webnovel

Aku Pembawa Sial

(Ryandra Lim)

Biasanya sore ini, setelah ini aku langsung pulang ke apartemen, tidak ingin pulang ke rumah untuk sementara waktu. Banyak setumpuk tugas yang sudah menungguku. Sayangnya aku tidak bisa melepaskan diri dari manusia bodoh ini. Aku senang saja memanggil Noah, si otak udang atau manusia bodoh. Karena dia memang bodoh.

"Riri, kamu mau pulang ke apartemen?"

Dia bertanya dan aku tidak menjawabnya, memilih menyibukkan diri mendengarkan musik, memasang headset di telinga dan berjalan keluar ruang. Manusia bodoh itu mengikuti ku.

"Hei, aku bertanya padamu. Apa kamu tuli?"

Senang saja membuat si bodoh itu kesal. Aku mungkin sedikit keterlaluan, menyebut Noah dengan sebutan si bodoh atau otak udang. Noah mengambil headset ku dan memakai ditelinganya. Wajahku begitu dekat dengan wajahnya dan dia menatapku dengan tatapan sebal yang menjadi ciri khasnya. Aku pun tak kalah menatapnya garang.

Dia dengan sesuka hati menantangku. Orang-orang di sekitar menatap kami heran. Dua laki-laki saling berpandang satu sama lain, yang satu memasang muka masam dan satunya memasang wajah sengit. Gila. Aku masih normal dan aku sudah punya pacar wanita, buat apa aku suka dengan laki-laki? Mereka mengira aku menyukai laki-laki.

Aku merampas headset yang menempel di telinga Noah, setelah itu aku berjongkok, kakiku menendang kaki si bodoh. Si bodoh itu terjengkang ke lantai. Aku kembali berdiri. Masa bodoh mendengar rengekannya.

"Riri sialan!" Noah mengadu kesakitan, memegang bokongnya yang mencium lantai.

Aku memasang headset kembali, tidak menghiraukannya. Noah berdiri sambil memegang pinggang dan bokongnya, menatapku penuh amarah. Aku masa bodoh. Sepertinya dia ingin membalaskan dendamnya gara-gara aku menendangnya tadi. Biarkan saja. Akan ada yang membalaskan kekesalanku padanya.

"Rasakan ini." Noah melipat lengan kemejanya, tangannya mengepal dan siap menghajarku. Tapi.

"BODOH, MAU APAKAN RYAN?"

Tanpa aku harus tahu, Noah sudah terkapar di lantai dengan wajah lebam. Si bodoh ternyata bisa takut juga dengan Sarah Mimosa. Dia seorang gadis cantik dengan senyumannya yang indah. Hanya saja kalau marah, dia sangat garang. Sarah cukup cantik kalau aku lihat, dengan rambutnya yang sebatas leher. Di samping Sarah. Kekasihku yang cantik dan rambut panjang bergelombang yang tergerai indah. Eriska memang gadis yang baik, membantu Noah yang terkena pukulan telak Sarah.

"Kamu baik-baik saja Noah?" tanya Eriska khawatir, dengan mengulurkan tangannya.

"Terima kasih, Eriska. Diantara Sarah dan Riri, kamu yang paling baik padaku."

Aku mendengus melihatnya memandangiku, seakan ingin memulai kembali pertengkaran. Meski sudah di hajar oleh Sarah, tetap saja Noah memasang senyum menggoda.

"Sarah, apa kamu mau ke klub bersamaku? Aku yang akan membayarnya Gue."

Sarah memasang muka masam. "Aku tidak sudi."

"Ayolah Sarah, sekali-kali kencan bersamaku ya?" pinta Noah memohon.

"Aku akan pergi bersama Eriska, bukan denganmu." Sarah menolak mentah-mentah.

"Kalian memang mau kemana?" tanyaku penasaran.

"Urusan wanita. Ada keperluan yang mau di beli, jadi aku minta Sarah antar," jawab Eriska.

Tidak apa-apa hari ini aku tidak bisa mengajak Eriska kencan. Mungkin lain waktu aku mengajaknya. Selepas dua gadis itu pergi, tinggal aku dan si bodoh berdua di koridor kampus.

Aku lebih baik pulang ke apartemen, dari pada aku di sini berlama-lama dengan si bodoh. Sebelum kakiku melangkah. Noah menarik tanganku, membawaku entah kemana. Aku berkali-kali mengumpatnya, tetapi dia sepertinya dendam kesumat denganku. Dia mendorongku masuk ke dalam mobil, dia duduk di kursi kemudi. Membawaku bersama mobilku kabur entah kemana.

"Dasar bodoh. Mau bawa aku kemana?" kataku marah. Tapi, si bodoh ini hanya mengulas senyum mengerikan.

Jangan bilang, dia mau apa-apakan aku. Aku masih laki-laki normal yang suka dengan wanita. Gila saja aku suka sama dia. Kalau dia macam-macam, aku tendang dia sampai ke planet.

***

Aku memasang wajah paling datar, tidak peduli wanita-wanita berpakaian seksi terus menggodaku. Aku menatap lurus seseorang yang ingin aku tendang. Noah, si bodoh itu juga di kelilingi wanita-wanita seksi. Antara aku dan si bodoh, si bodoh ini seperti anak kecil saja. Dia tidak begitu tergoda dengan wanita-wanita seksi dan malah mengajak mereka main permainan kanak-kanak. Main permainan kartu dan yang kalah mencorengkan wajah dengan bedak. Memang dia anak-anak.

"Hai tampan, kenapa dari tadi diam saja? Aku punya wine bagus buat kamu."

Seorang wanita bertubuh sintal, dengan pedenya mengumbar belahan dada di depanku. Sayangnya, aku tidak tertarik dan menyibukkan diri membuka hanphone, berselancar ria di media sosial. Aku tidak suka minuman beralkohol, sedari dulu dan sampai sekarang. Hanya si bodoh ini yang paling suka minuman alkohol. Jika dia sudah mengajakku kesini, pastinya si bodoh Noah ini sedang ada masalah di rumah, melampiaskan dengan minum-minum.

Wanita-wanita seksi yang bermain kartu dengan Noah, satu persatu mulai bosan dan pergi meninggalkan Noah sendiri. Begitu juga wanita seksi di sekelilingku yang terus menggodaku, sepertinya juga bosan. Karena aku hanya diam saja, sibuk dengan telpon genggam.

Kini hanya aku dan si bodoh Noah, duduk berhadap-hadapan. Si bodoh ini seperti menyimpan begitu banyak beban, sama seperti aku dulu dan mungkin saat ini masih ada.

"Aku memang terlahir sebagai pembawa sial ya, Ri?"

Si bodoh Noah bertanya padaku. Suasana hatinya sepertinya sedang tidak bagus. Aku hanya diam, tidak menanggapinya. Bukannya aku jahat, tidak mau menanggapi jawabannya. Aku memang orangnya seperti ini, terlalu dingin, tetapi bukan berarti aku tidak mau mendengarkan curhatannya. Aku selalu menjadi pedengar dikala si bodoh ini ingin curhat dan setelahnya, hanya ada keheningan ditemani ocehannya. Seperti saat ini.

"Kamu itu, sesekali jawab pertanyaan aku. Hanya diam saja." Noah menenggak satu gelas besar wine hingga tak bersisa, lalu kembali mengisinya lagi. Matanya biasa memancarkan kecerahan dan riang yang menjadi ciri khas, kali ini begitu sendu.

"Aku tidak suka mereka menganggap aku pembawa sial. Paman dan Tante selalu memarahi aku, sekecil apapun aku menjadi pelampiasan ketidak sukaan mereka. Mereka selalu mengungkit kalau aku yang menjadi penyebab kematian ayah dan ibu." Noah berhenti sebentar, meminum wine hingga setengah gela dan kembali curhat.

"Disaat mereka menyinggung kematian orang tuaku. Aku ingin tahu, orang tuaku meninggal karena apa. Mereka hanya diam saja disaat aku menanyakannya. Mereka seperti tahu penyebabnya dan mereka malah terus menyalahkan sesuatu yang tidak pernah aku lakukan."

Aku kira, hanya aku saja yang memiliki kehidupan menyedihkan. Orang tua yang tidak pernah memikirkan anak-anaknya, kakak tersayangku yang membenciku. Ternyata, ada yang lebih menyedihkan dibanding aku. Noah, teman bodoh ku ini. Dari kecil dia sudah tidak punya orang tua, tinggal dan diasuh oleh paman dan tante nya yang kejam. Kehidupannya pun sangat menyedihkan. Si bodoh yang tidak banyak prestasi, selalu berada diperingkat bawah. Kalau bukan karena aku yang suka rela membantunya belajar. Mungkin si bodoh ini tidak akan bisa menjadi seperti sekarang. Mungkin dia akan menjadi manusia bodoh yang tak berguna.

Tapi aku iri, dia memiliki semangat untuk terus melangkah ke depan. Dia periang, dengan senyuman pada semua orang, tidak peduli orang-orang tidak menyukainya. Dia selalu punya cara agar semua orang menyukainya. Terutama aku yang memiliki watak dan sifat yang dingin, entah kenapa mau menjadi temannya.

Ok. Si bodoh ini sudah terlalu banyak minum. Aku menghentikan kegilaannya, dia sudah mabuk parah. Aku melingkarkan tangannya di bahuku dan membantunya jalan, keluar dari klub. Sebelum itu, aku yang membayar semua tagihannya. Sudah biasa aku selalu membayarnya.

Si bodoh ini padalah tinggal bersama paman dan tante yang kaya, tetapi dia sunggu miskin sekali. Mau tidak mau, aku secara suka rela membayar kebutuhannya. Tidak semuanya. Noah akan marah dan menolak mentah-mentah.

Aku membantunya berjalan sampai ke parkiran, memasukkannya ke dalam mobil. Si bodoh ini sudah tepar. Menyusahkan aku saja. Aku berjalan ke kursi kemudi.

Saat merasakan ada seseorang di belakang mobil memerhatikan aku. Aku menengok ke belakang, melihat sosok wanita bergaun merah sekilas menghilang di belakang mobil. Aku tidak jadi masuk ke dalam mobil, melainkan aku mengikuti sosok wanita bergaun merah yang berjalan ke belakang mobilku.

Mau apa lagi wanita itu mengikutiku terus. Aku tidak bisa seperti ini terus, dibayang-bayangi sosok wanita bergaun merah. Berjalan pelan ke belakang mobil, saat aku sudah sampai. Tidak ada siapa-siapa di belakang mobil. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling parkiran, tetap tidak ada siapa-siapa. Saat pandanganku ke depan. Aku melihat dari balik belakang kaca mobil. Wanita bergaun merah itu berada di kursi kemudi. Sejak kapan wanita itu sudah berada di dalam mobilku? Yang lebih berbahayanya, Noah tertidur di dalam mobil dan wanita itu mencengkram leher si bodoh.

Aku berlari ke depan, membuka pintu mobil. Tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Noah, si bodoh itu nyenyak sekali tidur, tidak terganggu oleh sesuatu yang hampir saja membunuhnya.

Sampai kapan teror ini masih berlanjut? Aku sangat lelah sekali, di teror seperti ini. Awalnya hanya aku saja yang di teror, tetapi lama kelamaan orang-orang terdekatku mulai diganggu. Aku tidak mau itu terjadi. Aku harus cari tahu siapa wanita itu.

Chương tiếp theo