webnovel

Sebuah Kisah

Pria dengan rambut panjang sepunggung, terikat hampir membentuk sanggul dia berjalan gagah dengan bertelanjang dada dan kaki hanya kain panjang satin berwarna biru yang menutupi separuh badannya, celana satin dengan warna senada dengan corak emas di pinggirannya nampak indah saat dia pakai.

Dia memegang tali kekang seekor kuda, membawanya menuju stable di ujung pekarangan.

saat berjalan terdengar gemerincing emas dari gelang kaki yang ia pakai.

" Zen ... ayahanda memanggil mu. " seorang ibu yang memakai pakaian semacam kemben dari satin berwarna hijau pupus diantara tubuhnya terdapat berbagai perhiasan giwang, kalung, anting-anting, gelang bahkan kelom yang dipakainya pun berhias emas.

Pemuda yang di panggol Zen langsung menunggangi kudanya dan memacu kuda cokelat kesayangannya menuju bungalow yang letaknya lumayan jauh dari stable kuda.

sebelum itu ia sempatkan menunduk tanda ia berpamitan pada ibundanya.

***

Pemuda gagah nan rupaan yang di panggil Zen itu kini berdiri didalam sebuah bungalow megah yang didalamnya penuh dengan funiture artistic.

beberapa Hewan hasil buruan yang diawetkan tampak terduduk gagah seakan penjaga diantara ayahandanya yang duduk tenang di semacam sebuah singgasana.

" mengapa semalam kau tidak ikut menghadiri pertemuan para menteri? ... itu sangat penting dan ayah sudah amanah kan kamu untuk menghadirinya! " suaranya yang berat berwibawa tetap terasa aura kemarahan sehingga Zen tertunduk seketika.

" kemana kau semalam?? ... jawab aku! " dia bahkan menghentak tongkat tanda kekuasaannya.

" aku ... aku ... " Zen tidak bisa berkata.

sang ayah menghela napas lalu mulai berdiri dan menghampiri Zen.

" aku sengaja meminta mu menemui ku disini agar kau tidak malu dengan perbuatan mu. " ia agak berbisik, wajah mereka hampir menempel.

" kamu pikir ayah tidak tahu kebiasaan mu setiap malam? .... "

" tidak ayah, ayah pasti telah mendengarnya dari orang-orang yang membenci ku. " Zen langsung membela diri.

" ternyata banyak yang membenci mu?! "

" tentu saja, mereka pasti iri karena aku adalah anak penguasa bahkan aku anak satu-satunya. "

ayahnya tertawa lepas, bahkan suaranya melengking dan itu membuat bulu roma Zen berdiri.

" hmmm ... " ia berdehem menenangkan diri.

" sayangnya aku tidak mendengarnya, aku melihat sendiri apa yang kamu lakukan semalam. " wajahnya tenang namun dengan memasang wajah tenang begitu hati Zen malah semakin terusik.

***

Malam ini adalah malam membosankan dalam hidup Zen, pergi ke sebuah pertemuan menghadiri sebuah pelantikan menteri dimana hanya akan ada para bapak-bapak tua dan ibu sosialita yang dengan bangga memamerkan harta.

Dia ingin sesuatu yang berbeda, lagipula selama beberapa malam dia sudah merasa cukup mematuhi ayahnya untuk bergaul dengan para menteri atau semacamnya itu.

saat ini dia ingin menghabiskan malam dalam suasana berbeda, menghabiskan masa muda dengan hal yang belum pernah ia rasakan.

Malam itu ia terus berjalan, menolak semua fasilitas yang diberikan karena ia ingin menikmati malamnya sendiri.

Ia terus berjalan hingga ia tertarik dengan sebuah tempat, disana sangat ramai, penuh dengan pencahayaan, gelak tawa bersahut-sahutan.

Sungguh membuatnya tertarik.

para gadis berbeda usia terlihat cantik berjajar rapi didepan sebuah bangunan gemerlap.

Ia agak sangsi tapi dihampiri juga karena terlalu penasaran.

***

" apa yang ayah sangkakan padaku salah, aku sama sekali tidak mwlakukan apa yang ayah sangkakan... coba dengar penjelasan aku. "

" pulanglah dan renungkan. " sang ayah berbalik tanpa menunggu penjelasan ia masuk ke dalam dan membiarkan Zen berteriak-teriak memohon untuk menjelaskan.

Dua jam berlalu, merasa putus asa ia pun pulang dengan hampa.

Ia merasa malu karena kehilangan kepercayaan ayahnya dengan cara seperti ini.

Dua punggawa yang selalu bersama ayahnya terlihat saling pandang, memberi isyarat yang hanya mereka saja yang paham.

" jauhkan dia dari rumah dan ajari dia cara bertanggung jawab. " perintah sang ayah kepada salah satu abdi setianya.

***

Zen tidak melakukan pembelaan ia pasrah saja menerima perintah untuk meninggalkan kediamannya, pergi sejauh mungkin.

berhari-hari ia berkelana, menghabiskan perbekalan sampai akhirnya ia berjalan sambil kelaparan dan jatuh tak sadarkan diri.

Saat ia terbangun, matanya hanya menangkap kegelapan.

seseorang membantunya duduk dan memberinya air.

Zen belum sepenuhnya sadar jika ia diberi air sampai, air itu tumpah membasahi separuh tubuhnya dan dengan rakus ia meminum.

usai menghabiskan air, seseorang membabtunya bersandar yang rasanya seperti batu, mungkin dinding Zen tidak bisa menggambarkannya karena hanya gelap yang ia lihat.

Zen ingin berterima kasih setelah diberi pertolongan maka dengan tenaga tersisa ia memegang tangan seseorang itu.

begitu mungil, mungkin ia perempuan tebak Zen.

" te ... " Zen kaget karena suaranya tidak mau keluar.

" istirahatlah, maafkan aku karena tidak bisa membawa mu pulang, bertahanlah sebentar lagi. aku akan kembali membawa makanan. " itu suara perempuan.

Zen sadar jika perempuan itu akan meninggalkannya, dan tanpa sengaja ia mencengkram tangan perempuan itu, menahannya pergi.

" aku akan segera kembali, tenanglah. " Zen mulai sadar dan melepaskan pegangannya.

***

Zen yang sempat tertidur saat menunggu mulai bangun, telinganya mendengar suara.

dia mencoba menajamkan pandangan meski itu hanya membantunya sedikit.

Ada geraman didekat Zen, " apa ini sarang mu? ... " Zen bicara.

" maafkan aku, jika aku sudah bisa bergerak aku akan pergi. " ia melanjutkan kata-katanya karena geraman itu tidak juga berhenti.

Tangan Zen mulai meraba dan dia mendapati segumpal bulu, ia raba dengan seksama dan tiba-tiba makhluk itu menggigit.

" haha ... bahkan kau saja tidak menerimaku. "

***

Zark menatap pria itu dengan tatapan yang sulit di jelaskan.

" kau pikir aku berbohong padamu?... "

" apa itu serigala? .... yang menggigit Zen? "

" kau tahu jawabannya. " pria itu datar saja menjawab.

" DIA BILLY .... !!! " mata Zark membelalak.

James pun ikut tersentak.

" aku akan berhenti jika kau mau. "

" tidak teruskan aku mau dengar. "

***

Cahaya mulai masuk kedalam gua, memberikan penerangan bagi mata Zen dan nampaklah seekor anak serigala tertidur disampingnya dan seorang gadis memasuki gua dengan makanan dan obor di kedua tangannya.

" ayo cepat di makan. "

sepertinya dia tidak mempermasalahkan keberadaan serigala kecil diantara mereka.

" kenapa? ... apa tangan mu masih lemah? ... "

tanpa sungkan ia menyuapi Zen dan yang sungkan tentu saja Zen.

bagaimana pun ia adalah tipe lelaki yang berharga diri tinggi, ia merasa sanggup tetapi nyatanya memang ia tidak bisa apa-apa saat ini.

" ada apa ? ... "

serigala itu terjaga dan kembali siaga.

" biarkan ... " suara Zen mulai keluar.

" kau sungguh sudah kuat?... " perempuan itu balik bertanya.

Zen tidak menjawab, karena kenyataannya ia belum bisa melakukan apapun.

***

Sudah beberapa hari Zen berada dalam gua, dia mendapatkan semua perawatan dan asupan gizi yang baik dari wanita tersebut.

sekarang dia sudah cukup pulih untuk bisa berjalan dan bahkan meninggalkan gua dan melanjuykan perjalanan.

namun hati kecilnya sedikit sungkan untuk cepat-cepat berpisah dengan gadis tersebut.

Oh, bahkan mereka sudah saling bicara dan memperkenalkan diri mereka masing-masing.

Nama gadis cantik belia itu adalah Sri Hanum.

Gadis desa pada umumnya, memiliki paras sederhana dengan senyum yang selalu menghias wajahnya.

rambutnya hitam, panjang lurus sebahu.

Cantik.

Ia beralasan tidak bisa mengajak Zen pulang karena ia hanyalah gadis yatim piatu yang tinggal sendiri di rumah dan akan menjadi masalah jika tiba-tiba Zen muncul.

" bersabarlah, aku akan mencari alasan untuk membawa mu pergi dari sini. "

Zen yang berpikir hanya akan singgah tanpa menetap tidak mempermasalahkan.

Ia juga sedang menetapkan hati agar bisa segera pergi dari sana.

***