webnovel

Untuk Diandalkan

Aiden lalu memacu kuda besi miliknya menuju Makalela Group. Perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi milik keluarganya, yang mana jika berpatokan pada garis keturunan Makalela, Aiden adalah putra mahkota selanjutnya. 

Aiden memacu kendaraannya dengan kecepatan yang sangat tinggi. Tak satu dua kali dia mendapatkan umpatan dari para pengendara lainnya, tapi itu hanya sekedar angin lalu untuknya. Masuk telinga kanan keluar lewat telinga kiri. Itu adalah definisi dari buang-buang ludah secara sempurna. 

Estimasi waktu tempuh dari SMA Garuda Nusantara ke Makalela Group seharusnya memakan waktu 25 menit, tapi saat mengingat kalau sedari tadi Aiden melajukan motornya dalam keadaan yang sangat tinggi akhirnya tidak ada lagi yang perlu untuk dipertanyakan dalam hal itu. 

"Mbak Cindy, ayah saya ada di ruangannya?" tanya Aiden dengan nada yang sangat ramah pada salah satu resepsionis yang ada di lobi Makalela Group ini. 

"Ada kok, Mas. Mau saya antar ke ruangannya?" Tawaran yang Cindy berikan nyatanya langsung ditolak secara mentah-mentah oleh Aiden saat ini. 

"Saya masih ingat jalannya kok, Mbak!" kata Aiden lalu dengan sangat cepat dia membawa kedua kaki jenjangnya itu menuju ruangan orang nomor satu di perusahaan yang bergerak di paling konstruksi ini. 

"Bilmar Makalela," gumam Aiden saat melihat papan nama yang saat ini berada di depan pintu ruangan orang nomor satu di ruangan ini. 

Niat hati ini membuka pintu ruangan sang ayah, tapi Aiden justru kalah cepat dengan orang yang ada di hadapannya. 

"Aiden, 'kan?" terka orang yang terasa tidak asing di kedua manik mata milik Aiden. 

"Iya, Nu. Dia Aiden," jawab Bilmar dengan senyum renjana yang terus saja tersungging di kedua bibir ranumnya saat ini. 

"Kamu mengerti 'kan, Bil?" tanya orang tersebut. Dan tanpa sesi pikir panjang untuk waktu yang lebih lama Bilmar lantas menganggukkan kepalanya tanda kalau dia mengerti dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. 

"Semuanya sudah jelas, semuanya biar aku ambil alih dari sini." 

"Yah … itu siapa?" tanya Aiden saat pria yang masih berusaha untuk dia ingat itu kini sudah tidak lagi terjangkau oleh kedua manik matanya. 

"Mau ngobrol di sini atau di dalam?" tanya Bilmar pada putra bungsunya itu. 

"Di WC aja gimana?" Bilmar sungguh tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang putra dan karena hall itu Bilmar tak bisa menahan dirinya untuk tidak menyentil jidat milik Aiden. 

"Jangan rusak mood ayah, ya?!" kata Bilmar yang memberi ultimatum tegas pada Aiden. 

"MASUK!" kata Bilmar dengan nada dinginnya. Sehingga pada akhirnya Aiden tak ada pilihan lain selain menuruti saja apa yang menjadi keinginan sang ayah. 

"Kamu ada apa ke sini?" tanya Bilmar to the point pada Aiden. Meski pada akhirnya dia tahu kalau Aiden tidak akan membuat semua ini menjadi mudah. Akan ada saja kerikil yang Aiden berikan untuk ayahnya. 

"Memangnya harus ada apa dulu untuk aku ke sini?" Mendengar apa yang dikatakan oleh Aiden, Bilmar hanya bisa memutar kedua manik matanya malas. 

"Ck! Kamu ini anak ayah. Darah akan selalu lebih kental daripada air. Jadi pertanyaan ayah cuma satu, Den." Sebelah alis milik Aiden lantas terangkat naik saat mendengar apa yang dikatakan oleh Bilmar. 

"Apa, Yah?" tanya Aiden yang merasa kurang fokus dan sulit untuk memahami apa yang ada dalam pikiran ayahnya. 

"Sudah bertemu dengan Azura Salsabila Mahatma?" Aiden sangat tercengang saat mendengar apa yang sedang apa ayahnya itu pertanyakan saat ini, tapi apa pun itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Aiden lupa bagaimana caranya berkedip. 

"Jadi benar kalau yang–" 

"Sudah bertemu dengan calon masa depanmu itu?" tanya Bilmar sekali dan kali ini dengan nada yang penuh dengan penekanan. 

"Sudah, Yah," jawab Aiden dengan nada yang terdengar terbata-bata. 

"Masih cantik?" tanya Bilmar yang sebenar pertanyaan itu hanya pertanyaan untuk menggoda putranya. 

"Tidak ada alasan untuk aku berkata tidak, Yah!" kata Aiden dengan senyum renjananya yang teramat manis dan itu sungguh sukses untuk membuat Bilmar seakan-akan sedang membayar lunas rindunya pada mendiang istrinya yang telah meninggal tepat sesaat setelah melahirkan buah cinta mereka. 

"Tapi–" 

Sebelah alis milik Bilmar tampak terangkat anik saat mendengar apa yang dikatakan oleh Aiden, seakan-akan saat ini Bilmar memiliki firasat buruk tentang apa yang menjadi kelanjutan dari perkataan Aiden.

"Tapi apa?" tanya Bilmar yang tak ada kesan santai sama sekali. 

"Zura tidak kenal ama aku, Yah," cicit Aiden dengan nada yang dia buat sesendu mungkin. 

Mendengar apa yang dikatakan oleh Aiden, Bilmar sampai harus menajam kedua telinganya, takutnya ada yang salah dengan indra pendengarannya saat ini. 

"Apakah pertanyaan kamu itu bisa papa artikan kalau kamu sedang pesimis?" Kedua manik mata milik Aiden lantas terbelalak saat mendengar apa yang ayahnya itu katakan. 

"Hah?!" Bilmar hanya memutar kedua manik matanya malas saat mendengar apa yang dikatakan Aiden. 

"Yang kamu cari saat ini telah kembali dalam versi terbaiknya. Yang tadi itu adalah om Danu–"

"Papanya Azura?" Bilmar hanya mengangguk tanda pembenaran atas apa yang dikatakan oleh sang putra. 

"Kamu mau tahu apa yang kami bahas tadi sebelum kamu datang?" tanya Bilmar dengan tilikan mata yang sangat tajam. 

"Apa?" tanya Aiden dengan raut wajahnya yang dia buat sepolos mungkin. 

"Om Danu minta ama kamu untuk menjaga Azura dengan baik dan jangan sampai dia jatuh cinta pada Keanu!" Bilmar mengulang point yang tadi sempat dikatakan oleh Danu padanya. 

"Memang ada apa sih dengan Keanu, Yah? Selama ini keluarga kita bertiga baik-baik saja." Bilmar tidak mau menampik apa yang dikatakan oleh Aiden barusan. Dilihat dari segi mana pun keluarga Mahatma, Makalela dan juga Mananta selalu terlihat harmonis tanpa ada sekat yang memisahkan mereka. Dan apa yang dipertanyakan oleh Aiden adalah hal yang benar untuk level keluarga harmonis. 

"Kami akan bongkar semuanya di saat yang tepat, Den. Satu hal yang penting itu bukan sekarang." 

"Jadi ayah kembali tanya sama kamu, kamu mau 'kan bantu Om Danu untuk menjaga Azura?" Dan pertanyaan yang dilontarkan oleh Bilmar itu langsung saja dijawab dengan anggukan kepala yang mantap dan tanpa keraguan yang sama sekali dalam dirinya. 

"Aku hanya punya satu pilihan, yaitu siap, Yah!" Bilmar lantas menyunggingkan senyum termanis di kedua bibir ranumnya saat mendengar jawaban dari Aiden. Dalam hal ini Aiden memang adalah orang yang bisa untuk diandalkan.