webnovel

10. Herbal Tea

Baru saja aku merebahkan badanku diatas kasurku yang sangat empuk dan seperti memiliki magnet yang super melekat dalam tubuhku. Jungkook sungguhan mengantarkanku pulang setelah menghabiskan corndog keju dan segelas besar banana milkshake didalam mobil ditepian jalan. Tentu tidak ada yang akan melihatku makan didalam, jadi aku bisa makan dengan tenang tanpa harus khawatir aku sedang diperhatikan. Kecuali iya, Jungkook yang sesekali mencuri-curi memperhatikanku dari ekor matanya. Jelas saja aku bisa merasakan bahwa aku sedang diperhatikan, aku manusia dengan insting yang masih berfungsi dengan baik. Tapi aku membiarkannya dan seolah olah tidak tahu menahu soal dia yang memperhatikanku.

Aku menarik panjang udara agar memenuhi paru-paruku. Menahannya beberapa detik, lalu menyemburkannya dengan perlahan ke udara lewat mulutku. Aku senang sekali hari ini, tapi ada juga yang membuatku ingin menjadi alien saja.

Aku bangkit untuk duduk, memilih mengedarkan pandanganku kesana kemari mengelilingi setiap sisi kamarku yang baru saja berganti desain dua bulan belakangan. Aku biasa menggantinya 6 bulan sekali. Semula semua kamarku bertema pelangi, warna warni disetiap sudut dengan tetap mengusung tema modern dan elegan. Tapi desain baruku sepertinya tidak kalah menarik dengan yang lalu-lalu. Aku memilih cat tembok dari peraduan 3 warna kesukaanku. Hitam, violet dan terakhir warna putih sebagai kombinasi minimalisnya. Dan entah kenapa aku ingin ini lebih lama dari sebelumnya, seperti aku tidak ingin menggantinya lagi. Tema gelap yang dominan serta celah terang seperti sebuah cahaya akan kehidupan yang hanya setitik menoreh kebahagiaan disela keangkeran kuas takdir yang ugal-ugalan. Seperti itukah? Ah, tapi aku lebih mengartikan ini sebagai kesan misterius yang elegan.

Kembali aku mengembuskan nafas ke udara, sepertinya perihal tarik ulur nafas adalah salah satu kegemaranku seharian ini. Menarik nafas panjang dan mengembuskannya lagi. Sudahlah jangan dibahas dan satu lagi; jangan dihitung.

Entah kenapa tiba-tiba aku teringat bocah itu, bocah? Ah iya bocah. Jungkook, aku teringat Jungkook. Dia sangat lucu ketika sedang makan seperti tadi, pipinya mengembung di kedua sisi, serta kelopaknya yang beberapa kali berkedip dengan bulu mata tebalnya yang saling bertabrakan, sungguh menggemaskan. Bagaimana ya, aku tidak pandai mendeskripsikannya, tapi semenggemaskan itulah seorang Choi Jungkook dimataku.

Jungkook hanya mengantarku sampai depan pintu utama saja, pun itu diluar. Awalnya dia bersikeras mau mengantarku sampai didepan pintu kamar, katanya khawatir aku akan kenapa-kenapa karena aku baru saja keluar dari rumah sakit. Tapi aku menolaknya dengan lembut, mengatakan padanya bahwa aku baik-baik saja, dan dia tidak perlu merasa sekhawatir itu padaku. Dan iya aku tahu dia memang sepenurut itu, akhirnya dia membiarkanku masuk tapi dia tak kunjung beranjak bahkan ketika aku mulai menutup pintunya.

Aku tidak tahu setelah aku menutup pintu dan menaiki tangga lalu masuk kedalam kamarku yang sepetak ini. Apakah sungguhan Jungkook sudah pulang? Tapi aku bahkan belum sempat bertanya dimana apartemen atau penginapannya, karena kemarin malam dia menginap didalam mansion nenek, tentu itu pasti karena nenek yang menyuruhnya. Dan sekarang, aku tidak tahu dia ada dimana dan bodohnya; kenapa aku terus memikirkan manusia itu?

Dan ya, satu lagi. Jika Jungkook menginap lagi, apa nenek sungguhan membuat mansionnya sendiri sebagai pavilliun sewaan?

Baiklah, berhenti membicarakan Jungkook. Akan lebih baik jika aku menelfonnya sekarang dan meminta pertanggung jawaban atas pertanyaan yang belum sama sekali dia jawab. Perihal; menceritakan kejadian setelah aku pingsan di basemen kampus.

"Ponselku?" Baiklah, apa aku kehilangannya?

Sungguh sekarang aku yang kelimpungan sendiri. Ponselku, aku kehilangannya. Dan juga satu lagi, aku bahkan tidak menemukan tas selempangku dimanapun. Oh benarkah? Sepertinya aku harus bersiap-siap jika besok pagi Jungkook akan memarahiku hanya karena dua benda yang tidak berharga itu.

Tentu saja, apa yang berharga? Perihal ponsel? Ponselku hanya ada 3 nomor seluler didalamnya. Pertama milik Jungkook, yang kedua ada milik nenek, dan yang terakhir ada nomor ponsel supir pribadi. Kata Jungkook mungkin saja aku akan membutukannya disaat Jungkook sedang ada keperluan mendadak. Akupun tidak ada pilihan lain selain mengangguk dan menggumam; 'iya, aku mengerti.'

Untuk tas selempangku? Baiklah akan aku jelaskan. Tas selempangku tentu saja tidak murah, itu juga hadiah dari nenek yang sudah bisa kutebak harganya diatas 10 ribu dollar, mengingat merk yang ada disana adalah Gucci. Tentu saja bukan barang murah jika menurut orang yang tahu perihal brand fashion. Dan itu sama sekali tidak masalah untukku, pun jika hilang, nenek pasti tidak akan menanyakannya karena biarpun aku akan meminta seratus lagi yang seperti itu, nenek pasti akan membelikannya dengan senang hati.

Isinya? Isinya hanya beberapa lembar won yang hanya cukup untuk membeli jajan dan beberapa kaleng minuman bersoda di supermarket. Dan ya aku juga memasukkan sebuah kartu kredit tadi pagi. Sebenarnya aku tidak terlalu membutuhkannya, hanya saja aku membawanya sebagai sarana berjaga-jaga, pun jika tidak ada sesuatu yang mendesak, aku juga tidak akan menggunakannya.

Namun meskipun begitu, aku masih sibuk mencarinya diseluruh sisi ruang kamarku, terutama sasaran empuknya adalah bawah bantal dan kolong ranjang. Sungguhan aku sudah membongkar bantal bertumpuk dan tidak menemukan apapun. Dan terakhir, aku berjongkok ditepi ranjang, melongok bawah kolong siapa tahu barang yang aku cari berada disana. Tapi nihil, aku sama sekali tidak menemukannya.

Menyerah? Tentu! Aku sudah pusing mencarinya, lagi pula semua benda itu tidak ada gunanya. Menyebalkan! Benda tidak berguna tapi sudah membuatku membuang-buang tenagaku. Pupus sudah harapanku bertemu kembali dengan bocah itu.

Seketika aku terkesiap diatas dudukku. Mengalihkan atensi pada daun pintu sesaat aku mendengar beberapa kali suara ketukan yang betubu-tubi. Sepertinya yang diluar itu adalah orang yang sangat tidak sabaran. Dengan gusar aku melangkah, berniat menyambut sang tersangka pengetuk pintu yang tidak santai itu. Namun, belum juga sampai aku disana, terdengar seseorang memanggilku dengan panggilan khas yang membuatku langsung bisa mengenalinya. Dan seketika itu pun senyumku terkembang begitu saja.

"Noona."

Percayalah aku sedang mengulur detik demi detik agar bocah itu sekali lagi memanggilku. Aku suka saat dia memanggilku begitu. Ingin menebak-nebak perihal mengapa bocah itu kemari, sepertinya dia ada perlu mendadak, terdengar dari nadanya yang tergesa dan terengah seperti habis lari marathon. Atau malah ponsel dan tasku tertinggal didalam mobil?

"Yerin noona."

Sukses bertambah lagi satu truk bunga mawar yang menghujaniku kali ini. Dia menambahkan namaku didepan kata noona. Ah bagaimana bisa ternyata membuat diriku sendiri tersenyum tidaklah terlalu sulit.

Aku semakin gencar mengerjainya, sungguh mengerjai Jungkook adalah hobiku beberapa menit terakhir ini. Ternyata menyenangkan juga membuat Jungkook kesal. Tapi lama kelamaan aku kasihan juga, ya sudahlah, mungkin aku sudah keterlaluan sekarang.

"Ada apa Jung?" tanyaku setelah berhasil membuka pintu dan melihat presensi Jungkook yang membelakangi pintu. Tepat sedetik setelah kalimatku mengudara, aku bisa melihat Jungkook langsung berbalik menghadapku dan langsung menyodorkan dua benda yang jadi momok menyebalkan beberapa saat yang lalu. Tebakanku benar.

"Ponsel dan tas mu, noona. Tertinggal didalam mobil." katanya dengan lembut. Sungguh bagaimana lagi aku bisa menjabarkan betapa imut puppy eyes nya itu.

Sesaat setelah Jungkook menyodorkannya, akupun menerimanya, ponsel dan tas selempangku. Namun ini jadi terkesan aneh saat aku menyadari bahwa Jungkook langsung membungkukkan badan dan berbalik lalu melenggang begitu saja. Bahkan dia pergi begitu saja sebelum aku sempat mengucapkan terimakasih.

Ingin sekali rasanya mengumpat kembali. Tapi melihat air muka Jungkook yang tidak biasa sungguh membuatku tidak tega ingin mengumpatinya.

"Jungkook!" ucapku sedikit berteriak. Peduli setan semua penghuni mansion akan menoleh kearahku yang tak tahu malu ini. Tapi beruntungnya adalah, orang yang kupanggil langsung berhenti diujung tangga. Tidak menoleh kearahku yang berada dibelakangnya, pun tidak juga meminta penjelasan padaku atas apa yang telah aku lakukan.

Aku pun segera menghampirinya, sedikit berlari dan berhenti tepat disamping pijakannya. Sungguh tidak seperti dugaanku, kukira dia akan menyambutku dan menanyakan perihal sesuatu, tapi nihil lagi, dia hanya diam seperti, apa kau tahu Jungkook seperti apa sekarang? Manekin! Kulit yang seputih susu dengan pose seperti patung, sepertinya akan cocok sekali jika di tempatkan di musium madam.

"Kau sibuk sekali ya?" tanyaku dengan nada yang terdengar ragu. Dan dengan cepat dia menggelengkan kepalanya sebagai respon yang atas pertanyaanku. Aku pun jadi malu, menunduk adalah senjataku. Dan sekarang sungguh aku ingin merutuki diriku sendiri. Aku benar-benar menghentikan Jungkook hanya karena ingin menahannya agar aku bisa terus bersamanya? Konyol!

Sungguh aku tidak tahu menahu tentang pertemanan seperti apa yang sedang aku jalani. Aku tidak memiliki apapun pengalaman tentang pertemanan, apalagi jika konteksnya pertemanan dewasa seperti ini. Aku tidak tahu ini benar atau salah, pun tindakanku ini benar atau tidak, aku tidak tahu sama sekali. Yang aku tahu, hanyalah; aku yang sedang membantu Jungkook untuk memenuhi tugas dari nenek, yaitu; menjadi temanku. Karena tentu saja jika tidak dari pihakku yang berniat membantunya, pastinya itu akan sangat sulit mengingat aku adalah salah satu golongan manusia yang sangat susah untuk didekati apalagi dijadikan teman. Atau jika Jungkook beruntung, dia tidak akan berakhir seperti mereka-mereka sebelum Jungkook yang akhirnya menyerah menjadi temanku dalam hanya dua hari.

Lagi. Aku mengajukan ajakan absurd yang mungkin jika diterjemahkan kedalam bahasa pertemanan, ini akan sangat menggelikan. Bagaimana bisa aku melontarkannya, aku pun tak tahu, seolah kalimat itu muncul begitu saja didalam isi kepalaku dan langsung terlontar lewat mulutku yang terbuka tanpa beban sama sekali.

"Bisakah kita minum teh bersama?"

[]

Chương tiếp theo