Mereka semua terhenti, menoleh pada sang sumber suara. Wanita itu terlihat ragu untuk bicara. Dia mengulang ucapannya.
"Tunggu! Ka--ka--kalian mau ke mana?" tanyanya terbata, dia terlihat masih takut.
"Kami mau pergi mencari tempat yang aman ... kamu mau ikut?" tanya Indro yang membuat Anya dan yang lainnya terhenyak.
"Yah," sergah Anya.
Indro menggenggam tangan anaknya itu lantas menatap sejenak, menenangkan Anya.
"Kalau mau ikut, kami masih punya tempat kosong satu lagi," lanjut Indro.
Wanita itu semakin ragu dan bingung.
"Kami tak akan menyakitimu." Indro berusaha menenangkannya dan perlahan menuju wanita itu.
Wanita itu mundur, dia terlihat takut. Anya membantu sang bapak, ia merasa keputusan Indro mengajak wanita itu adalah hal yang benar.
"Mbak, kami tak bermaksud buruk. Ikut saja dengan kami, di sini bahaya," ajak Anya.
"Di luar juga bahaya!" sergah wanita itu dengan cepat.
"Memang, akan tetapi lebih baik kita berusaha daripada hanya berdiam diri. Apalagi di sini tak ada makanan ataupun minuman. Jika Mbak di sini, Mbak akan mati kelaparan," ujar Indro.
Wanita itu bergerak gelisah karena yang dikatakan oleh Indro benar adanya.
"Ayo," ajak Indro dengan mengulurkan tangan.
Anya dan yang lainnya menunggu dengan sabar. Hanya saja wanita itu bergeming, ia terlihat gamang.
"Kami tidak menjanjikan keselamatan untukmu Mbak. Yang kami bisa berikan hanyalah perlindungan, kita akan menjadi satu tim. Jadi, kita akan saling melindungi satu sama lain. Tanpa terkecuali," seru Jefri dengan penuh penekanan, ia mencoba meyakinkannya. Dia merasa prihatin dengan kondisi wanita itu yang terlihat sangat rapuh.
Wanita itu merasa terenyuh mendengar bujukan dari Jefri. Dengan perlahan, meski masih ada sedikit ragu, ia meraih tangan Indro yang dengan senang hati menyambut tangan itu dan membawanya keluar bersama yang lain.
Mereka menaiki mobil dan melaju perlahan. Sayangnya, tak jauh dari tempat itu, di kejauhan ada mahkluk mengerikan yang berkeliaran di tengah jalan. Terpaksa mereka harus berhenti seketika.
"Gimana ini Om?" seru Boni takut.
Wanita itu yang duduk di tengah antara Jefri dan Boni mulai meremas tangannya, dia langsung ketakutan dan merasa salah ikut dengan tim Indro.
"Kalau kita berbalik, tidak bisa. Di belakang ada monster itu juga," jawab Indro dengan mengerutkan dahi.
"Terus gimana ini?" sergah Boni, ia gelisah.
Indro terdiam sejenak.
"Apa ada jalan lain selain jalan ini Mbak?" tanya Indro kepada wanita itu.
Wanita itu terhenyak, dia menjawab dengan menggelengkan kepala pelan. Semua mendengus bingung. Akan tetapi tidak dengan Indro.
"Kita harus membuat pengalihan," ujarnya, kemudian membelokkan mobil kembali ke tempat asal.
Setelah sampai di toko, dia memberitahukan rencananya dan membagi posisi. Wanita itu mendengarkan dengan takut.
"Tenang aja, kamu bersamaku Mbak," tutur Anya dengan memegang lembut bahu wanita itu dan tersenyum ramah. Wanita yang terlihat berantakan itu melangkah ragu bersamanya, mereka masuk kembali ke dalam mobil.
Indro pergi bersama mereka berdua, meninggalkan Jefri yang berada di depan toko dengan membawa setumpuk piring kaca dan dandang berukuran besar. Selanjutnya, Indro menurunkan Boni yang membawa dandang berukuran kecil berjumlah 3 buah di tengah jalan.
Lantas mereka melanjutkan perjalanan dan berhenti tepat di atas jembatan. Satu persatu turun, mereka bersembunyi di bawah jembatan dengan membawa tali juga wajan serta dandang berukuran besar.
Indro bergerak menjauh dari jembatan. Lantas melempar wajan yang dibawanya ke jalan raya. Anya yang bertugas mengintai, memberikan kode X ke Indro dari jauh, itu tandanya mahkluk itu tak merespon. Kemudian Indro melanjutkan melempar dandang besar yang ia bawa, sebelum itu ia memukul dandang itu dengan bantu sebentar.
"Brang! Brang! Brang! BRUANG!!!!"
Anya memberikan kode jempol, berarti mahkluk itu merespon dan sedang menuju ke asal suara. Bergegas, Indro kembali ke bawah jembatan bersama Anya dan wanita itu yang gemetar ketakutan. Anya menggenggam tangan wanita yang kurus itu dan menatapnya untuk tetap kuat.
"BRANG!!! BRANGGG!! BRANGGGG!!" Boni sudah melempar dandangnya agar mahkluk itu tak berhenti berlari.q
Mahkluk itu melewati jembatan dengan meraung ganas.
"HUARRRGHHH!!! HUARRRGHHHHH!! HUARGHHHG!!!!"
Mahkluk itu sangat agresif dan melewati mobil yang terparkir di atas jembatan begitu saja. Setelah semua melintas, saatnya Anya, Indro dan wanita itu keluar untuk menarik mobil dengan tali yang sudah disiapkan agar tak menimbulkan suara.
Boni sedang berusaha menyusul mereka dengan berlari dari dalam parit. Dia terhenti dan bersembunyi ketika melihat para mahkluk yang berlari dengan kencang itu mendekat.
"BRANG!! BRANGG!! PYARRRR!!! BRANGG!! PYAR!!! BRUANGG!!!"
Giliran Jefri membuat keributan agar mahkluk itu tak berhenti di tempat Boni membuat suara. Mahkluk itu melihat siluet Jefri yang berada di tengah jalan raya, tanpa berhenti kawanan itu langsung berlari menuju Jefri. Dandang-dandang kecil itu tertendang dengan tak sengaja, mereka seperti sedang bermain bola karena dandang itu beralih dari satu kaki ke kaki lainnya dan berakhir di parit.
Jefri lantas bersembunyi di parit setelah membuat keributan dan berusaha menyusul timnya.
Mahkluk itu berlari sekencang mungkin menuju dandang dan piring yang sudah menjadi kepingan-kepingan tak berguna itu. Rencana selanjutnya, Jefri membidik piring yang berada di dalam toko dengan ketapel yang baru saja mereka buat tadi.
"PRANGGG!! PYARRRR!!!"
Berhasil, tembakan Jefri tepat sasaran. Makhluk itu mendengar dan sontak berlari memasuki toko. Kesempatan Jefri datang, ia langsung berlari melewati parit lantas keluar ke jalan raya. Sialnya, dia bertemu dengan makhluk mengerikan yang masih tertinggal. Makhluk itu menyeret kakinya dan bergerak agresif ingin meraih Jefri yang terkejut.
Jefri menggenggam tombaknya dengan ragu, ia belum mampu menyerang seorang pria setengah baya yang tangan dan kakinya tinggal tulang itu, karena pada dasarnya mereka sama-sama manusia, hanya saja sudah berubah wujud. Dia mundur terus untuk menghindar dan kembali ke parit agar bisa lolos dari makhluk itu.
Dengan terseok-seok, mahkluk itu mengejar dan jatuh terjerembab ke dalam parit. Jefri tak tega, rasanya ia ingin membantunya bangun, akan tetapi ia ingat bahwa pria itu sudah bukan manusia lagi. Jadi, Jefri meninggalkan mahkluk itu.
Tak lama, ia kembali lagi. Jefri berpikir, jika ia membiarkan mahkluk itu hidup, bagaimana jika mahkluk itu menyerang timnya. Karena itulah, ia kembali untuk menghabisi mahkluk itu yang masih terjebak di dalam parit, meski tak tega.
"Maafkan aku," ujarnya dengan sedih, lantas menancapkan tombak yang ia buat, tepat di atas kepala mahkluk mengerikan itu.
"JLEB!!"
Dia menutup mata, lantas kembali dengan membawa ujung tombak yang meneteskan darah hitam kental. Meninggalkan mahkluk itu untuk yang kedua kalinya dengan keadaan yang berbeda, mahkluk itu sudah terkulai, tak bernyawa.
Dari jauh ia melihat Boni sedang mendorong mobil yang mereka tumpangi, segera ia berlari membantu temannya itu.
"Lama kali kau!" omel Boni.
"Hah hah." Jefri sedikit tersengal setelah berlari.
"Wadaw, darah siapa itu?" tanya Boni dengan ngeri kala melihat ujung tombak Jefri.
"Tau sendirilah," jawab Jefri kemudian ikut mendorong dengan menaruh tombaknya di atas atap mobil bersama tombaknya Boni.
Setelah lumayan jauh, mereka berhenti. Keringat bercucuran, menghiasi wajah mereka.
"Ada baju di sana, Boni ambil apa yang kamu butuhkan dengan Jefri," titah Indro.
"Baik Om," jawab Boni dengan meringis lelah. Dia pergi dengan menyeret kakinya.
"Kalian berdua, ambil makanan dan minuman sebanyak tas ini," titah Indro dengan memberikan tas itu ke Anya dan wanita yang sudah tak begitu takut itu.
Mereka berdua langsung pergi. Sedangkan Indro membuka tali yang mengait di depan mobil. Kemudian memeriksa sekitar.
Tak lama mereka kembali dengan membawa banyak bawaan dan beberapa botol bensin.
"Sepertinya akan pecah, jika dimasukkan ke dalam mobil," ujar Indro karena botol itu terbuat dari kaca.
"Tapi sayang Yah, kalau tidak kita ambil," sergah Anya.
Indro merasa ada benarnya juga. Dia lantas mengikat botol bensin itu di bawah kursinya.
"Aku tadi nemuin jaket, sepertinya ini muat untuk Om," ujar Jefri.
Indro menerima jaket itu dan mencobanya.
"Sedikit sempit, tapi tak apa," sahut Indro.
Jefri lantas memberikan ke yang lain juga.
"Ini untuk Mbak," ujarnya kepada wanita itu.
"Apa ini?" tanya wanita itu dengan mengernyit.