan yang tajam memang ciri khas klan Dragons. Ia menunduk memberi salam pada para pemimpin Arc Chaestra di hadapannya.

“Perkenalkan.. namaku Ziel.. aku adalah mantan Raja Draecorona.. aku Raja sebelum Silverstream, anggota Ninefinity.. teman kalian..”

“Raja sebelum Erick..??” mereka terkejut serempak. Tanpa rasa takut kini mereka mendekat pada sang naga api. Kedatangannya yang sebelumnya diwaspadai kini membuat 7 Raja justru merasa sedikit lega.

“Tuan Ziel.. tolong beritahu kami, ada apa dengan klan Dragons?? Kenapa kalian menyerang klan lain?? Apa Erick yang memberi perintah?? Apa alasannya???” Andrew bertanya sambil menggenggam kedua tangan Ziel. Matanya berkaca-kaca. Ia sangat yakin kekacauan ini bukanlah ulah Erick.

“Tenanglah nak.. justru itu aku ada disini.. pertama-tama aku mau minta maaf karena sembarangan menjemput Dawson, Command of Beast. Aku khawatir kalian tidak mau mendengarkanku kalau aku datang sendirian.. kedua.. ini soal Silverstream...” Ziel menjawab sambil memegang bahu Andrew dan menatapnya dalam-dalam. Pandangannya lalu mengarah ke 6 Raja lain yang ada di depannya saat itu.

“Ehmm.. Bagaimana kalau kita bicara di dalam? Rasanya kurang pantas kalau kita bicara sambil berdiri di halaman istana..” ajak Cyrus sambil membungkuk, mempersilakan semuanya untuk masuk kembali ke Blumengarte.

“Oh.. ya.. tentu..” dengan rendah hati Ziel sang mantan King of Dragons menerima ajakannya. Suatu kehormatan baginya bisa masuk ke istana kerajaan lain. Tinggi nya yang diatas rata-rata para Raja membuat tubuhnya nampak lebih menjulang.

Gagahnya sang mantan raja naga tak pudar ditelan masa. Tatapan itu masih sungguh tegas, tubuh itu masih tegap. Auranya setara dengan 7 Raja yang kini berjalan mengiringinya..