Galen melirik ke kanan-kiri, dia sedang mencari seseorang yang tidak biasanya absen kumpul dengan temannya.
"Ya, lo berangkat sendiri? Arkan mana?" Milano menyadari temannya berkurang, dia celingak-celinguk.
"Hp dia ga aktif." singkat Freya.
"Tumbenan dia ga ngintilin lo, biasanya tiada hari tanpa buntutin." Trian sudah hafal, dia merasa heran.
"Yela, gue bukan raja yang harus di kawal prajurit kali." kekeh Freya.
"Buset. Raja, yakali lo 'kan cewek, harusnya putri dari seorang raja dewa." sanggah Galen membenarkan.
Trian dan Milano tertawa, dua cowok itu menyahut bersama. "Raja pengkolan kita."
Freya ikut tertawa, ruangan itu dipenuhi gema tawaan yang sangat renyah. Mereka menghiraukan yang sedang makan atau pengunjung lainnya, kafe itu sudah seperti miliknya saja hingga kebiasaan di sekolah di bawa kemana-mana.
Freya melirik Milano di sampingnya, dia berimbuh. "Sepupu lo tumben ga nangkring."
Cowok itu masih tertawa, dia menatap Freya dari dekat. Jantungnya berpacu tidak biasanya, rasanya sampai ingin melompat. Milano jatuh hati, dia tambah menyukai.
"Milano!"
Cowok itu tersadar saat bahunya di tepuk, dia tersenyum gugup. "Oh, Nayla.. ada. Tapi gatau juga kemana, pas kerumah dia soalnya ga ada siapa-siapa."
Galen merasa cemburu, hatinya merasa teriris oleh pedang. Seharunya dia sadar, Freya bukanlah perempuan yang tepat untuknya, karena Freya memang sulit untuk di gapai oleh siapapun, termasuk..Arkan.
"Gue kayak liat Nayla kemarin." Freya mulai cerita, tiga teman cowok disana menautkan alis menunggu lanjutannya.
"Tapi boong."
Mereka mendengus, padahal raut wajah Freya serius.
"Lo garing, ga lucu. Pantes galak." cibir Trian.
"Bodo." acuh Freya, tangannya meraih jus yang sedari tadi sudah di pesannya.
"Weekend gini emang enak bareng lo semua. Padahal di sekolah tiap hari begini." ujar Galen memakan kentang goreng di depan Milano.
"Tapi kurang." ralat Milano dan Trian.
Sebenarnya Freya merasa Arkan sedang menutupi masalah di masa lalunya. Tapi Freya akan menunggu, seperti hari lalu, saat Arkan menggunakan nama Freya untuk bertemu dengan Richo.
Ngomong-ngomong soal Richo, kenapa Freya tiba-tiba kepikiran cowok itu? Padahal teman-temannya berkurang tanpa Arkan dan Guntur juga Nayla yang entah tidak ada kabar selama satu hari kemarin sampai sekarang.
Freya menghela napas halus, dia harus menghubungi Richo. Masalah yang kemarin belum selesai, keputusannya sudah bulat, Freya akan berperang sendiri dengan Richo tanpa cowok itu setuju 'pun.
Freya harus menang, dia tidak ingin membuat semua temannya mencurigai kalau dia dan Richo ada hubungan lebih tanpa memberi tahu. Karena sejak awal hanya Arkan yang mengetahui, Freya terpaksa, tapi beruntung Arkan masih tutup mulut dengan masalahnya yang itu.
Tapi sekarang, Freya akan berdiri sendiri. Sudah terlanjur membuat situasi, Richo memorak porandakan keadaan dengan situasi yang membuat Freya membenci.
***
Marvin mengela napas gusar, dia baru saja melihat Richo yang mengamuk di basecamp milik cowok itu.
"FREYA!!!" jeritnya prustasi.
Hanya Marvin yang menemani, dia cowok setia padahal Richo tidak menganggap dia ada.
"KENAPA LO SELALU NUNJUK GUE SEBAGAI COWOK BAJINGAN YANG SALAH!"
Marvin bingung, dia tidak tahu harus berbuat apa. Kalau dia melerai atau menghentikan raungan Richo, dia pasti akan kena marah juga. Marvin tidak ingin jika Richo terus-menerus mengamuk seperti itu.
"Richo sudah cukup!" Marvin akhirnya memberanikan diri, dia berjalan pelan ke arah Richo yang masih belum terkontrol emosi.
"Gue akan bantu lo. Asalkan lo juga mau terbuka sama gue." ungkap Marvin memegang bahu Richo yang naik turun.
Cowok itu menoleh, "Supaya lo bisa lebih gampang deketin Freya, kan." Richo tahu Marvin pasti menyukai pacarnya, dia juga pernah tiga kali memergoki Freya dan Marvin yang sedang berdua.
"Gue ga akan rebut dia dari lo, kalo lo udah bersikap lemah lembut." pungkasnya.
Richo tertawa kecil, "Udah gue duga kalo lo suka sama cewek gue."
Marvin memalingkan wajahnya, dia menunduk sebelum menjawab. "Freya itu perempuan. Ga seharusnya lo kasarin, Richo! Dia juga punya perasaan. Penampilan dia memang sedikit tomboy, tapi apa lo pernah rasain isi hati dia yang terus dibuat lemah?" Marvin sudah geram, dia ingin menampar Richo lewat ucapannya jika cowok itu bisa menangkap maknanya.
"Gue tahu." Richo tidak menyanggah, dia justru lebih mengerti dibanding Marvin, anak baru yang masuk dalam kekehidupannya. "Tapi Freya sekali-kali harus dikasih pelajaran! Kalau dia terus bawa-bawa gue dalam masa lalu itu, gue ga akan pernah terima, Marvin!"
Marvin membuang napas kasar, "Lalu apa masalah kalian di masa lalu? Apa akan terus dibuat teori untuk semua orang yang sudah berkorban oleh tangan ke tangan?"
Perdebatan mulai memanas, Richo semakin ambisius untuk tetap di pendiriannya.
"Lagipula, gue ga butuh bantuan dari siapapun. Gue cowok yang di tugaskan tuhan untuk bertanggung jawab, kan? ini saatnya gue tunjukkin, karena gue bukan pecundang yang mengemis bantuan orang!" cowok itu mendesis, menatap Marvin bengis.
"Kamu terlalu di butakan, Richo. Apa arti dari semua yang sudah terjadi? Perkelahian yang tidak pernah ada ujung dan tidak ada sebab. Mereka semua hanya tau kalian saling membenci dan rasa dendam. Itu semua menurut gue emang ga jelas." Marvin memijat keningnya sebentar, dia melanjutkan. "Memang dari awal, kamu salah jalan. Freya membenci, kamu mengajak temen-temen juga ikut membenci. Padahal disini mereka juga korban yang tidak pernah tau asal usul perselisihannya." Marvin orang pertama yang lancang memasuki dunianya. Richo tidak habis pikir, pantas saja dia mengalahkan juara dua.
Richo tersenyum miring, "Gue ga pernah nyuruh. Gue bilang ada orang yang gue benci dan mereka mengusulkan buat hajar dan jadi geng tawuran! Gue ga pernah salah. Orang-orang terlalu sok tau tentang perkara, mereka berprasangka tanpa tahu apa yang sebenarnya."
Richo keras kepala. Jika sudah seperti ini, apa Marvin sanggup untuk meneruskan misinya?
Kepala Richo miring ke kanan, cowok itu menatap Marvin seram. "Kalau sampe lo jatuh cinta dan rebut Freya. Gue pastiin kalau gue akan bunuh lo pake tangan suci gue sendiri."
Marvin di ancam, dia tahu Richo tidak akan pernah mau melakukan hal sekeji itu.
Karena Marvin juga tahu isi hati kecil Marvin, cowok itu tidak akan pernah berbuat hal kriminal. Apalagi sampai membuat dirinya berdosa, itu tidak akan pernah terjadi. Karena Richo juga pasti tahu mana yang harus di lakukan dan harus di jauhi. Richo bukan lagi anak kecil yang harus di ajari, walaupun memang setiap ada yang salah harus di perbaiki.
Benar.
Tapi Richo juga sekarang harus di nasihati, karena setiap orang pasti ada ke-khilapan yang akan di sadari setelah berbuat.