Aku sempat mengira bahwa aku telah kehilangan otakku saat pingsan tadi pagi. Dan sekarang, katakanlah bahwa aku sungguhan kehilangan isi kepalaku. Kukira ini akan jadi hal baik, menikmati suasana dingin yang sejuk. Bertemankan hujan dengan intensitas sedang yang mengguyur kota Abel Red yang kelewat tentram ini. Dengan dua cangkir minimalis berisi teh herbal seperti yang biasa aku minum, yang barusaja selesai diletakkan oleh bibi Yoo yang hendak pergi setelah melakukan tugasnya. Ternyata semuanya tidak seperti yang aku bayangkan, apalagi presensi Jungkook yang bukannya membuatku menikmati sore hariku, tapi malah hanya membuatku memandangi seonggok manusia yang bahkan tidak berbicara, pun tidak bergerak sama sekali. Persis seperti seekor kelinci yang sedang sakit gigi.
Tapi, bukan Yerin jika tidak pandai menyamarkan situasi. Meskipun aku tidak tahu cara berteman yang baik, tentu saja aku sering menonton serial drama yang rupanya sekarang berguna juga di kehidupan nyataku.
Ngomong-ngomong, aku adalah tipe manusia yang akan selalu menutup pintu dan menguncinya dari dalam ketika aku sedang berada didalam kamarku. Bahkan bibi Yoo dan nenek sudah hafal perihal kebiasaanku itu. Tapi akan lebih lucu lagi saat aku pergi keluar dari kamar, aku tidak pernah menguncinya, jangankan mengunci, tidak terlupa untuk menutupnya saja itu sudah sangat beruntung, lebih seringnya; aku tidak pernah menutupnya. Aneh! Iya, aku aneh. Sudah jangan dibahas lagi, nanti kau akan semakin terkejut mengetahui keanehan yang bersemayam dalam diriku ini.
Tapi semuanya berubah, tidak berubah, hanya saja hari ini aku tidak memakai itu semua. Terbukti saat aku meminta bibi Yoo untuk membiarkan pintunya terbuka dan tidak usah menutupnya saat bibi Yoo keluar dari sana.
"Bi, nanti pintunya tidak usah ditutup dari luar." Aku mendapat anggukan dari bibi Yoo setelah menyelesaikan kalimatku. Tentu aku tidak memerintah, tapi meminta pertolongannya. Dan aku masih bisa melihat dari balkon yang hanya tersekalt dinding kaca, bibi Yoo menghilang dari sana setelah kaki terakhirnya keluar dari ambang pintu itu.
Sekarang tinggalah aku bersama dengan manusia yang mendadak bisu tanpa sepatah katapun, seperti dia benar-benar kehilangan semua kosa kata yang ada didalam otaknya. Bahkan aku jadi malu sendiri dan bingung juga akan melakukan apa untuk memulai pembicaraan. Padahal tujuanku hanya satu mengajaknya minum teh; yaitu ingin mendengar ceritanya perihal setelah aku pingsan. Tapi lihatlah sekarang Jungkook yang sedang berkosplay seperti si buta dari gua hantu.
Atmosfer yang harusnya menjadi romantis ketika sedang hujan seperti ini, duduk bersama disebuah sofa empuk dibalkon sederhana. Bunga lili orange yang tertenggeng begitu kokoh disudut balkon yang sengaja dibuat tidak terlalu luas. Hamparan karpet beludru mahal berwarna hitam pun turut menambah kesan keeleganan yang sudah melekat dibalkon dengan sofa yang juga berwarna hitam ini. Menikmati merdunya tiap titik-titik hujan yang menjatuh ke bumi. Persis sepeti di drama yang sering aku tonton.
Tapi sayangnya, aku harus mengubur dalam-dalam pemikiran konyolku itu, karena semuanya itu tidak akan pernah terjadi. Apalagi setelah melihat Jungkook yang hanya menatap nanar lurus kedepan tanpa ekspresi. Membuatku berpikir, mungkin manusia ini sedang tidak beres. Atau mungkin barusaja diputuskan oleh pacarnya lalu menjadi murung seperti itu. Menurut pada drama yang terakhir aku lihat pada episode 13, dimana sang gadis memutuskan hubungannya, sang pria persis seperti yang sekarang terlihat pada Jungkook, diam dan seperti merenung tanpa akhir. Mungkinkah Jungkook juga sama?
Aku menyemburkan nafas ke udara, lagi, sudah jangan dihitung, atau kau akan lelah sendiri. Akhirnya aku memutuskan mengambil cangkir dibagian gagangnya dan meninggalkan dudukannya. Meniup-niup dengan telaten lalu sesekali menyeruputnya. Sudah seperti nenek-nenek yang bau tanah ya. Dan sebanyak kali aku menyeruput, maka sebanyak kali itu pula lah bibirku seperti matang karena kepanasan. Sungguh aku bingung harus memulai darimana. Dari mulai menanyakan perihal Jungkook yang seperti baru diputus pacarnya, atau perihal kejadian pagi tadi?
Sesekali aku melirik, mencuri-curi kesempatan agar bisa melihatnya lewat ekor mataku sembari masih terus menyibukkan diri meniup-niup isi cangkir yang kutahu tidak akan dingin dalam satu menit meskipun aku mengerahkan seluruh nafasku hingga tandas.
Perlahan aku bisa melihat dia mulai merubah posisi duduknya. Pergerakan yang membuatku berpikir bahwa mungkin ini yang akan menjadi satu perubahan kecil. Setidaknya sekarang aku bisa melihatnya sedikit lebih santai. Tubuhnya bersandar dipunggung sofa dengan kedua tangannya yang terbuka lebar. Kelopaknya menutup sembari berkali-kali terdengar semburan nafas kasar yang terembus dari penghidunya yang bangir itu.
Melihatnya terpejam, aku menjadi memiliki kesempatan untuk benar-benar menoleh kearahnya, tidak hanya melirik seperti tadi yang membuat bola mataku hampir terkena serangan dislokasi. Namun sama saja tidak baik, karena tepat sedetik setelah aku menoleh, pemandangan surga pun aku dapatkan dengan tarif non berbayar. Bagaimana aku menikmati setiap adam apel itu naik turun menelan saliva, dan jangan lupakan cara duduknya dengan kaki yang sedikit terbuka, membuat siapapun gadis akan memiliki fantasi yang sama sepertiku. Duduk dipaha sekalnya sembari sedikit memberi sentuhan dileher dengan bantuan beberapa jemari yang menjelajah mengais desah.
'Kau dapat ilmu itu darimana, Kim Yerin?!
Dari drama. Sudah kubilang aku adalah penggemar drama romantis. Dan aku juga menyukai disney. Tangled, Rapunsel. Putri yang baik hati dengan segala keingin tahuannya.
"Ada apa Jung? Kau terlihat tidak baik-baik saja sore ini."
Sungguh aku sedang bertanya-tanya sekarang. Singkirkanlah dulu fantasi kotorku yang berlebihan ini. Yang hanya ingin kutahu sekarang adalah tentang perihal apa yang berhasil membuat Jungkook seperti kehilangan dirinya sendiri. Bahkan aku tidak menemukan sisi banyak omongnya yang selalu ingin mendominasi. Tidak juga sikap kekanakan seperti saat berdebat didalam mobil.
Terlihat Jungkook mulai bereaksi setelah aku menyelesaikan pertanyaanku. Pun sekarang dia menoleh kearahku, membuatku langsung menaruh cangkir yang kupegang diatas dudukan semula. Memilih untuk membalas tatapan Jungkook saat kedua manik berbeda warna ini saling bersitemu.
Seketika tatapan sendu yang menenangkan mengalahkan segala logikaku. Bagaimana cara mata itu menyampaikan sesuatu yang sengaja tidak terucap oleh bibir, membuatku berdebar sekaligus malu. Sorot mata yang menyiratkan kelembutan sebelum melebur bersama ketegasan. Tipikal tatapan seorang pria yang dominan akan insting melindungi. Melupakan betapa menggemaskannya Jungkook saat sedang beradu argumen dan tidak ingin mengalah sama sekali. Tapi ini sungguhan mengejutkanku serta membuatku tidak mampu mengolah kosakata lagi secara bersamaan. Membuatku frustasi secara emosi dan secara seksual. Malu mengakuinya, tapi mungkin mengatakan kebenaran itu jauh lebih baik.
Jungkook kembali mengalihkan pandangan saat aku melepas tatapannya dan memilih menyambar cangkir lagi dan langsung meminumnya, bahkan aku sampai lupa bahwa didalamnya ada teh panas dan bukan es teh manis. Ingin memekik karena merasakan lidahku terbakar, tapi aku berhasil menahannya. Kulihat Jungkook yang kembali menerawang dengan tatapan kosongnya, mengubah posisi tangannya menjadi bantalan untuk kepalanya yang berbaring dipunggung sofa. Oh baiklah, sekarang giliran jantungku yang sama sekali tidak aman.
Jungkook sempat menarik nafasnya panjang sekali, menahannya sejenak hingga beberapa detik dan akhirnya menyemburkannya lagi ke udara. Akhirnya Jungkook bersuara, namun entah karena aku yang salah dengar, atau memang dia mengatakan hal lain selain yang aku tanyakan.
"Microwave." ucap Jungkook dengan nada yang melirih sempurna. Sengaja, tapi terlihat air mukanya langsung berubah panik dan lucu secara spontan.
Hampir saja aku mati tersedak jika saja aku tidak langsung menarik bibir cangkir yang kupegang ini menjauhi mulutku. Sungguh? Aku tidak salah dengar? Apa hubungannya pertanyaanku dengan microwave? Kuyakin sekarang Jungkook benar-benar sedang kacau dan tidak baik baik saja.
"Microwave?" tanyaku bingung, sama sekali aku tidak bisa menyembunyikan betapa air mukaku menyiratkan kebingungan yang luar biasa, bahkan kedua alisku hampir saja menyatu karena otak depanku berpikir terlalu keras hanya karena satu kalimat Jungkook yang seperti mengguncang inti bumi.
"Tadi bibi Yoo membawa microwave keluar dari dapur saat aku akan menuju ke kamarmu, noona. Dan itu mengerikan." ucap Jungkook sembari melipat kakinya diatas sofa dan langsung menghadapku seperti tidak punya rasa bersalah.
Sungguh, apakah Jungkook memiliki duality? Suara yang mendayu serta mengalun begitu syahdu seperti seorang adik yang sedang mengadu pada kakaknya hanya karena sebuah microwave yang sama sekali tidak akan menggigit jika pun dipukul ribuan kali. Ah sungguh jika yang didepanku adalah adikku sungguhan, sudah kupastikan dia akan lelah ku unyel-unyel karena gemas.
"Apanya yang mengerikan?" tanyaku balik sembari ikut menaikkan kakiku dan menyilang, persis seperti yang Jungkook lakukan.
"Microwave."
"Dia benda mati, Jung."
"Tentu aku tahu."
"Lalu apa?"
"Dia bisa meledak, noona. Percayalah padaku."
"Aish! Dasar bocah!"
"Jangan sebut aku bocah, noona!"
"Lalu apa? Pria? Bagaimana bisa seorang pria takut pada sebuah microwave?"
"Percayalah padaku noona, benda itu mengerikan."
"Jungkook, tapi it--"
"Sudah kubilang jangan sebut lagi. Aku membencinya!"
"Dasar aneh!"
"Noona, kau juga sama saja! Aneh!"
[]