webnovel

ZEN: Didunia Fiksi

Seorang remaja pria yang meninggal karena menyelamatkan teman masa kecilnya. Remaja itu lalu ditemukan oleh sebuah cahaya dan diberikan kehidupan kedua, untuk menjelajahi dunia anime dengan system yang diberikan kepadanya. . . Perhatian: - Saya tidak memiliki karakter apapun yang ada didalam cerita ini. - Saya juga tidak memiliki gambar yang digunakan pada sampul. - Cerita ini akan beralur lambat namun kadang kadang cepat. - Saya adalah penulis baru, saya membuat novel ini hanya karena kesenangan semata dan untuk belajar. Jadi jika ada masukan, saya akan sangat amat terbuka untuk menerimanya.

AciaRhel · อะนิเมะ&มังงะ
Not enough ratings
275 Chs

Gruen Volcano

Jarak pandang yang sangat sempit, membuat seorang pria dengan kosentrasi yang sangat tinggi, mencoba menembus badai pasir yang sangat mematikan ditempat ini menggunakan motor trailnya. Pria tersebut, memang sudah membekali dirinya dengan pakaian yang melindunginya dari badai pasir tersebut dan sangat berusaha melewatinya.

Berkat kekuatan motornya, saat ini pria itu bisa sedikit bernafas lega, karena dia bisa melewati badai pasir tersebut yang mengarahkannya menuju kearah sebuah labirin ditempat ini. Pria tersebut yang merupakan Zen, terus melajukan motornya dan melewati badai pasir tersebut.

Disebuah tempat, terdengar sebuah suara aneh yang mulai mendekati tempat ini. Perlahan suara itu kian mendekat dan akhirnya tiba disebuah jalan yang menjadi akses untuk memasuki sebuah labirin pada sebuah gunung berapi.

"Akhirnya aku telah sampai" kata Zen sambil melepaskan berbagai atribut yang dikenakannya saat melewati badai pasir, karena dia tahu labirin ini sangat amat panas.

Setelah Zen mengganti pakaiannya, Zen lalu memasukan motornya kedalam penyimpanannya saat ini. Setelah semua urusanya sudah selesai, akhirnya Zen mulai memasuki tempat yang menjadi labirin yang akan ditaklukannya.

Semakin Zen memasuki labirin ini semakin dalam, entah mengapa dia tidak merasakan panas sama sekali saat ini, padahal disekitarnya sudah muncul berbagai magma yang mengalir melalui beberapa tempat.

[Tentu saja Kakak kebal dengan panas. Apakah Kakak lupa dengan skill yang dimiliki oleh Kakak?] kata Irene.

Mendengar perkataan adiknya, akhirnya Zen tersadar dari kebodohannya tersebut. Memang benar, beberapa skill pasivenya bisa menolak kondisi panas ini, dan menyebabkan dia bisa memasuki tempat ini dengan nyaman.

Namun saat memasuki tempat ini semakin dalam, Zen merasakan sesuatu yang mendekat saat ini. Zen dengan sigap mengeluarkan katana spesialnya dan menghadap kearah dimana dia merasakan sebuah ancaman mendekat kearahnya.

Dan benar saja, seekor monster dengan magma memenuhi tubuhnya mendekat kearahnya saat ini. Monster yang berbentuk seperti banteng, dengan cepat melaju kearah Zen dan mencoba menyeruduk dirinya.

Melihat hal tersebut, Zen lalu ikut melesat kearah banteng magma tersebut, dan setelah mendekatinya, Zen dengan sigap menghindar dari serudukan banteng tersebut dan mulai menggunakan katananya untuk menebas leher dari banteng tersebut dan memutuskan kepalanya.

[Skill: Magma]

Zen terkejut saat dia menyerap kemampuan dari monster yang berhasil dia kalahkan tersebut, karena dia mendapatkan sebuah skill yang sangat bagus saat ini, yaitu Magma.

"Hahahaha... dengan begini aku semakin kuat" gumam Zen sambil tersenyum.

Zen akhirnya terus memasuki tempat ini semakin dalam. Memang Zen menemukan berbagai moster yang menghalanginya, namun dengan mudahnya Zen mengalahkannya, hingga Zen tiba disebuah lautan Magma yang sangat luas.

[Bagaimana jika Kakak belajar berjalan diatas air] kata Irene setelah Zen mencoba mencari cara untuk melewati lautan magma tersebut.

"Adikku yang cantik, bukannya untuk mempelajari hal tersebut, aku harus berada di laut atau sungai atau danau yang mempunyai air yang melimpah sehingga aku bisa mempelajarinya. Namun didepan kita bukanlah air, tetapi Magma" kata Zen.

[Memang, tetapi berbentuk cairan. Bukankah akan sama saja Kak, lagipula belajar diatas cairan panas ini, Kakak dapat mempelajarinya dengan cepat] kata Irene menjawab perkataan Kakaknya tersebut.

"Hah.. dari mana asal pemikiramu itu Irene?" tanya Zen.

[Begini Kak, jika Kakak belajar diatas air yang asli, Kakak tidak mempunyai perasaan khawatir, karena jika Kakak gagal hanya tenggelam kedalam air tersebut. Namun bagaimana jika Kakak belajar ditempat berbahaya, mau tidak mau Kakak harus bisa menguasainya untuk selamat bukan?] kata Irene.

"Tetapi Irene, tidak di lautan magma juga bukan, apakah kamu sangat ingin melihat Kakakmu yang baik hati ini terpanggang?" kata Zen.

[Tenanglah, Kakak akan baik – baik saja] kata Irene yang terus membujuk Kakaknya tersebut.

"Hah... Oke, oke. Lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Zen pasrah.

Irene lalu menjelaskan tata cara untuk berjalan diatas air saat ini. Zen saat ini mendengarkan perkataan Irene dengan serius, karena dia harus mempraktekannya pada lautan Magma ditempat ini.

[Sudah siap melakukannya Kak] kata Irene.

"Baiklah, aku mempersiapkan mental terlebih dahulu" kata Zen.

Zen berulang kali menarik dan menghembuskan nafasnya. Walaupun panas magma tidak berefek kepadanya, tetapi dia masih merasa sangat enggan memasukinya. Apalagi harus tenggelam didalam lautan magma ditempat ini. Zen lalu mengalirkan mana pada kakinya dan mencoba mengambil langkah pertama.

Zen perlahan menurunkan kaki kedalam lautan magma tersebut, namun sialnya kakinya malah terjerumus kedalamnya. Zen seketika langsung panik dan menarik kembali kakinya tersebut.

"Irene! Mengapa kakiku tenggelam?" kata Zen.

[Tenanglah Kak] kata Irene.

Akhirnya Irene perlahan menerangkan sekali lagi tehnik tersebut, dan Zen sudah mulai tenang dan terus mencoba untuk berjalan pada magma. Awalnya Zen masih sangat kesusahan, karena kakinya selalu terperosok kedalam magma.

Namun semakin berjalannya waktu, akhirnya saat ini Zen sudah berlarian pada lautan Magma tersebut dengan riang.

"Hahahahahaha..." tawa Zen memenuhi tempat yang amat panas tersebut.

"Mari kita melanjutkan perjalanan" kata Zen.

Zen dengan perlahan berjalan melewati lautan magma ditempat tersebut, hingga dia tiba disuatu tempat dimana terdapat sebuah pulau dengan sebuah istana diatasnya saat ini. Zen perlahan mendekati tempat tersebut, tetapi magma ditempat ini seakan menghalangi jalannya menuju pulau tersebut.

Zen memang mudah menghindari lautan magma yang seakan marah kepadanya, tetapi tiba – tiba saja terdapat pergerakan dari dasar magma disekitar tempat tersebut. Zen dengan sigap menghindar, karena ditempatnya berdiri sebelumnya, seekor monster ular yang dipenuhi magma akan melahapnya.

Namun bukan itu saja, beberapa kawanan ular tersebut akhirnya ikut muncul ditempat Zen berada. Mereka menatap Zen dengan intens, namun Zen hanya tersenyum setelah mendapatkan perlakuan seperti itu.

"Irene aku hanya harus memusnahkan mereka bukan?" kata Zen.

[Benar Kak, tetapi apakah Kakak merasakannya?] kata Irene.

"Tentu saja aku merasakannya. Tenang saja, aku akan melawan para ular ditempat ini seakan sangat amat kesulitan" kata Zen sambil tersenyum.

Dan benar saja, Zen melawan sekawanan ular magma ditempat ini sambil bersandiwara seakan melawan ular ditempat ini sangatlah susah. Zen mulai membunuh satu persatu monster ular yang menyerangnya, hingga akhirnya tersisa sebuah monster.

"Ha... ha... ha"

Terdengar suara helaan nafas berat memenuhi area dimana Zen bertarung dengan ratusan ular dan sekarang hanya menyisakan satu ekor saja saat ini. Zen yang seolah – olah menggunakan kekuatan terakhirnya, mulai menerjang menuju ular tersebut.

"Akhirnya" teriak Zen gembira, lalu menuju kesebuah daratan batu dan berbaring disana, seakan beristirahat ditempat tersebut.

Namun selang beberapa kemudian, sebuah sinar seperti laser yang mempunyai beberapa warna menerjang dirinya saat ini. Zen saat itu tidak sempat menghindar dan sinar mematikan tersebut menerpa dirinya.

Perlahan serangan itu berakhir, dan akhirnya terdapat sebuah mayat yang sudah seperti terpanggang saat ini yang sudah terbaring pada tempat tersebut akibat serangan sinar tadi.

"Sangat mudah"