Bendera-bendera yang menghiasi sudut luar kastil Gran Dortoir berkibar dipermainkan angin. Bendera yang didominasi warna merah marun itu bersimbol cakar dan taring klan Beast, memamerkan kebanggaan mereka. Kastil yang terbuat dari batu dan ber cat broken-white dengan atap merah terang itu merupakan salah satu kastil tertua di Arc Chaestra setelah sebelumnya mereka sempat beberapa kali berpindah kastil karena konflik di masa lalu.
Pagi menjelang siang itu, Adryan menatap luasnya Groilandia dari balik jendela ruang kerjanya. Dengan kedua tangan yang Ia lipat bayang-bayang dari petualangannya bersama tujuh Raja lain masih terkenang di benaknya. Kunci berhias Garnet Ia simpan dalam kotak kaca dan diletakkan bersama dengan koleksi barang antik lain di ruang kerjanya. Agar Ia senantiasa teringat ancaman bencana masa lalu yang akhirnya melekatkan 9 klan Arc Chaestra kembali setelah 2.000 tahun.
“dibawah luasnya langit biru ini.. mereka sedang apa ya..”
Hari yang tenang.
Mumpung pekerjaannya sedang surut Ia coba nikmati aliran waktu yang lamban. Sejujurnya setelah merapal mantra Groilandia dan kehilangan sangat banyak Magia, fisiknya masih terasa agak letih.
“kau sedang memikirkan sesuatu, tuan Adryan?” seorang pekerja istana menghampiri Adryan yang terdiam. Menawarkan siapa tahu ada yang bisa Ia bantu.
“ng? bukan apa-apa kok..” sang Command menjawab datar sambil duduk di kursi kerjanya.
Anak itu menunduk hormat dan ijin beranjak untuk melanjutkan pekerjaannya. Tapi baru saja membuka pintu, tuannya memanggil kembali.
“Soni..”
“ya?”
“menurutmu apakah aneh jika aku memikirkan klan-klan lain juga?”
“eh? Tuan Adryan memang baik hati ya..” anak itu menjawab sambil tersenyum.
“wajar kok.. karena ‘kan kita hidup berdampingan dengan mereka di dunia ini..”
“apa menurutmu kita sudah bisa mempercayai mereka lagi?”
“hmm... hingga saat ini aku belum pernah berjumpa dengan klan lain, tapi aku akan mempercayai instingku sebagai Beast terlebih dahulu.. karena yang sesama Beast saja kadang tidak bisa dipercaya..
Tapi jujur saja, menurutku bukan berarti kita harus menutup kepercayaan terhadap orang lain.. semua punya kesempatannya masing-masing.. itu pendapatku tuan..”
Anak itu menghela napas sebentar lalu melanjutkan kata-katanya.
“.. bukankah tuan sendiri yang belum lama bertemu dengan mereka? Dengarkanlah kata hatimu..”
Adryan mengangguk lalu tidak membalas perkataannya lagi. Soni pun pamit meninggalkannya di ruangan itu. Ia menghela napas dalam. Jajaran Command of Beast sebelum dirinya hidup di jaman dimana 9 klan saling bermusuhan pada 2.000 tahun ke belakang, karena nya Ia tak punya sosok lain untuk ditanya-tanyai mengenai 8 klan lainnya. 3 minggu berlalu sejak upacara kedukaan di Vouna. Sedikit banyak Ia merindukan teman-temannya.
Telinganya berkedut. Ia merasakan sesuatu.
DDUMMM...!!!!!
“apa.. itu?!”
Adryan langsung saja membuka jendela ruangan dan melompat ke balkon dibawahnya. Matanya memicing berusaha memperjelas pengelihatan.
“tuan Adryan.. kita diserang…” seorang penjaga datang memperingatkannya akan bahaya.
“ya aku tahu, oleh siapa??”
“klan Dragons..!!!”
“Dragon? Erick?”
Siang itu hanya ada sedikit awan dilangit. Namun terlihat gumpalan hitam di langit yang bergerak mendekat, perlahan menyebar ke seluruh tempat. Terlihat seperti sekelompok burung yang terbang dari kejauhan. Disusul bola-bola api jatuh dari langit bagaikan meteor.
BWOOOSSHHHH....!!!!!! DDUUMMM....!!!!!! bola-bola api itu membakar padang rumput dan pepohonan yang dijatuhinya. Kebakaran ladang tak terhindarkan. Membuat panik siapapun yang melihatnya.
“LARII…!!!!”
“AAAAA…..!!!!!”
“TOLONGG...!!!! TOLONGG...!!!!!!”
“WAAAA...!!!!!”
Jeritan penduduk Groilandia terdengar makin kuat. Gerombolan yang terbang di langit itu bukanlah burung, melainkan Dragons. Para naga raksasa kembali menyerang dan mengacaukan setiap tempat persis seperti saat perang masa lalu.
“apa aku bisa mempercayai mereka lagi?”
“SIAPKAN MERIAM.. PASUKAN BERTAHAN, PASUKAN MENYERANG, SIAP DI POSISI KALIAN MASING-MASING..!!!” Adryan memberi perintah dengan suaranya yang lantang.
Pasukannya pun menuruti perintah dengan berbaris di balkon-balkon Gran Dortoir. Sedangkan kelompok petarung satu per satu mengubah wujud mereka menjadi kucing besar dan maju ke pertempuran.
“PERTAHANKAN POSISI...!!!”
“JENDRAL LUCAS, WAKILKAN AKU DISINI... AKU AKAN MENCOBA BICARA DENGAN PARA DRAGONS..!!!!”
“TAPI TUAN...”
“PERINTAH MUTLAK..!!!”
Sang Command pun memilih untuk terjun ke medan tempur. Ia berubah wujud dan berlari ke tengah kota. Bola api yang berjatuhan di sepanjang jalan tak membuatnya gentar. Warga Groilandia yang berlarian ke arah berlawanan dipandu oleh para prajurit penjaga untuk ke tempat persembunyian yang aman. Separuh kota sudah hancur Karena terbakar ataupun beku oleh Kristal es. Meriam serta panah yang ditembakkan dari arah Gran Dortoir bisa dihindari oleh kumpulan perusuh.
“AYAAHH…!!!! IBUUU…!!!!”
FWOOO…… seekor naga es tanpa rasa kasihan menyemburkan udara dingin pada seorang anak yang terpisah dari orang tuanya.
“CUMULONIMBUS…!!!!!” Feline Adryan menepis udara dingin itu, menyelamatkan sang bocah.
“ikuti tuan-tuan itu ya, mereka akan membawamu ke tempat aman..”
Bocah itu mengangguk, lalu digendong oleh seorang penjaga bersamanya.
Adryan menerjang sambil mengaum. Dengan penuh keberanian Ia menghadang kumpulan Dragons.
“HOII…!!! KENAPA KALIAN MENYERANG KAMI HAH?!”
“AKU MENGENAL ERICK, IA TAK MUNGKIN MELAKUKAN INI..!!!”
“KALIAN DENGAR TIDAK…!?!?!”
Disaat pasukannya menyerang demi memukul mundur dan menyelamatkan warga Groilandia yang ketakutan Ia berusaha menghentikan serangan dengan bicara sejenak. Dragons memang ada tiga jenis. Api, air dan es. Erick, kawannya, berasal dari kalangan Ice Dragons. Naga berelemen es yang ciri fisiknya di dominasi warna biru dan putih. Merasa pertanyaannya tak didengar lama-lama Adryan pun geram.
“BLUE-SPARKS..!!!!” sang Feline putih menyerang dengan petir birunya yang meledak-ledak. Melihat ada yang melawan perhatian para Dragons pun teralih. Tanpa bicara sepatah kata raksasa es dan api itu menyerang balik.
“Heat On..”
“Winter breath..”
SSRRKK….. FWWRRR……. Bening es dan bara api menyerangnya dari dua arah. Sang Command melompat di udara, menghindar.
“HYEAAAHHH….!!!!!!” Selagi mendarat Adryan menyerang lagi dengan petir birunya. Tapi tak sedikit pun para Dragons ketakutan karenanya.
Pertarungan berlangsung selama beberapa menit. Command of Beast sendirian bertempur dengan pasukan Dragons, menahan mereka agar tak melukai rakyatnya lebih parah. Setelah dirasa seisi kota selesai dievakuasi, Adryan yang menyadari posisinya pun mundur. Perbedaan ukuran tubuh serta kekuatan membuat kewalahan. Ukuran seekor Dragon kurang lebih 8x lipat dari ukuran rata-rata Beast. Adryan memilih mundur sejenak untuk memikirkan langkah selanjutnya yang akan Ia ambil dibandingkan bergerak sendiri dengan gegabah dan beresiko mencelakai diri.
“kalau kalian tak mau menjawab biar aku sendiri yang mencari jawabannya..” sang Command menyentakkan ekor. Sedetik kemudian sosoknya hilang diantara kepulan asap. Secepat kilat Ia menghilang berkumpul bersama rakyatnya di tempat persembunyian bawah tanah yang ada di utara kota.
Itulah sejenak keadaan di Groilandia, kerajaan Beast di Barat laut Arc Chaestra. Tepat jauh di seberang sana, di bagian Timur laut kerajaan yang dipimpin oleh Cyrus sedang menghadapi masalah yang cukup sulit. Nereida dan Draecorona hanya dipisah oleh satu laut, memudahkan para naga air menyerang pinggir pantai Nereida. Serangan terjadi di malam hari waktu Nereida. Mereka menyerang kerajaan Pixy dengan semburan air dan mantra-mantra laut yang menenggelamkan.
DDDRRRSSSSHHH……. Ombak-ombak setinggi 15-20 meter menyapu dan memporak-porandakan pantai. Aroma garam tercium sangat kuat karenanya.
“na na na~ naa~~”
“dengarkan puji pujian kami wahai Dewi kami Diandra…”
“na na na la ra laa~~”
“lindungi hutan ini.. dari mereka yang jahat..”
Seketika seluruh penduduk Nereida kompak. Tak hanya peri-peri penjaga, semua peri yang ada disana bernyanyi bersama mengaktifkan sihir pelindung agar para naga tak dapat masuk ke kerajaan mereka. Dinding perisai kehijauan menghalau terjangan ombak dan melindungi desa-desa di pinggir pantai. Kelap kelip simbol nada berpendar menghiasi lapisan perisai.
Syukurlah saat itu malam bulan purnama di Nereida. Kekuatan sihir para Pixies sedang bagus-bagusnya. Mereka saling menghubungi rekan-rekannya dari satu pantai ke pantai lain, desa ke desa lain, hingga dinding perisai melindungi seisi kerajaan dengan cepat. Sang Raja peri memantau keadaan negeri nya dari ketinggian.
Na na na~ na la na~ alunan itu terdengar merdu bahkan sampai ke telinga para naga air yang sedang menyerang.
“sheeesshhh…” sisik naga yang menyelam di dalam air terlihat cukup jelas digelombang yang pasang. Melihat Nereida dilindungi perisai sihir mereka tak menyerah dan mencoba membobol dengan ombak yang lebih-lebih besar lagi.
“Sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang dipikirkan Erick??” sebelumnya Cyrus sedang meratapi malam hari yang cerah tak berawan ketika Ia mendengar tanda peringatan bahaya berbunyi keras dari tengah kota. Jangankan membawa senjata tambahan atau perbekalan lain, ia tak sempat mengganti pakaiannya dan terbang mengitari Nereida hanya mengenakan piyama.
“tuan Cyrus.. heeii..”
“eh?”
“tuan Cyrus, jangan terbang sendirian terutama sedang situasi begini..” seorang peri penjaga mengejarnya. Sayap biru Cyrus yang memantulkan cahaya bulan membuatnya mudah untuk ditemukan ditengah gelapnya malam. Jelas saja penjaga itu khawatir karena ketika ingin melapor, Cyrus sudah menghilang dari kamarnya.
“ah? Ya maaf.. habis aku khawatir dengan penduduk kita..” Cyrus muda masih sering bertindak mengikuti perasaannya, dan kadang lupa bahwa ia memiliki jajaran bawahan di Blumengarte. Rasa cemas nya makin parah terutama setelah kepergian Alfredo.
“kami akan pastikan kondisi Nereida tetap aman, silakan tunggu di Blumengarte.. kami akan membutuhkan perintahmu..”
“oke.. oke.. terima kasih ya..” Cyrus pun menurut, mereka berdua terbang kembali ke istana.
“apa memang belum saat nya kami bersatu kembali seperti dahulu kala?”