webnovel

At Long Range 9

Setelah malam di mana Leon menyaksikan Aslan bertanding, hampir setiap malam Leon pergi menyelinap keluar dari apartemennya untuk melihat Aslan. Ia akan pergi ke pusat perbelanjaan tempat Aslan bekerja dan mengikutinya hingga Aslan kembali ke sasana.

Leon selalu membawa sarung tinju yang hendak ia berikan kepada Aslan di dalam tas punggung yang ia bawa. Namun, setiap kali ia melihat Aslan langkahnya seakan terpaku di tempatnya bersembunyi. Ia tidak sanggup keluar dan menemui Aslan. Ia hanya memandangi Aslan dari kejauhan.

Hingga suatu malam, ketika ia kembali mengikuti Aslan setelah shift kerjanya berakhir, ia menyadari ada orang lain yang juga sedang mengawasi Aslan. Orang itu mengenakan motor skuter otomatis yang lazim ditemui di jalanan kota Jakarta.

Leon menghela napasnya begitu ia melihat Aslan sudah meninggalkan tempat kerjanya. Ia pun kembali menurunkan kaca penutup helmnya dan segera mengikuti Aslan di belakang orang yang sedang ikut mengawasi Aslan.

Begitu Aslan akhirnya tiba di sasana yang menjadi tempat tinggalnya, Leon berhenti cukup lama untuk memastikan orang yang mengikuti Aslan tidak melakukan hal yang buruk padanya. Meskipun ia yakin, Aslan bisa dengan mudah mengalahkan orang tersebut jika orang itu mencoba berbuat macam-macam padanya.

Setelah motor yang dikendarai oleh orang yang mengawasi Aslan pergi meninggalkan sasana tersebut, tanpa pikir panjang Leon segera mengikutinya. Ia mengikuti orang tersebut sampai akhirnya ia tiba di kawasan pinggir pelabuhan.

"Gue harus cari tahu," gumam Leon. Ia kemudian mematikan mesin motornya dan segera melepaskan helm yang ia kenakan. Ia berjalan sambil mengendap-endap ke arah bangunan tua yang dimasuki oleh orang yang tadi mengikuti Aslan.

----

"Malam minggu besok, kita jalanin rencana kita buat menyingkirkan Aslan," ujar seorang pria paruh baya pada anak buahnya. "Gue ngga mau rugi terus gara-gara dia sama Ole."

"Tapi, bukannya malam minggu besok dia ngga ngelawan orang kita, Bang?" sahut salah satu anak buahnya.

"Karena dia lagi ngga ngelawan orang kita, makanya kita pakai kesempatan itu buat nyingkirin dia setelah pertandingan," timpal pria paruh baya itu. Pria itu kemudian melirik pada anak buahnya yang baru saja datang. "Gimana hasil pengintaian lu?"

"Biasa aja, Bang. Si Aslan minggu-minggu ini ngga ke arena sama sekali. Dia cuma kerja abis itu langsung pulang ke sasana," jawab anak buahnya yang ia perintahkan untuk mengawasi Aslan.

Pria paruh baya itu manggut-manggut. "Kayanya pertandingan selanjutnya agak beda dari sebelumnya. Si Ole sampe ngundang banyak bandar buat pasang taruhan gede."

"Abang ngga ikut masang?" sela salah satu anak buah pria itu.

"Rencana gue malam itu bukan buat masang taruhan. Gue mau mastiin dia ngga bakal bisa bertanding lagi," sahut pria paruh baya itu. Ia kemudian kembali menatap satu per satu anak buahnya. "Pokoknya kalian awasin Aslan. Buat seolah itu adalah sebuah kecelakaan, jangan sampai meninggalkan bukti apa-apa."

Para anak buah pria paruh baya itu menganggukkan kepalanya.

"Ya udah, kalian boleh bubar. Bagaimana pun caranya, Aslan harus disingkirkan dari arena. Pertarungannya lusa nanti, itu akan jadi pertarungan terakhirnya," ujar pria paruh baya itu sambil tersenyum lebar.

----

Leon membelalak tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Seseorang sedang merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan Aslan. Melihat satu per satu orang yang ada di dalam ruangan itu pergi, Leon pun segera pergi meninggalkan tempat persembunyiannya.

Ia berjalan cepat ke arah motornya dan segera mengenakan kembali helmnya. Ia menyalakan mesin motornya dan langsung memacunya sebelum orang-orang itu menyadari ada orang lain yang mencuri dengar rencana mereka.

Selama perjalanan pulang menuju apartemennya, di benak Leon berkecamuk pikiran tentang orang-orang yang berencana menyingkirkan Aslan. Ia berpikir untuk kembali ke sasana tempat Aslan tinggal, namun ia ragu apakah Aslan akan memepercayainya atau tidak.

"Ini ngga bisa dibiarin," ujar Leon di dalam hatinya. Ia akhirnya untuk memutuskan kembali ke sasana tempat Aslan tinggal. Akan tetapi di tengah perjalanan, ponselnya bergetar. Ia segera menepikan motornya untuk menjawab panggilan yang masuk ke telepon genggamnya itu.

"Ya, Nad, kenapa?"

"Lu masih ngikutin Aslan?" tanya Nadia dengan suara yang terdengar seperti orang mengantuk.

"Iya, sebentar lagi gue balik," jawab Leon.

"Buruan balik, besok lu ada meeting pagi. Jangan sampe lu keliatan kaya orang kurang tidur. Ini meeting penting," ujar Nadia.

Leon menghela napasnya. "Okey, gue balik sekarang."

"ASAP," seru Nadia.

"Iya." Leon kemudian memutus panggilan telponnya dengan Nadia. "Gue bisa kasih tau dja besok malam," gumam Leon. Ia pun menunda keinginannya untuk segera memberitahu Aslan tentang orang-orang yang berencana menyingkirkannya.

Leon akhirnya kembali memacu motornya dan kembali ke apartemennya. Meskipun ia ingin sekali mengatakan apa yang ia tahu pada Aslan, namun panggilan dari Nadia menyadarkannya bahwa besok masih banyak pekerjaan yang harus ia lakukan dan hari sudah semakin larut. Ia harus beristirahat agar besok dirinya bisa fokus mengurus semua pekerjaannya.

----

Sementara itu, di dalam sasana milik Bang John, Aslan belum mampu untuk memejamkan matanya. Ia hanya berbaring di sofa butut yang menjadi tempat tidurnya sambil menatap langit-langit sasana. Semakin mendekati hari pertarungannya, entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.

Ia khawatir bahwa peristiwa tempo hari ketika ia bertarung dengan Ucok akan kembali terulang. Biasanya menjelang pertarungan Bang Ole akan memberitahu siapa lawan yang akan ia hadapi. Namun kali ini, Bang Ole sama sekali tidak menghubunginya sejak telepon terakhirnya minggu lalu.

"Siapa yang bakal gue lawan kali ini?" tanya Aslan pada ruang kosong tempatnya berada saat ini.

Ia terdiam sambil mengamati atap sasana yang sudah bolong di beberapa bagian. Ia kemudian memiringkan tubuhnya dan menghadap ke arah ring sambil bersedekap.

Aslan menatap ring yang ada di hadapannya. Ia seperti sedang melihat bayangan dirinya yang sedang berlatih di atas ring tersebut. Di atas ring itu untuk pertama kalinya Bang John mengajarinya teknik dasar dalam tinju.

Bang John yang mengetahui kecenderungan Aslan untuk menggunakan tangan kirinya, justru malah memusatkan latihan Aslan pada tangan kanannya.

"Gue tahu, tangan kiri lu lebih kuat, makanya yang gue latih duluan tangan kanan lu," ujar Bang John setelah mendengar protes Aslan karena ia merasa pukulan tangan kanannya tidak sekuat tangan kirinya. "Lawan lu pasti ngga akan nyangka kalo ternyata lu itu sebenarnya kidal. Itu bisa jadi keunggulan buat lu di atas ring."

Aslan tertawa pelan mengingat ucapan Bang John kala itu. Namun, pada akhirnya ucapan Bang John memang terbukti. Meskipun Aslan bertarung menggunakan tangan kanannya, namun di beberapa kesempatan lawannya tidak berkutik ketika ia mulai menggunakan tangan kirinya. Ia bisa menang dengan cepat jika sudah menggunakan kekuatan tangan kirinya.

Aslan kembali terlentang. Kali ini ia memandangi kedua tangannya. "Sekali lagi, setelah ini kita bisa bebas dari kandang besi itu."

****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it. 

Terus berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentar. Terima kasih ^^

pearl_amethyscreators' thoughts
Chương tiếp theo