----------
HongEr memejamkan matanya, ia mendengar suara jatuh yang keras tapi ia tidak merasakan apa-apa, perlahan ia membuka matanya, pria bertubuh besar itu sudah tersungkur di depannya.
"Akhh tolong tolong, jangan keras-keras!" Ia merintih, seseorang memelintir tangannya yang besar ke belakang punggungnya, jatuh dengan wajah menghadap tanah, seorang pria muda berdiri menginjak tubuhnya.
"Kurang ajar! Beraninya sama anak gadis dan anak kecil saja! Kalau tidak diberi pelajaran jangan panggil aku Song San Kuai Te!" Seru pria muda itu.
Spontan para penonton bertepuk tangan,
"Wah hebat! Hebat!"
Pria muda itu, berpakaian cukup megah, warna biru keemasan yang bersinar saat terpantul cahaya matahari, wajahnya tegas, alis yang tebal tinggi, mata yang bulat besar jernih, bibir yang merah, ia tersenyum melirik ke arah HongEr dan mengedipkan matanya.
"HongEr!" Suara dari balik kerumunan, FeiEr yang sejak tadi kehilangan jejak HongEr dan panik mendekat cepat.
"HongEr kau kemana saja?" Ia mengulurkan tangannya mengangkat HongEr berdiri dari jongkoknya, membersihkan kotoran yang menempel pada pakaian adiknya itu, memeriksa tubuh dan wajahnya apa ada yang terluka.
"Kau ini, jangan lari-lari sendiri kemana-mana kakak mencarimu seperti orang gila tadi" ia mencubit pipi HongEr gemas.
"Ich kakak sakit" rintih HongEr meraba pipinya
Pria muda yang berteriak bernama Song San Kuai Te itu akhirnya melepaskan pria itu, pria yang tanpa pikir panjang berlari pergi dengan ssecepat kilat, kerumunan bubar, kejadian hari itu cukup berakhir sampai di sana saja.
"sudah bubar bubar"
Pria muda itu mendekati HongEr dan FeiEr.
"Kak! Ini kakak yang menolong HongEr tadi, kalau tidak ada dia mungkin HongEr a celaka tadi"
FeiEr masih mencubit pipi HongEr berapa kali.
"Sudah tahu begitu kau masih melarikan diri! Jangan lakukan itu lagi yah!"
HongEr menggaruk kepalanya, ia tahu salah, dengan wajah merengut ia membantu gadis tadi berdiri, membantunya membersihkan pakaiannya.
"Terima kasih tuan muda, tuan muda sudah menyelamatkan hamba"
"Kakak tidak apa-apa khan? Kakak lebih baik pulang saja beristirahat"
Wanita muda itu menundukkan kepalanya dalam.
"Tapi, ems, hamba tak punya tujuan, rumah dan harta sedikitpun hamba sudah tidak bersisa, ems" Isak gadis itu berusaha menghapus airmata yang tak kunjung berhenti mengalir.
FeiEr melirik pemuda penolong HongEr di depannya, mengepalkan tangannya di depan dada merunduk hormat.
"Terima kasih atas bantuannya, HongEr begitu nakal beruntung ia tidak celaka karena anda, saya FeiEr, anda adalah.."
Pria muda itu tersenyum.
"Oh panggil saja aku SongEr, kebetulan aku juga lewat, adikmu begitu berani, tadinya aku hanya melihat dari pinggir tapi pria itu sudah sangat keterlaluan, ia bahkan mau memukul anak kecil tanpa berkedip"
"HongEr memang sok pahlawan, heh kebiasaan yang tidak bisa dirubah"
HongEr mendekat, ia menarik gadis itu serta.
"Emm kak Fei, emm, apa HongEr boleh pinjam uang?"
FeiEr mengerutkan dahinya? Anak itu tiba-tiba mendekat dan berbisik, ia melirik gadis di sampingnya, yang tak berani mengangkat kepalanya karena malu, wajahnya sudah basah oleh air matanya, pakaiannya yang lusuh agak terkoyak di beberapa tempat, walau tidak bertanya tapi FeiEr sepertinya tahu apa maksud HongEr meminjam uang padanya.
FeiEr mengeluarkan kantong uangnya, mengeluarkan beberapa lembar uang besar dan memberikannya pada HongEr.
Tak lama gadis itu pergi sambil mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya pada para penolongnya.
FeiEr membereskan rambut HongEr yang masih tersisa beberapa kotoran saat ia jongkok tadi.
"Kau ini, lain kali janji sama kakak jangan lakukan hal berbahaya lagi"
Pemuda belia itu mengangguk.
"Iyah kak"
SongEr tak bisa menahan senyum, ia terharu melihat bagaimana FeiEr begitu dekat dengan HongEr, ketiganya bergerak bersama.
"Kalian, mau ke mana?" Tanya SongEr.
Tak lama kemudian ketiganya tiba di depan rumah makan Teratai, di mana rombongan ekspedisi sedang melepas lelah.
"Tuan muda, anda dari mana saja?" Tanya LuYan yang sejak tadi menunggu di depan pintu.
Bersama FeiEr, HongEr, dan teman baru mereka SongEr mereka masuk rumah makan yang mulai ramai, hampir tidak ada meja kosong seandainya LuYan tidak memesan sejak tadi.
Benar saja, baru saja FeiEr menaruh pantatnya terdengar suara keras menyerupai perseteruan di sisi lain rumah makan yang cukup luas itu, ukurannya bisa memuat kurang lebih dua puluh meja berisi delapan orang satu meja.
"Kami memesan tempat duduk ini terlebih dulu kenapa kami yang harus mengalah, pelayan bagaimana kau memilih orang, apa karena pakaian mereka lebih bagus dari kami begitu?" Seorang gadis muda, bertubuh kecil dengan rambut yang di ikat tinggi mengenakan ikat kepala berwarna hitam bergaris emas dan merah, dengan pakaian pendek menunjukkan lengan dan kakinya yang ramping, ia dan seorang gadis muda berpakaian putih di sampingnya berdiri di depan meja yang sudah diduduki lima orang pria dewasa, dari pakaian mereka terlihat seperti pedagang yang memiliki uang lebih.
Pelayan terjepit di tengah, sisa meja satu-satunya dan dua belah pihak mengaku sudah memesannya terlebih dahulu dari lainnya,
"Eh nona nona ini masih ada meja kosong dekat dapur, kalau berkenan.."
"Ini bukan masalah meja kosong di tempat lain tapi kami duduk terlebih dulu di sini harusnya kami dulu dong yang berhak duduk di sini, kenapa bukan mereka saja yang pindah"
Wajah gadis mungil itu walau manis tapi memiliki sorot mata yang tajam, alis yang tinggi, dagu yang terangkat, memegang sebuah pedang kecil bersarung hitam, gadis yang terlihat dari postur tubuhnya memiliki ilmu bela diri yang cukup mumpuni, ia tak mudah ditindas orang, tapi lima pria seakan menganggapnya remeh, mereka hanya saling melirik dan menyeringai, para pemuda dari dunia JiangHu tidak membuat mereka yang merupakan pedagang tidak mudah takut, bagaimanapun yang berkuasa adalah orang yang memiliki uang lebih banyak, salah satu pria mengeluarkan bongkahan perak ke tangan pelayan.
"Pelayan, dua orang gadis ini biar makanannya kami yang bayar, segera carikan mereka tempat duduk di tempat lain"
Pelayan itu gagap, melirik dua gadis muda yang semakin terlihat marah.
"Kalian..."
Dari keramaian FeiEr dan HongEr muncul, keduanya mendekat karena sepertinya mengenal salah satu dari gadis itu dari suara kerasnya, dan benar saja, mereka mengenalnya.
"TingEr?" Seru FeiEr, Ting er, gadis berpakaian hitam itu menoleh saat namanya dipanggil, ia tadinya masih memasang wajah marah tapi melihat lebih jelas siapa yang ada di depannya membuat raut wajahnya berubah.
"FeiEr? HongEr? Kalian di sini?"
HongEr mengangkat tangannya menyapa.
"Hai kak TingTing, kita ketemu lagi"
------------