webnovel

Pertemuan Di Rooftop

Ini adalah hari kedua Ariana berada di sebuah tempat yang tidak dia ketahui sama sekali. Jika memang dia hidup berdasarkan novel ciptaannya, maka sekarang dia hidup di ibu kota Jakarta Pusat. Lalu, jika ingin pulang, maka Ariana akan menghabiskan waktu setidaknya tiga jam untuk sampai ke Bandung. Itupun jika Ariana menaiki kendaraan pribadi beroda empat.

Tapi, tunggu. Bukankah orang tua barunya berkata bahwa mereka memberikan mobil baru untuknya? Ah, kenapa Ariana tidak memikirkan hal ini sejak kemarin? Mengapa dirinya hanya bergulat dalam pemikiran yang tiada ujungnya itu?

Saat itu juga Ariana langsung beranjak pergi tanpa membawa satu barang pun. Dia keluar dari kamar lalu menuruni anak tangga menuju dapur yang terdapat mama barunya di sana.

"Ma, emm... Agnes mau keluar boleh? Agnes udah dibeliin mobil baru kan?"

Anita tersenyum ceria mendapati sang putri yang akhirnya mau berbicara dengannya. Dia mengangguk pasti, "Tentu sayang. Tapi kunci mobilmu dibawa sama kakakmu. Kamu mau Mama mengambilnya? Kakakmu sedang ada di kampus."

"Di kampus? Kemarin katanya hari ini dia nggak ada jadwal," ucap Ariana.

"Kakakmu ada jadwal pagi hari ini. Mungkin dia bilang kayak gitu buat hibur kamu, supaya kamu mau keluar dari kamar."

Ariana meringis mendengarnya. Jika perkataan yang Mike katakan padanya benar, bahwa dirinya kabur dari rumah sebab cintanya ditolak oleh Baron, dia pasti akan sangat malu untuk menunjukkan wajahnya di hadapan semua orang.

"N-nggak usah kalau gitu. Mama kayak sibuk gitu. Aku ke kampus sendiri aja. Ada motor kan?"

"Minta antar pak Jojon aja, sayang. Itu pak Jojon di taman depan."

Ah, tau kalau ada supir, kenapa dia harus repot-repot menyetir sendiri? Sepertinya Ariana harus lebih mengetahui tentang keluarga barunya saat ini.

"Oke. Kalau gitu Agnes pamit dulu." Sebelum pergi Ariana sempat mencium tangan mama barunya itu. Dia sangat menghormati orang yang lebih tua darinya. Hal itu membuat Anita mengernyitkan dahi heran. Setelah kepergian Ariana, Anita bergumam, "Kenapa Agnes jadi pendiam dan halus kayak gitu? Nggak seperti biasanya."

~~~

Sungguh Ariana akui, bahwa rumah keluarga Mike ini benar-benar besar dan mewah. Ariana jadi penasaran bagaimana rumah Baron. Secara, Ariana membuat Baron sebagai anak dari seorang miliarder terkaya sekota Bandung.

Kini Ariana memakai sebuah sandal jepit berwarna pink yang empuk. Kedua manik matanya menyapu ke arah sekeliling, ke arah dimana sebuah tanaman tertata begitu rapi nan asri. Berbagai macam tanaman berjejer begitu indah. Namun, suatu objek membuat Ariana menyipitkan kedua bola matanya.

"Dia ngapain?" gumamnya.

Gadis itu berjalan mendekat ke arah seorang pria berkumis tebal, yang tak lain merupakan pak Jojon. Ariana bingung, apa yang sedang beliau lakukan?

"Pak?" panggil Ariana membuat aktivitas pria itu terhenti.

"Eh, non Agnes? Ada apa, non? Ada yang perlu saya bantu?"

"Bapak ngapain?" tanya Ariana seraya mengernyitkan dahi.

"Lagi motong rumput, non. Kenapa?" tanya pak Jojon balik.

"Pakai ini?" Ariana menunjuk sebuah mesin seperti mobil yang dikendarai oleh pak Jojon. Itu adalah mesin pemotong rumput yang dilengkapi ban mobil balap. Pak Jojon juga menjelaskan bahwa ban balap dibuat supaya lebih cepat memotong rumputnya. Ah, tak heran. Ariana sudah hidup masa depan, di tahun 2095 seperti yang dia tulis pada novelnya.

"Ya udah. Anterin saya ke kampusnya Mike ya?"

"Siap non. Oh iya, kampusnya den Mike kan juga kampusnya non. Kok non cuma bilang kampusnya Mike sih? Ada den Mike pindah kampus?" tanya pak Jojon terheran.

Ariana sempat gelagapan bingung menjelaskan, "Iya. Kampus saya sama Mike maksudnya."

Kini Ariana menaiki sebuah mobil mewah bermerk Tesla yang mungkin ini merupakan Tesla model 15-an. Ariana tidak bisa memperkirakan betapa mahalnya mobil yang dia duduki saat ini.

Dua puluh menit kemudian Ariana akhirnya sampai di depan sebuah kampus yang bernama Bronx University. Tidak salah lagi. Baron juga mahasiswa di sini.

"Pak, boleh telfon kak Mike? Soalnya HP saya ketinggalan."

"Boleh. Tapi, kenapa nggak disamperin aja non, den Mike nya? Takut nanti dia lagi ada mata kuliah lagi," ujar pak Jojon dan diangguki benar oleh Ariana. Ariana pun akhirnya turun dari mobil lantas mengedarkan pandangan ke sekeliling.

"Besar banget kampus ini. Apalagi gue ciptain mampus ini ada banyak warga asingnya. Gue berharap bisa ketemu oppa Korea deh di sini," gumam Ariana dengan senyum yang merekah.

"Loh, Agnes? Lo udah masuk hari ini?" Ariana menolehkan kepalanya ke belakang, menatap seorang pria berbadan yang cukup tinggi, mungkin melebihi tinggi badan Mike. Rambutnya sedikit gondrong berwarna kecokelatan, senada dengan warna kedua matanya.

"N-nggak. Gue lagi nunggu kak Mike."

Pria di depannya tertawa renyah, "Apa? Kak Mike? Nggak salah denger gue lo panggil dia dengan sebutan kakak? Lo habis dikasih apa sama dia, Nes?"

Ariana hanya meringis diam tak tahu harus merespon bagaimana atas kalimat panjang itu. Jika Ariana disuruh menebak, dia akan mengatakan bahwa pria di depannya ini adalah Vero, teman dekat Baron dan Mike. Sepertinya lebih dekat dengan Baron.

"Ya udah ayo gue anterin lo sama kakak lo itu."

"Pak Jon, pulang aja. Entar Agnes bareng saya, aman lah. Atau nggak nanti Baron saya suruh anterin dia. Ya nggak, Nes?"

"Baik mas Vero."

Dugaan Ariana benar. Pria yang baru saja mengerlingkan salah satu mata kepadanya itu memanglah bernama Vero, Vero Neville. Teman baik Baron, sekaligus teman balapan Baron dan Mike.

~~~

"Mike nggak ada di kelas. Kayaknya dia ada di rooftop. Ayo ke sana!" ajak Vero lantas diangguki saja oleh Ariana.

Ariana tak percaya, kampus yang hanya dia ekspektasi kan lewat sebuah tulisan akan terbangun dengan megah dan indahnya. Sembari menaiki tangga rooftop, Ariana dapat melihat pemandangan kampus dari atas cukup jelas. Ada banyak mahasiswa, dan tak jarang ada yang menatap aneh serta takut-takut ke arahnya. Ariana hanya diam tak merespon, sebab dirinya tidak tahu bagaimana kehidupan Agnes sebelumnya.

"Kenapa mereka lihatin gue kayak gitu..." gumam Ariana.

"Bang Mike, dicariin sama Agnes." Vero tiba-tiba memanggil Mike yang sontak membuat sang empu memutar tubuhnya.

Ariana terkejut melihat Mike yang sedang membawa putung rokok. Dirinya jelas-jelas tidak pernah menyelipkan benda tersebut untuk berhubungan dengan semua karakternya. Namun yang lebih mengejutkan lagi...

Baron!

Baron berdiri tepat di samping Mike dengan salah satu tangannya yang dilapisi gipsum. Sungguh, Ariana tak berkedip sama sekali di sana. Tubuhnya seolah kaku, dirinya seperti melihat sebuah ilustrasi hidup, melihat sebuah ciptaannya sendiri yang begitu tampan dan mempesona.

Baron bahkan tidak terlihat seperti manusia. Kulitnya begitu putih, hidung mancung ala kadarnya, rahang kokoh, dimple di kedua pipinya, bibir tipis yang berwarna pink, mungkin melebihi bibir pink alami milik Ariana. Benar-benar seperti ilustrasi hidup yang pernah digambar oleh temannya, Galang.

Yang membedakan hanyalah....