Darah yang terus saja menetes dengan sangat deras, padahal Niken sedari tadi sudah berusaha untuk menghentikan tetesan darah tersebut.
hingga akhirnya ia lemah dan tak sadarkan diri. Dengan sigap Kenzo menangkap tubuh Niken yang terhuyung kebelakang.
"Niken, bangun kamu kenapa?" lah si Kenzo malah nanya lagi si Niken kenapa.
"Pak, kira kerumah sakit sekarang, saya Tidka mau jika ada mayat di mobil saya!" Kenzo membaringkan tubuh Niken di atas pangkuannya.
Kenzo dengan telaten mengusap darah yang mengalir, gaun yang cantik kini sudah berubah penuh dengan darah.
"Cek, dasar lemah. Baru di tampar segitu tapi, malah pingsan!" Kenzo terus saja membersihkan sisa darah.
Sesampainya di rumah sakit, Kenzo langsung mengangkat tubuh Niken dan membawanya kedalam rumah sakit.
Kenzo berjalan dengan sedikit berlari, sebenarnya ia sedikit takut jika akan terjadi sesuatu terhadap Niken.
"Sus, tolong periksa gadis ini, Dia sepertinya kehilangan banyak darah!" Kenzo membaringkan tubuh Niken di atas bangkar
Dengan cekatan suster itu mendorong bangkar Niken dan membawanya keruangan UGD.
"Semoga saja Niken tidak kenapa-kenapa, kenapa juga ini tangan tidak bisa di kontrol?" Kenzo menatap tangannya sendiri.
sedangkan di rumahnya Niken.
"Bi, ayo kita makan, bibi belum makan loh dari tadi siang, ini udah malam loh, Bi!" Aldo menyiapkan makanannya di atas meja.
Aldo baru sempat menyajikan makanan di tengah malam karena ia baru saja pulang dari bekerja.
Aldo mulai bekerja di salah satu bengkel saat Kakanya sudah tidak ada bersamanya lagi.
Aldo harus mulai mandiri agar bisa menghidupi bibinya dan dirinya.
"Nak, Bibi kangen sama Kaka kamu, bagaimana kabar Kaka kamu, kenapa perasaan bibi tidak tenang, ya?" Bibi menatap Aldo dengan tatapan sendu.
"Aldo tau Bi, nanti besok Aldo akan pergi ke rumah Kaka, nanti Aldo akan bilang ke Kaka kalo bibi kangen sama Ka Niken," ujar Aldo sambil menyendok se sinduk nasi dan di taruhnya di atas piring milik bibinya itu.
"Ayo, Bibi harus makan, kalo Bibi gak makan, nanti sakit gimana?" Aldo menyiapkan makanan untuknya sendiri.
setelah sesi makan selesai, Aldo menggiring bibinya untuk segera tidur, karena hari sudah mulai pagi.
"Tidur ya, Bi, bibi harus banyak-banyak istrirahat. Aldo tidak mau jika bibi nanti meninggalkan Aldo sama halnya ayah meninggalkan kita Bi!" Aldo menarik selimut untuk menyelimuti tubuh kurus itu.
"terimakasih sayang, kamu juga istrirahat ya, kamu kan akan bekerja besok," bibi tersenyum lembut.
"iya Bi, Aldo akan segera tidur!" Aldo pun bangkit dari duduknya dan mematikan lampu kamar bibirnya.
Aldo berjalan ke arha ruang meja makan, karena ia harus membersihkan sisa makanan yang tadi ia makan bersama bibinya.
sedangkan di rumah sakit.
"bagaimana sus, apakah ada yang luka serius?" Kenzo bertanya dengan sangat serius.
"Nona ini tidak apa-apa Tuan, cuman. pembuluh darah hidungnya sempat pecah, karena benturan keras," suster itu menjelaskan dengan sangat detail.
"Bagus, apakah dia bisa di bawa pulang sekarang juga suster?" Kenzo menatap tubuh Niken yang masih terbaring lemah itu.
"bisa, asalkan nanti tolong di berikan obat ini untuk mencegah pendarahannya lagi ya Tuan!" suster itu memberikan sekantong pelastik yang di dalamnya ada beberapa macam obat.
"Baiklah!" Kenzo mengambil obat itu dan langsung menggendong tubuh Niken yang masih belum sadarkan diri.
"Sungguh merepotkan sekali sih!" Kenzo sedikit kesusahan membawa Niken.
namun, saat Kenzo menatap ke arah bawah dagunya, ia melihat sebuah pemandangan indah.
kulit mulus yang menggunung itu menyembur keluar.
"Ah, kenapa harus di saat seperti ini sih, Awas saja jika nanti dia sudah sembuh, akan aku hajar abis-abis an!" Kenzo memasukan tubuh Niken kedalam mobil.
sesampainya di rumah.
Kenzo meletakan Niken di atas tempat tidurnya, cukup menguras tenaga untuk membawa Niken agar bisa sampai di dalam kamar rumahnya, untuk meminta bantuan kepada pengawalnya, Kenzo membutuhkan pemikiran seribu kali.
Kenzo tidak ingin jika tubuh Niken sampai di jamah oleh peria lain, selain dirinya.
"maafkan aku, karena telah melukaimu, tadi, aku sedang tersulut emosi, tak seharusnya aku memukulmu samapai begitu," Kenzo melepas kemeja bajunya dan juga melepas gaun malam milik Niken.
Kenzo berjalan ke arah lemari pakaian, ia mengambil satu set baju tidur untuk dirinya dan juga Niken.
Kenzo dengan telaten menggantikan Niken pakaian, meski Kenzo harus lebih sabar menahan gejolak yang memaksanya untuk segera di Keluarkan.
"Ah, kenapa hanya melihatnya saja sudah seperti ini, kamu memang beda sayang, aku tidak akan pernah mau melepaskan kamu, sampai kapan pun!" Kenzo ikut berbaring di samping Niken.
Kenzo terus saja merasa gelisah karena berbaring di samping Niken, hingga akhirnya Kenzo memutuskan untuk membuka seluruh pakaiannya dan pakaian Niken yang harus saja ia pakaikan.
"maafkan aku, tapi kamu adalah budak ku, memang sudah sepantasnya kamu layani ku meski dalam keadaan sekarat sekalipun!" Kenzo mulai menggerayangi tubuh cantik itu, Kenzo mulai mencicipi di setiap sela kulit mulus itu.
"hahah, sedang tak sadarkan diri saja kam masih terasa nikmat sayang!" Kenzo mulai membuka selangkah Niken dan mulai bermain di sana.
Niken perlahan-lahan membuka matanya, karena iya merasa terbangun kan oleh gerakan-gerakan yang membuatnya terbangun.
"Tuan, apa yang sedang kamu lakukan di sini?" hal itu lah yang pertama kali yang di ucapkan oleh Kenzo.
"Kenapa, bukanya kamu senang di perlakukan seperti ini, ingat. kamu siapa di sini, jadi jangan banyak bicara saat sedang melayani saya!" Kenzo memegang kedua tangan Niken dan meremasnya.
"Ah, Tuan. Tapi saya masih keadaan lemah," Niken berucap di sela-sela kegiatan.
"Diam, saya bilang diam ya diam, ngerti kamu!" Kenzo malah semakin menggenjot Niken dengan sangat keras hal itu membuat Niken meringis kesakitan.
Niken menggigit bibir bawahnya karena merasakan kesakitan yang sangat amat sakit.
air mata Niken terus saja menetes tidak henti, Niken menangis karena mengingat mendiang ayahnya.
Setelah puas dengan nafsunya, Kenzo langsung pergi meninggalkan Niken sendiri, di dalam kegelapan malam, Niken menangis tersedu-sedu.
"ayah, kenapa Ayah harus pergi, kenapa Ayah pergi tidak membawa Niken, Ayah?" Niken menangis sambil memeluk tubuhnya sendiri.
tes, darah yang ada di hidungnya kembali menetes, Niken mengusap darah tersebut.
dengan gerakan yang sangat pelan, Niken mengambil tisu yang terletak di atas meja di samping tempat tidurnya.
"Aldo, Kaka kangen sama kamu dan bibi, Kaka pengen pulang Dek!" Niken menagis sambil menyumbat hidungnya.
sedangkan Kenzo, ia malah merebahkan tubuhnya dengan sangat tenang, Kenzo Tidak memikirkan tentang perasaan Niken, kini bagi dirinya Niken adalah budak nafsu dirinya.